×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Melumpuhkan Islam dalam Jebakan Kosmetik (Seri Jebakan Islam Moderat 2)

Selasa, 13 Mei 2025 | 19:02 WIB Last Updated 2025-05-13T12:02:29Z

Tintasiyasi.ID -- Umat Islam hari ini disuguhi banyak jebakan. Salah satu yang paling berbahaya adalah jebakan “Islam moderat”. Tampaknya indah. Terdengar ramah. Tetapi sesungguhnya itu racun yang melumpuhkan. Jebakan ini dirancang agar umat Islam cukup bangga dengan label Islam, tetapi tidak pernah memperjuangkan Islam sebagai sistem hidup yang kaffah.

 

Islam yang Dijinakkan

 

Jargon “Islam moderat” bukan lahir dari ruang kosong. Itu bagian dari strategi global. Dalam laporan RAND Corporation, think-tank penting Amerika Serikat, ada proyek besar bertajuk Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies (2003). Di sana terang-terangan disebut perlunya mendukung kelompok Islam “moderat” dan “sekuler”. Langkah ini dimaksudkan untuk membendung kebangkitan Islam politik dan penerapan syariah secara menyeluruh.

 

Mereka klasifikasikan umat Islam jadi empat: fundamentalist, traditionalist, modernist, dan secularist. Targetnya jelas: hancurkan fundamentalis. Dukung modernis. Jinakkan tradisionalis. Dan, amplifikasi sekularis. Sayangnya, strategi itu laris manis. Berhasil ditetapkan di banyak negeri Muslim, termasuk Indonesia.

 

Banyak tokoh dan institusi Islam terseret jadi corong narasi moderat. Mereka bicara “Islam damai”, “Islam toleran”, “Islam adaptif”. Tetapi pada saat yang sama mereka diam terhadap penjajahan ekonomi, ketimpangan sosial, kriminalisasi ulama, dan kerusakan negara. Islam dipaksa menyesuaikan diri dengan sistem rusak. Bukan sebaliknya!

 

Kebaikan yang Salah Arah

 

Islam bukan sekadar soal wajah lembut, senyum manis, dan sikap ramah. Islam adalah petunjuk hidup yang lengkap. Islam dari Allah, yang mengatur seluruh sisi kehidupan. Karena itu, kita tidak bisa menilai “baik” atau “buruk” hanya dari tampilan dan arahan Barat atau Timur.

 

Sebagaimana ditegaskan oleh Allah Swt.:

 

> لَيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَـٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ وَٱلْمَلَـٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَـٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ...

 

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Tetapi sesungguhnya kebajikan ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi... (QS Al-Baqarah [2]: 177).

 

Ayat ini menegaskan: kebaikan bukan sekadar simbolik, tetapi substansial. Kebaikan, menurut Allah, adalah ketaatan total. Islam tidak bisa dipilih sebagian dan ditinggal sebagian. Islam bukan hanya soal salat dan puasa. Tetapi juga tentang hukum, politik, ekonomi, dan negara.

 

Islam Tidak Bisa Setengah-Setengah

 

Hari ini kita disuguhi berbagai narasi: Islam Nusantara, Islam ramah, Islam kebangsaan, Islam transformatif, dan seterusnya. Tetapi semua itu tidak pernah mengarah ke satu hal paling penting: penerapan syariah dan tegaknya khilafah sebagai sistem kehidupan. Sebaliknya, jargon itu justru digunakan untuk menolak Islam kaffah.

 

Padahal Allah telah memberi perintah yang sangat jelas:

 

> يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَـٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّۭ مُّبِينٌ

 

Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, dia musuh yang nyata bagimu. (QS Al-Baqarah [2]: 208).

 

Islam kaffah artinya menjadikan Islam sebagai satu-satunya sistem yang memimpin kehidupan. Bukan disubordinasikan kepada demokrasi. Bukan dikompromikan dengan kapitalisme. Bukan disesuaikan dengan budaya sekuler atau nilai-nilai Barat.

 

Yang Tegas Itulah Rahmat

 

Jebakan Islam moderat membuat banyak orang salah sangka. Seolah Islam yang tegas adalah ancaman. Di sisi lain, yang “ramah” (dalam definisi Barat) adalah berkah. Padahal Islam yang asli, yang diterapkan total, justru adalah rahmat bagi semesta alam.

 

> وَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَـٰلَمِينَ

 

Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS Al-Anbiyā’ [21]: 107)

 

Tetapi rahmat itu harus ditegakkan lewat sistem yang adil. Bukan sekadar ceramah motivasi. Bukan hanya dakwah personal. Tetapi lewat negara yang menegakkan syariat, menjaga umat, dan menghadang kezaliman. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

 

> إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

 

Sesungguhnya Imam (khalifah) itu laksana perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. (HR Muslim).

 

Islam Kaffah Bukan Utopia

 

Islam kaffah bukan wacana kosong. Ini sistem yang pernah diterapkan lebih dari 13 abad. Ia melahirkan peradaban besar dari Madinah hingga Istanbul. Ia memberi keamanan, pendidikan, dan kesehatan gratis. Ia menjaga martabat perempuan, menghormati minoritas, dan menjamin keadilan sosial.

 

Islam melarang riba, melindungi kepemilikan publik, dan menjadikan negara sebagai pengelola amanah umat. Islam tidak mengenal parlemen elite, utang luar negeri, atau permainan lobi asing.

 

Bandingkan dengan demokrasi yang penuh suap. Kapitalisme yang menindas. Sosialisme yang mematikan kreativitas. Semua itu sudah gagal. Islam yang pernah berjaya, kini saatnya bangkit kembali.

 

Kita tidak bisa terus terjebak pada Islam kosmetik. Islam yang hanya dikutip saat pemilu. Islam yang dibatasi di masjid dan sekolah, tetapi tidak boleh menyentuh istana dan parlemen.

 

Umat harus sadar. Solusi tidak akan datang dari sistem yang menjajah. Solusi tidak lahir dari elite yang berselingkuh dengan kepentingan asing. Solusi hanya ada pada Islam, bila diterapkan secara kaffah.

 

Saatnya umat bangkit. Bukan sekadar sebagai pemeluk Islam, tetapi sebagai pejuang tegaknya Islam. Sebab hanya Islam kaffah yang akan menyelamatkan dunia, menyelamatkan dan menyejahterakan rakyatya. Yang tidak kalah pentingnya, Islam memberi kemenangan di dunia juga akhirat.

 

(Bersambung Bagian 2.1: Asal-usul dan Desain Global Islam Moderat. In sya Allah)

 

Jakarta, 9 Mei 2025

 

 

Oleh: Edy Mulyadi

Wartawan Senior

Opini

×
Berita Terbaru Update