TintaSiyasi.id -- Dalam sejarah peradaban manusia, tak ada sosok pendakwah yang lebih agung, lebih berhasil, dan lebih menginspirasi selain Rasulullah Muhammad Saw. Beliau adalah sang dai pertama yang membawa misi tauhid ke tengah-tengah umat manusia yang larut dalam kegelapan syirik dan kerusakan moral. Sejak pertama kali menerima wahyu di Gua Hira hingga napas terakhirnya, hidup Rasulullah adalah dakwah menyeru manusia menuju Allah dengan ilmu, hikmah, kesabaran, dan kasih sayang.
Dakwah Sebagai Misi Kehidupan
Ketika wahyu pertama turun:
“Iqra’ bismi rabbika alladzi khalaq”, Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (QS. Al-‘Alaq: 1).
maka mulailah satu misi besar yang tidak akan pernah padam hingga akhir zaman: dakwah Rasulullah tidak sekadar menyampaikan ayat, tetapi menanamkannya dalam jiwa, membimbing manusia untuk mengenal Pencipta mereka, menyadarkan mereka dari keterlenaan dunia, dan membimbing mereka menuju kehidupan yang diridhai Allah.
Dakwah beliau bukan untuk keuntungan pribadi, bukan pula demi kekuasaan. Ketika kaum Quraisy menawarkan harta, tahta, dan wanita, beliau menolak dengan tegas:
"Demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, aku tidak akan pernah meninggalkannya, sampai Allah memenangkan agama ini atau aku binasa karenanya."
(HR. Ibnu Hisyam).
Inilah keteguhan dan keikhlasan seorang dai sejati.
Metode Dakwah yang Penuh Hikmah
Allah berfirman:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS. An-Nahl: 125).
Ayat ini tercermin sempurna dalam strategi dakwah Nabi Saw. Beliau memahami kondisi umat, berbicara dengan bahasa hati, dan tidak memaksa. Dalam setiap perjumpaan, beliau membangun kedekatan emosional dan spiritual. Bahkan kepada musuhnya, Nabi tetap santun dan sabar, seperti ketika menghadapi penduduk Thaif yang melemparinya dengan batu. Ketika malaikat gunung menawarkan untuk menghancurkan mereka, beliau menolak sambil berdoa:
"Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka tidak mengetahui."
Ini adalah pelajaran besar: Dakwah adalah kerja hati, bukan sekadar kerja lisan. Butuh kesabaran panjang dan kasih sayang tanpa batas.
Inspirasi Abadi untuk Para Dai Masa Kini
Dalam era digital saat ini, tantangan dakwah semakin kompleks. Informasi tersebar luas, tetapi kebenaran sering terpinggirkan. Fitnah, hedonisme, dan kebingungan identitas merajalela. Maka, para dai masa kini membutuhkan bukan hanya ilmu, tetapi juga inspirasi dari Rasulullah Saw:
1. Keikhlasan yang Murni
Nabi berdakwah semata karena Allah. Beliau tidak mencari popularitas, pujian, atau materi. Para dai hari ini pun harus menjaga hati agar tetap ikhlas, tidak tergoda oleh algoritma atau likes, tetapi hanya mengharap ridha Allah.
2. Kesabaran Tanpa Batas
Dakwah adalah jalan yang penuh ujian. Rasulullah diejek, dicaci, bahkan dilukai, tetapi beliau tetap tegar. Seorang dai tidak boleh berhenti hanya karena komentar negatif atau kegagalan sesaat. Sabar adalah kunci kemenangan.
3. Kasih Sayang yang Menyeluruh
Beliau mencintai umatnya hingga akhir hayatnya. Dalam sakaratul maut pun, lisannya mengucap: “Ummati… ummati…”
Seorang dai sejati tidak menyebarkan kebencian, tetapi membimbing dengan cinta dan belas kasih, menjadikan umat sebagai amanah, bukan objek kemarahan.
4. Keteladanan yang Hidup
Rasulullah adalah Al-Qur’an berjalan. Apa yang beliau dakwahkan, beliau laksanakan. Inilah kekuatan dakwah paling ampuh: keteladanan. Para dai harus menjadi cermin akhlak mulia, bukan sekadar pengucap kata-kata indah.
5. Pemahaman Kontekstual
Nabi memahami masyarakatnya dan menggunakan pendekatan yang sesuai. Di zaman digital ini, dai perlu melek teknologi, memahami psikologi media, dan menyampaikan pesan dengan cara yang relevan tanpa mengorbankan nilai-nilai kebenaran.
Motivasi untuk Terus Berdakwah
Bagi setiap muslim yang menyeru kepada kebaikan, ada janji yang agung:
“Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.”
(HR. Muslim).
Dan Rasulullah Saw. bersabda:
“Sampaikan dariku walau hanya satu ayat.”
(HR. Bukhari).
Ini artinya, setiap dari kita bisa menjadi bagian dari misi kenabian. Tidak harus menjadi ulama besar, tidak harus memiliki ribuan pengikut, cukup dengan niat tulus, ilmu yang benar, dan akhlak yang indah, kita bisa menjadi cahaya di tengah kegelapan.
Penutup: Menjadi Dai di Jalan Rasulullah
Menjadi dai bukan pekerjaan ringan, tetapi ia adalah jalan para nabi. Ia mulia, karena ia jalan perjuangan. Ia berat, karena menuntut keteguhan. Namun, ia indah karena dijanjikan pahala tak terhingga. Mari kita hidupkan kembali semangat dakwah Rasulullah Saw. dalam diri kita, dalam keluarga, di media sosial, di masjid, di ruang publik. Kita tidak bisa menjadi Nabi, tetapi kita bisa meneladaninya.
Oleh karena dunia ini sedang rindu pada suara kebenaran yang lembut, cahaya petunjuk yang hangat, dan teladan hidup yang memikat.
"Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Allah dengan hujjah yang nyata..."
(QS. Yusuf: 108).
Semoga kita termasuk dalam golongan mereka para penyeru kebaikan, penerus jejak Rasulullah Saw. Aamiin.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual.
Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo