TintaSiyasi.id-- Dalam ajaran Islam dan tasawuf, terdapat konsep mendasar tentang yang fana (sementara, musnah) dan yang baka (abadi, kekal). Jalaluddin Rumi sering membahas hal ini dalam puisinya, mengingatkan manusia untuk tidak terjebak dalam kefanaan dunia dan mencari keabadian dalam cinta Ilahi.
1. Yang Fana: Kehidupan Dunia yang Sementara
Segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara dan tidak kekal—harta, jabatan, kecantikan, bahkan kehidupan manusia itu sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Hiduplah di dunia seakan-akan engkau adalah orang asing atau musafir." (HR. Bukhari)
Rumi menggambarkan dunia ini sebagai pasar malam, tempat manusia hanya singgah sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih kekal. Ia berkata:
"Dunia ini seperti ilusi. Jika engkau terpikat olehnya, ia akan meninggalkanmu dalam kehampaan."
Yang termasuk dalam fana adalah:
Harta, kekayaan, dan jabatan
Wajah dan tubuh yang menua
Hubungan dan perasaan yang berubah
Penderitaan dan kesenangan dunia
Maka, siapa yang terlalu bergantung pada dunia, pasti akan kecewa karena segalanya akan berlalu.
2. Yang Baka: Keabadian dalam Cinta Ilahi
Berbeda dengan dunia yang fana, Allah adalah Al-Baqi (Yang Maha Kekal). Segala sesuatu akan musnah kecuali Dia. Dalam Al-Qur'an disebutkan:
"Segala sesuatu akan binasa, kecuali wajah-Nya (Allah)." (QS. Al-Qashash: 88)
Menurut Rumi, cara untuk mencapai keabadian adalah dengan meleburkan diri dalam cinta kepada Allah. Ia berkata:
"Matilah sebelum engkau mati, maka engkau akan hidup selamanya."
Maksudnya, matilah dari keterikatan duniawi sebelum kematian yang sebenarnya datang, sehingga kita bisa merasakan keabadian dalam ketenangan jiwa.
Yang termasuk dalam baka adalah:
Allah dan sifat-sifat-Nya
Amal kebaikan yang dilakukan karena Allah
Ilmu dan hikmah yang bermanfaat
Cinta sejati kepada Sang Pencipta
3. Bagaimana Menyeimbangkan Kehidupan Fana dan Mencari yang Baka?
Rumi dan para sufi lainnya tidak mengajarkan untuk meninggalkan dunia sepenuhnya, tetapi jangan menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Berikut adalah cara hidup yang seimbang:
1. Gunakan dunia untuk akhirat – Harta, ilmu, dan waktu yang kita miliki seharusnya digunakan untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
2. Bersikap zuhud – Artinya, meskipun memiliki dunia, hati kita tidak terikat padanya.
3. Perbanyak dzikir dan ibadah – Ini mengingatkan kita bahwa tujuan akhir adalah bertemu dengan Allah.
4. Berbuat baik dan meninggalkan jejak kebaikan – Amal baik akan tetap ada walaupun kita telah tiada.
Kesimpulan
Dunia ini fana, tetapi jiwa yang mencintai Allah akan tetap abadi. Jangan terlalu terikat pada dunia yang pasti akan berlalu, tetapi carilah keabadian dalam kasih sayang-Nya.
Sebagaimana Rumi berkata:
"Jangan menangisi apa yang hilang, karena segala sesuatu yang pergi hanyalah menuju asalnya."
Apa yang paling menyentuh hatimu dari konsep yang fana dan yang baka ini?
Oleh. Dr. Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)