Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Cinta yang Murni: Antara Pengakuan dan Kenyataan

Jumat, 02 Mei 2025 | 03:30 WIB Last Updated 2025-05-01T20:30:31Z

TintaSiyasi.id -- "Barangsiapa mengaku cinta kepada Allah Azza wa Jalla, namun masih meminta kepada selain-Nya, maka sungguh pengakuannya dusta." (Ungkapan hikmah dari para arif billah)

Dalam kehidupan modern yang penuh dengan distraksi, manusia sering terjebak dalam pengakuan tanpa pembuktian. Salah satu pengakuan tertinggi adalah cinta kepada Allah. Namun, adakah cinta itu benar-benar tertanam dalam hati, atau hanya sebatas lafaz di lisan?


Mengaku Cinta, tapi kepada Siapa Kita Meminta?

Cinta sejati kepada Allah bukan hanya dirasakan saat tangis doa mengalir di malam hari, tapi juga saat hati bersandar hanya kepada-Nya di tengah kesempitan hidup. Sering kali, kita menyebut nama-Nya dalam zikir, namun saat ujian datang, hati kita berlari kepada makhluk—menggantungkan harap kepada manusia, kekayaan, jabatan, atau kekuasaan.

Inilah bentuk cinta yang belum sempurna. Sebab cinta sejati kepada Allah menuntut kebergantungan yang utuh kepada-Nya. Allah cemburu bila hati hamba-Nya lebih condong kepada selain Dia. Maka setiap kali kita lebih berharap kepada makhluk, bisa jadi itulah sebab keterlambatan pertolongan-Nya—karena kita belum benar-benar menegakkan tauhid dalam cinta.


Refleksi dari Para Wali Allah

Sayyid Abdul Qadir al-Jailani pernah berkata, “Jadilah engkau seperti mayat di hadapan tukang memandikan—pasrah total kepada kehendak Rabbmu.” Ini bukan sikap pasif, melainkan ekspresi dari iman dan cinta yang telah mencapai derajat yakin. Tidak ada ketergantungan selain kepada Allah. Tidak ada pintu yang diketuk kecuali pintu-Nya.

Para salafush shalih mencontohkan bagaimana cinta kepada Allah tidak sekadar ibadah, tapi juga dalam memilih harapan, menggantungkan doa, dan bersabar atas takdir.


Tanda-tanda Cinta yang Sejati

1. Tidak mengeluh kepada makhluk: Hati yang mencintai Allah tidak ringan mengeluh kepada manusia, karena yakin bahwa hanya Allah yang mampu menolong dan memahami secara sempurna.

2. Qana’ah dan ridha: Cinta melahirkan kepuasan atas pemberian Sang Kekasih. Apa pun bentuknya, hamba menerimanya dengan lapang dada.

3. Menjaga waktu bersama-Nya: Seorang pecinta akan mencari waktu untuk bermunajat, menanti malam hanya untuk berbicara dengan-Nya.

4. Tak takut kehilangan apa pun selain Allah: Dunia boleh pergi, manusia boleh menjauh, tetapi selama Allah tetap di hati, ia tetap kokoh.


Penutup: Mari Mengukur Cinta Kita

Pertanyaan yang perlu kita renungkan: Benarkah aku mencintai Allah? Ataukah aku hanya mencintai pertolongan dan pemberian-Nya saja? Cinta kepada Allah tidak cukup diucapkan. Ia harus dibuktikan dengan kepasrahan, ketaatan, dan keyakinan yang utuh.

Ketika kita merasa dunia tak berpihak, jangan lari ke arah yang salah. Kembalilah kepada-Nya. Letakkan cinta kita di tempat yang semestinya. Sebab tidak ada cinta yang lebih membahagiakan daripada cinta kepada Allah, dan tidak ada tempat bergantung yang lebih kokoh daripada kehadiran-Nya dalam hati. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN 

Opini

×
Berita Terbaru Update