×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menangkal Penyakit Menular Kronis, Kontroversi Uji Coba Vaksin dari Bill Gates

Selasa, 13 Mei 2025 | 21:09 WIB Last Updated 2025-05-13T22:12:05Z

Tintasiyasi.ID -- Menanggapi kontroversi uji coba vaksin TBC guna menangkal penyakit menular kronis tersebut di Indonesia dari Bill Gates, Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) mengeluarkan Opini Intelektual No. 003 pada 09 Mei 2025.

 

“Menanggapi rencana uji coba vaksin TBC dan Malaria dari Bill Gates di Indonesia yang menimbulkan kontroversi di sejumlah kalangan, dapat disampaikan Opini Intelektual sebagai berikut,” rilis HILMI kepada TintaSiyasi.ID.

 

HILMI menyatakan, uji klinis (clinical trial) adalah proses ilmiah dan etis yang digunakan untuk menguji keamanan dan efektivitas obat atau vaksin pada manusia. Di situ ada lembar persetujuan (informed consent) dari calon sample, proses ini di bawah pengawasan ketat (sudah melewati uji klinis 1-3 di laboratorium dan hewan uji), dan semua melewati protokol ketat dari badan etika dan kesehatan nasional maupun internasional (BPOM, WHO dll). Bila ada kecelakaan, korban akan mendapatkan perlindungan dan santunan.

 

“Jadi uji klinis bukan menjadikan sample sebagai "kelinci percobaan", dalam konotasi tidak jelas dasar terapinya, langsung dipraktikkan ke manusia tanpa orang itu tahu terapinya sudah diuji atau belum, tanpa pengawasan atau kontrol yang adil, dan bila ada kecelakaan, pasien tidak mendapat perlindungan hukum atau medis. Bilang saja "qadarullah". Yang seperti ini justru banyak terjadi pada pengobatan alternatif abal-abal (kadang bawa-bawa istilah "nabawi", "sunnah", "syariat" atau "akhir zaman"),” terang HILMI.

 

Selain itu, sebut HILMI, data menunjukkan sebagai berikut:


Pertama, Indonesia memang memiliki kasus TBC sebanyak 1,06 juta kasus (menurut WHO Global Tuberculosis Report, 2023), atau 10 persen dunia.


Kedua, untuk malaria, menurut World Malaria Report 2023, Indonesua ranking 3 di bawah Nigeria dan Rep. Demokratik Congo. Indonesia ada 15,9 juta kasus, atau 7persen global.


Ketiga, Indonesia dipilih karena faskesnya relatif lebih merata dibanding India, dan tingkat pendidikan masyarakatnya relatif lebih tinggi dari kaum Prindapan itu.


Keempat, secara infrastruktur, Indonesia juga lebih maju dari negara-negara Afrika itu, mayoritas kasus di Papua.


Kelima, yayasan yang didirikan Bill Gates (Bill & Melinda Gates Foundation, BMGF) memang sudah lama "menginvestasikan" miliaran dolar untuk riset guna menciptakan vaksin bagi penyakit yang masih endemik di dunia, seperti TBC dan malaria. Mereka menegaskan bahwa profit dari investasi ini adalah angka harapan hidup yang lebih tinggi bagi anak-anak di negara berkembang, bukan profit pribadi.


Keenam, BMGF pernah menyumbang Serum Institute of India sebesar USD 200 juta (sekitar Rp3,4 triliun) untuk memproduksi vaksin Covid untuk dibagikan ke negara-negara miskin secara gratis.


Ketujuh, aneka tuduhan teori konspirasi terhadap Gates dll sudah berulang dibantah, dan tak pernah terbukti.


Kedelapan, dampak buruk potensial dari uji coba vaksin TBC dan malaria BMGF di Indonesia meliputi efek samping medis (respons alergi, selama ini sangat kecil), tantangan etika seperti informed consent dan persepsi eksploitasi, ketidakpercayaan publik seputar 26.000 jiwa yang dipilih sebagai sample, beban pada sistem kesehatan, ketergantungan pada pendanaan asing, dan konflik dengan prioritas lokal. Kekhawatiran itu diperburuk oleh sebaran fasilitas kesehatan yang tidak merata dan tingkat pendidikan rendah di beberapa daerah, yang meningkatkan risiko kesalahan prosedur dan stigma.

 

“Untuk meminimalkan dampak buruk, diperlukan transparansi, edukasi publik yang kuat, dan penguatan kapasitas lokal. Meskipun risiko ada, uji coba ini juga menawarkan peluang untuk mengatasi beban TBC dan malaria yang besar di Indonesia, asalkan dikelola dengan hati-hati dan sensitif pada konteks local,” imbuh HILMI dalam rilisnya.

 

Pandangan Islami atas Rencana Uji Coba Vaksin oleh Bill Gates di Indonesia

 

HILMI menyebut bahwa rencana Bill Gates untuk melakukan uji coba vaksin TBC dan malaria di Indonesia adalah sebuah inisiatif global yang patut disambut secara positif. “Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat, tidak menutup diri terhadap kemajuan teknologi, termasuk di bidang kesehatan. Selama prosedur uji coba dilakukan secara benar, halal, transparan, dan memenuhi kaidah ilmiah serta etika medis, maka hal ini sejalan dengan prinsip Islam dalam menjaga jiwa (hifz al-nafs), salah satu dari lima tujuan utama syariat (maqāşid al-syari'ah),” beber HILMI.

 

“Namun, di sisi lain, menjadi keprihatinan tersendiri bahwa inisiatif sebesar ini justru datang dari luar umat Islam. Seharusnya, di tengah umat ini, ada para aghniyā' (orang-orang kaya) yang memiliki visi dan kepedulian untuk mengambil peran serupa, bahkan melampaui itu. Apalagi ketika umat ini menyimpan sejarah panjang kejayaan dalam sains dan pengobatan, yang dahulu melahirkan tokoh-tokoh seperti Ibn Sina, al-Razi, dan al-Zahrawi,” ungkap HILMI lagi.

 

Akan lebih ideal, lanjut penjelasan HILMI, jika inisiatif-inisiatif besar dalam bidang kesehatan dan teknologi justru digagas oleh negara-negara Islam sendiri. “Umat Islam memiliki misi global sebagai rahmatan lil 'alamin, yang dulu dijalankan oleh Khilafah Islamiah melalui penyebaran ilmu dan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia. Salah satu contohnya adalah teknologi awal vaksinasi cacar (variolation) yang diterapkan di Kekhalifahan Utsmaniah, dan kemudian diperkenalkan ke Inggris oleh Lady Mary Wortley Montagu. Ini menjadi bukti bahwa dunia Islam bukan hanya penerima teknologi, tetapi pernah menjadi pelopornya,” sebut himpunan para intelektual tersebut.

 

“Jika umat Islam kembali meraih visi besar ini -yakni kepemimpinan dalam peradaban dan sains- mereka bukan hanya akan mampu menjaga negeri-negeri Islam dari ancaman penyakit, tetapi juga melindungi seluruh dunia dari agenda-agenda jahat yang menjadikan kesehatan global sebagai komoditas keuntungan elit tertentu. Maka, kebangkitan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan adalah keniscayaan untuk membangun dunia yang lebih adil dan manusiawi,” sebut HILMI dalam akhir rilisnya.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update