TintaSiyasi.id -- Metrotvnews.com (16/02/2025) — Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Achmad Nur Hidayat, menyatakan bahwa pemangkasan anggaran yang dilakukan secara sembrono berisiko besar terhadap kinerja kementerian dan lembaga negara.
Dengan dalih ingin menghemat pengeluaran belanja negara, dipilihlah jalan pemangkasan anggaran. Ini membuktikan bahwa negara sebelumnya memang tidak becus mengelola dan mengatur keuangan rakyat. Padahal, tujuan dari pemangkasan anggaran ini sendiri sebenarnya hanya untuk pencitraan belaka, mengingat sistem ekonomi yang digunakan saat ini masih berpijak pada sistem ekonomi kapitalisme-sekulerisme.
Lagi-lagi yang menjadi sasaran empuk para kapitalis-oligarki adalah rakyat sendiri. Bagaimana tidak? Pemangkasan anggaran ini dilakukan dengan mengorbankan hak-hak rakyat. Di berbagai bidang, upah dan gaji sudah mulai dipangkas. Layanan publik pun berjalan tidak maksimal karena kurangnya biaya. Gaji atau upah yang seharusnya diterima penuh oleh para pekerja kini hanya mereka dapatkan sebagian kecil saja.
Terbukti bahwa pemerintah sebenarnya masih abai dalam meriayah (mengurus) rakyatnya. Meski secara zahir tujuan yang diniatkan sudah baik — ingin menghemat pengeluaran dan meningkatkan efisiensi belanja daerah — pelaksanaannya melenceng karena tidak berpikir jangka panjang. Kebijakan ini hanya dilihat dari satu aspek saja, yakni agar para populis otoriter terlihat lebih bijak dengan tidak melakukan pemborosan atau menggunakan uang rakyat tanpa rida mereka. Pemerintah tidak melihat dari aspek masyarakatnya: apakah mereka merasa didzalimi atau tidak, apakah mereka merasa sejahtera atau tidak.
Sistem Ekonomi Kapitalisme
Wajar saja jika sistem yang berlaku masih berada dalam naungan sistem yang rusak — sistem yang tak mampu menyelesaikan masalah hingga ke akarnya — yakni sistem sekulerisme-kapitalisme. Di dalamnya, siklus keuntungan hanya berputar di kalangan oligarki saja. Alih-alih menyejahterakan masyarakat, kebijakan ini justru berujung mencekik mereka.
Sistem kapitalisme-sekulerisme tegak atas dasar pemisahan agama dari kehidupan. Mereka berpendapat bahwa manusia berhak membuat peraturan hidup. Mereka juga mempertahankan kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. Dari sistem hak milik inilah lahir sistem ekonomi kapitalisme.
Sejatinya, para elite kekuasaan (pemerintah) hanya tunduk kepada para kapitalis (pemilik modal). Bahkan, dapat dikatakan bahwa merekalah penguasa sebenarnya di negeri penganut ideologi kapitalisme. Jadi, wajar saja jika hasil yang dicapai pun rusak karena akarnya pun kualitasnya buruk.
Adapun Sistem Ekonomi Islam
Pandangan Islam sendiri terhadap harta adalah bahwa pada prinsipnya kepemilikan harta berada di tangan Allah. Dengan anggapan bahwa Allah-lah pemilik segalanya, sesuai firman-Nya:
"Dan orang-orang yang tidak mempunyai sesuatu untuk dinafkahkan, hendaklah mereka menahan diri (bersabar) hingga Allah memberikan kemampuan kepada mereka dari karunia-Nya." (Q.S. an-Nur: 33)
Selain itu, Islam memiliki kekhasan dalam sistem ekonominya, yakni:
1. Syumuliyyah (menyeluruh) dan ittisa’ (keluasan). Islam memiliki dalil yang menguraikan seluruh problematika ekonomi yang dihadapi manusia dalam kehidupannya.
2. Islam sangat memperhatikan perbedaan masing-masing individu serta menjelaskan kewajiban orang-orang kaya dan hak orang-orang fakir.
3. Islam memelihara keseimbangan materi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Daulah Khilafah Islamiyyah menjamin rakyat terpenuhi hak-haknya, terutama dalam soal harta.
Maka terbukti bahwa Islam adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan permasalahan hingga ke akarnya. Sebab, sistem ini berasal dari Sang Khalik yang pasti mengetahui segala sesuatu yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh: Marsa Qalbina N
Aktivis Muslimah