×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dakwah dengan Mau'izhah Hasanah: Sentuhan Lembut yang Mencerahkan Umat

Kamis, 08 Mei 2025 | 19:40 WIB Last Updated 2025-05-09T13:53:40Z
TintaSiyasi.id -- Pendahuluan: Kebutuhan Akan Dakwah yang Menyejukkan.
Di tengah dinamika zaman yang serba cepat, hingar bingar informasi dan kerapnya kegaduhan sosial, umat membutuhkan suara dakwah yang sejuk, lembut, dan penuh hikmah. Banyak jiwa yang resah, hati yang gersang, dan akal yang bingung. Mereka tidak butuh teriakan, cemoohan atau vonis, tetapi nasihat lembut yang menyentuh hati, yang membawa mereka kembali kepada cahaya kebenaran.

Inilah urgensi dari metode mau‘izhah hasanah dalam dakwah, pendekatan yang telah diajarkan Al-Qur’an dan diteladankan Rasulullah Saw. kepada umat manusia.

Makna dan Kedalaman Mau‘izhah Hasanah

Allah SWT berfirman:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ۚ

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mau‘izhah hasanah serta bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS. An-Nahl: 125).

Ayat ini menjadi fondasi penting dalam metodologi dakwah. Tiga pendekatan ditawarkan: hikmah, mau‘izhah hasanah, dan jidal dengan cara terbaik. Ketiganya bukan hanya teknik komunikasi, tetapi pancaran dari kedalaman iman, ilmu, dan akhlak.

Secara etimologi:

Mau‘izhah berasal dari akar kata "wa‘aẓa" yang berarti memberikan peringatan dengan kelembutan hati, yang membuat seseorang sadar dan terdorong untuk berubah.

Hasanah bermakna baik, indah, dan penuh kebaikan.

Maka mau‘izhah hasanah adalah nasihat atau peringatan yang disampaikan dengan cara yang baik, menyentuh hati, membangkitkan kesadaran, dan tidak menyakiti.

Tafsir Para Ulama: Dimensi Spiritualitas dan Psikologis

1. Ibn Jarir al-Tabari
Beliau menafsirkan bahwa mau‘izhah hasanah adalah seruan dengan kebaikan, kelembutan, dan penuh kasih. Dakwah tidak boleh dengan kekerasan, apalagi dengan hinaan.

2. Imam al-Qurthubi
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa pendekatan ini cocok bagi orang yang masih awam atau belum mengenal Islam secara mendalam. Dakwah harus disampaikan dengan kata-kata yang tidak kasar, agar hati tidak tertutup sebelum menerima kebenaran.

3. Syaikh Abdurrahman as-Sa‘di
Ia menyebut bahwa ayat ini menjadi dasar segmentasi dakwah:

Hikmah untuk yang berilmu.

Mau‘izhah hasanah untuk pencari kebenaran.
Jidal untuk yang menolak atau berdebat, tetapi tetap harus dengan cara terbaik.

Inspirasi dari Dakwah Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw. adalah teladan utama dalam menerapkan mau‘izhah hasanah. Beliau tidak hanya berbicara, tetapi merangkul hati.

a. Ketika Menasihati Seorang Pemuda yang Ingin Berzina

Seorang pemuda datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, “Izinkan aku berzina.” Para sahabat marah, tetapi Nabi menenangkannya. Beliau bertanya dengan lembut, “Apakah kau rela jika itu dilakukan kepada ibumu, saudara perempuanmu, anak perempuanmu?”

Pemuda itu menjawab, “Tidak.”

Rasulullah lalu meletakkan tangannya di dada pemuda itu dan berdoa:
"Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikan hatinya, dan peliharalah kehormatannya."

Pemuda itu pun berubah menjadi orang yang paling membenci zina. Subhanallah! Inilah efek dari mau‘izhah hasanah yang lahir dari kasih sayang.

b. Dakwah kepada Penduduk Thaif

Ketika Rasulullah berdakwah ke Thaif, beliau diusir dan dilempari batu. Malaikat penjaga gunung menawarkan untuk menghancurkan kota itu, tetapi Rasul berkata:
"Aku berharap dari keturunan mereka akan lahir generasi yang menyembah Allah."

Sikap ini adalah bentuk paling luhur dari mau‘izhah hasanah, mengutamakan harapan atas hidayah dibanding balas dendam.

Penerapan Mau‘izhah Hasanah di Era Modern

Hari ini, banyak medan dakwah yang terbuka, seperti media sosial, podcast, khutbah, seminar, bahkan ruang keluarga. Namun, metode yang digunakan seringkali kaku dan reaktif. Umat lebih sering dihakimi daripada dipahami.

Maka, mari hidupkan mau‘izhah hasanah dalam dakwah kita dengan:

1. Mengenali audiens: Pahami latar belakang, tingkat pemahaman, dan kebutuhan ruhani pendengar.

2. Bahasa yang membangun: Gunakan kalimat yang menggugah, bukan menggurui.

3. Sertakan kisah dan perenungan: Orang lebih terkesan dengan cerita dan analogi yang menyentuh.

4. Penuh cinta dan empati: Jangan bicara untuk menunjukkan kehebatan diri, tetapi untuk menyelamatkan saudara kita.

Penutup: Dakwah yang Menumbuhkan, Bukan Menjatuhkan

Mau‘izhah hasanah bukan sekadar teknik, melainkan cerminan akhlak seorang dai sejati. Ia tidak hanya menyampaikan kebenaran, tetapi juga menghidupkan harapan. Ia tidak hanya menyentuh pikiran, tetapi juga menggugah jiwa.

Dalam dunia yang keras dan penuh luka, dakwah yang lembut adalah obat yang sangat dibutuhkan umat. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk berdakwah dengan kelembutan, dan menyampaikan kebenaran dengan penuh cinta, sebagaimana Rasulullah Saw. telah meneladankannya.

"Dakwah adalah pelita. Jangan padamkan nyalanya dengan amarah, tapi biarkan ia menyala dengan cinta dan kasih sayang."

Dr. Nasrul Syarif M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual. 
Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update