TintaSiyasi.id-- Menundukkan hasrat, tinggalkan keraguan
وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ
“Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.”
(QS. An-Nazi’at: 40–41)
“Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.”
(HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)
Menyingkap Dua Gerbang Keselamatan: Hasrat dan Keyakinan
Dalam kehidupan ini, setiap manusia diberi dua ujian besar yang menentukan jalan keselamatannya: ujian syahwat (hasrat) dan ujian syubhat (keraguan). Hasrat menyeret manusia pada kerakusan terhadap dunia, sedang syubhat menjerumuskannya dalam kebimbangan dan penyimpangan.
Rasulullah ﷺ memberikan dua kunci emas dalam dua sabdanya yang mulia:
1. Tundukkanlah syahwatmu.
2. Campakkanlah yang meragukanmu.
Kedua nasihat ini, bila dipahami dengan jernih dan diamalkan dengan tulus, akan mengantar jiwa pada ketenangan, keberkahan, dan akhirnya... dilimpahi rahmat dari langit.
Hasrat: Anugerah yang Harus Dikendalikan
Allah menciptakan manusia dengan hasrat: ingin makan, ingin dihargai, ingin dicintai, ingin memiliki. Semua itu bukanlah dosa. Bahkan, ia bisa menjadi jalan kebaikan bila dikendalikan.
Namun, bila hasrat menjadi penguasa hati, ia akan menjelma menjadi syahwat yang menyesatkan. Itulah mengapa Islam menempatkan pengendalian hasrat sebagai pintu utama ketakwaan. Tanpa itu, ibadah hanya formalitas, dan amal hanya topeng dunia.
Hasrat Tanpa Kendali: Jalan Menuju Kerusakan
Dalam masyarakat modern, hasrat didorong secara masif—melalui iklan, media sosial, budaya konsumtif, hingga narasi populer. Kita diajak terus ingin lebih, lebih, dan lebih. Dan di sinilah ruhani manusia mulai terkikis: tenang berganti cemas, cukup berubah rakus, ridha menjadi iri.
Padahal, ketenangan bukan hadir saat semua keinginan terpenuhi, tapi saat keinginan itu tunduk di bawah kendali iman.
“Orang yang paling kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika sedang marah dan mengendalikan hawa nafsunya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Keraguan: Kabut yang Menutupi Jalan Kebenaran
Jika hasrat adalah dorongan dari dalam, maka keraguan adalah kabut yang datang dari luar. Ia muncul dari ketidakjelasan, dari berita yang tidak pasti, dari pilihan hidup yang tidak punya dasar iman. Ia menjebak hati dalam kebingungan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tinggalkanlah yang meragukanmu dan ambillah yang tidak meragukanmu."
(HR. At-Tirmidzi, hasan sahih)
Hadits ini adalah prinsip hidup. Ia bukan hanya berlaku dalam hukum halal-haram, tapi dalam seluruh aspek kehidupan: pekerjaan, relasi, keputusan besar, hingga perkara ibadah. Apa pun yang membuat hatimu gelisah, tinggalkan. Apa yang membuat hatimu tenang karena selaras dengan cahaya iman, ambil dan jalani.
Gabungan Kedua Jalan: Hati yang Bersih dari Nafsu dan Kabut
Bila hati berhasil menundukkan hasrat, maka ia menjadi ringan. Bila ia mampu meninggalkan yang meragukan, maka ia menjadi jernih. Dan ketika ringan dan jernih itu bersatu, maka rahmat Allah turun dengan deras, tanpa penghalang.
Inilah mengapa orang-orang saleh dahulu sangat menjaga kebersihan hati dari dua hal ini: syahwat dan syubhat. Mereka rela meninggalkan yang “dibolehkan tapi meragukan” demi mengejar yang “pasti dan menenangkan.”
Tanda Orang yang Dilimpahi Rahmat
• Ia tidak hidup mengikuti gelombang dunia, tetapi mengikuti cahaya petunjuk.
• Ia tidak tergoda oleh apa yang berkilau, tetapi memilih yang berkah dan tenang.
• Ia tidak silau oleh pujian, tidak gentar oleh celaan, karena hatinya tunduk hanya pada Allah.
• Ia tidak menuruti semua keinginannya, tetapi menundukkannya agar selamat di akhirat.
• Ia tidak melangkah dalam keraguan, tetapi menegaskan langkah hanya jika hatinya tenteram.
Penutup: Jalan Keselamatan Jiwa
Wahai jiwa yang rindu ketenangan, wahai hati yang haus akan cahaya...
Tundukkanlah hasratmu—karena itulah jalan keselamatanmu dari rakusnya dunia.
Tinggalkanlah yang meragukanmu—karena itulah cahaya yang akan menuntunmu di tengah kabut zaman.
Di sanalah rahmat Allah akan turun: pada jiwa yang sabar, hati yang yakin, dan langkah yang jernih.
Karena sejatinya, rahmat-Nya bukan untuk mereka yang memiliki segalanya, tapi untuk mereka yang mampu meninggalkan segala yang menjauhkan dari-Nya.
“Tundukkan hasrat agar kau dilimpahi rahmat. Campakkan keraguan agar kau berjalan dalam cahaya.”
Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)