TintaSiyasi.id-- Menyerahkan diri dan berbuat baik adalah jalan menuju tali yang kukuh
۞وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ وَإِلَى ٱللَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ
"Dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah dan dia berbuat kebaikan, maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah kesudahan segala urusan."
(QS. Luqman: 22)
Dalam dunia yang penuh dinamika dan ketidakpastian ini, manusia seringkali mencari pegangan—sesuatu yang kokoh untuk tempat bersandar, tempat bertanya, dan tempat berharap. Kita berlari dari satu jalan ke jalan lain, mencoba menata hidup, mencari bahagia, menghindari luka, dan mengejar cita. Namun tidak semua jalan membawa kepada ketenangan hakiki.
Allah SWT, melalui kalam-Nya dalam QS. Luqman ayat 22, memberikan kita peta kehidupan yang jernih dan tegas: barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah dengan tulus, dan terus-menerus berbuat kebaikan, maka dia telah menggenggam tali yang tidak akan pernah putus. Pegangan yang kokoh, petunjuk yang pasti, dan harapan yang tak akan dikhianati.
1. Menyerahkan Diri kepada Allah: Ketundukan yang Membebaskan
Menyerahkan diri kepada Allah—Aslama lillah—bukan berarti menyerah kalah. Sebaliknya, itu adalah bentuk tertinggi dari kemerdekaan ruhani. Ia adalah pilihan sadar seorang hamba untuk tunduk kepada kebenaran yang mutlak, melepaskan ego, meletakkan nafsu di bawah kendali iman, dan menerima bahwa Allah lebih mengetahui apa yang terbaik.
Bagi orang beriman, berserah diri kepada Allah adalah bentuk tawakal sejati, bukan pasrah buta. Ia berjalan dengan ikhtiar penuh, namun hatinya bergantung hanya kepada Allah. Ia percaya bahwa setiap langkah hidupnya, setiap ujian yang datang, dan setiap rezeki yang tertahan, semua terjadi dalam bingkai kasih sayang Ilahi.
"Bukankah Allah telah menjanjikan: 'Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku'? (HR. Bukhari dan Muslim)."
2. Terus Berbuat Kebaikan: Amal Adalah Cermin Iman
Ayat ini menekankan bahwa kepasrahan saja tidak cukup. "Dan dia berbuat kebaikan" adalah syarat kedua yang menunjukkan bahwa keimanan sejati selalu tercermin dalam tindakan nyata. Islam bukan agama yang hanya hidup dalam hati, tapi juga dalam perbuatan.
Berbuat kebaikan berarti memberi manfaat, menyebarkan kebaikan, menolong yang lemah, dan menebar rahmat bagi semesta. Kebaikan tidak selalu berupa hal besar. Senyum yang tulus, kata yang lembut, telinga yang mau mendengar, atau doa yang diam-diam, semua adalah bentuk amal salih yang Allah nilai tinggi.
وَنَضَعُ ٱلۡمَوَٰزِينَ ٱلۡقِسۡطَ لِيَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ فَلَا تُظۡلَمُ نَفۡسٞ شَيۡٔٗاۖ وَإِن كَانَ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٍ أَتَيۡنَا بِهَاۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَٰسِبِينَ
“ Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. " (QS. Al-Anbiya: 47)
3. Berpegang pada Tali yang Kokoh: Agama sebagai Penuntun Hidup
Allah menggambarkan orang yang menyerahkan diri dan beramal baik sebagai orang yang "telah berpegang pada tali yang kokoh". Dalam tafsir para ulama, tali ini dimaknai sebagai agama Allah—petunjuk wahyu, Al-Qur'an, dan ajaran Rasulullah SAW.
Dalam dunia yang penuh opini dan arus pikiran bebas, banyak yang kehilangan arah. Tetapi siapa yang menggenggam tali Allah, ia tidak akan terseret oleh angin zaman. Tali ini bukan hanya tempat bergantung, tetapi juga sarana naik menuju derajat yang tinggi di sisi Allah.
وَكَيۡفَ تَكۡفُرُونَ وَأَنتُمۡ تُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡ ءَايَٰتُ ٱللَّهِ وَفِيكُمۡ رَسُولُهُۥۗ وَمَن يَعۡتَصِم بِٱللَّهِ فَقَدۡ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ
“ Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. " (QS. Ali Imran: 101)
4. Allah-lah yang Menentukan Segala Urusan
Ayat ini ditutup dengan pengingat tajam:
"Dan hanya kepada Allah kesudahan segala urusan."
Kita bisa berencana, berusaha, bahkan mengorbankan segalanya. Tapi pada akhirnya, takdir tetap di tangan Allah. Inilah pelipur lara bagi hati yang lelah. Bahwa hidup ini bukan sepenuhnya tentang hasil, tapi tentang proses mendekat kepada Allah dalam segala keadaan.
Serahkan segala urusan dengan lapang dada, karena yang menggenggam masa depan bukan manusia, tapi Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
5. Ada Cinta Allah dalam Setiap Ujian
Salah satu bentuk cinta Allah yang sering tidak kita pahami adalah ketika Dia menguji hamba-Nya. Ujian bukanlah tanda murka, tapi adalah sentuhan lembut dari kasih-Nya agar kita kembali, agar kita naik derajat, agar kita bersih dari dosa.
Ujian adalah cara Allah menyapa hamba-Nya yang mungkin terlalu sibuk dengan dunia. Melalui rasa sakit, kehilangan, atau kegagalan, Allah mengetuk pintu hati kita untuk kembali menyadari bahwa hanya Dia tempat berpulang.
"Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)
Cinta Allah terkadang hadir dalam bentuk yang menyakitkan, tetapi sesungguhnya itulah bentuk didikan terbaik. Layaknya seorang guru yang mencintai muridnya, maka ia tidak membiarkannya terus dalam zona nyaman. Ia menguji untuk menjadikannya lulus, kuat, dan layak naik tingkat.
Ujian yang kita terima adalah tanda bahwa kita masih dipedulikan oleh Allah. Sebab yang paling ditimpa ujian berat justru adalah para nabi, kemudian orang-orang saleh, lalu orang beriman sesuai kadar imannya.
"Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka..." (HR. Tirmidzi)
Maka ketika hidup terasa berat, katakanlah pada dirimu:
"Ini bukan azab, ini adalah cinta Allah yang sedang membentuk diriku menjadi lebih kuat, lebih dalam imannya, dan lebih dekat dengan-Nya."
Penutup: Ketenangan yang Lahir dari Ketundukan dan Keyakinan
QS. Luqman ayat 22 bukan hanya petunjuk hidup, tapi juga sumber ketenangan. Ia mengajarkan kita untuk berserah diri dengan penuh cinta, berbuat baik tanpa pamrih, berpegang teguh pada wahyu, dan percaya bahwa Allah tidak pernah menutup jalan bagi hamba yang tulus.
Ujian adalah bagian dari jalan tersebut. Ia bukan untuk melemahkan, tetapi untuk menguatkan. Di balik setiap kesulitan, ada cinta Allah yang sedang bekerja. Di balik setiap air mata, ada rahmat yang menetes lembut dari langit.
"Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal." (QS. At-Taubah: 129)
Semoga artikel ini menjadi penenang bagi hati yang gundah, penguat bagi jiwa yang lelah, dan pengingat bahwa cinta Allah hadir bahkan dalam hal-hal yang tak kita pahami.
Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)