TintaSiyasi.id-- Sebenarnya kabar ini bukan kabar yang mengagetkan, tetapi inilah yang sesungguhnya terjadi, yakni negara dikendalikan oligarki. Dikabarkan dari CNBC Indonesia, Presiden RI Prabowo Subianto menggelar pertemuan dengan delapan taipan (pengusaha besar) pada Kamis, (6-3-2025). Para konglomerat tersebut diketahui memliki beragam perusahaan yang bergerak di bidang strategis di Indonesia. Melalui instagram resmi Sekretariat Kabinet RI, delapan konglomerat yang hadir di antaranya, Anthony Salim, Sugianto Kusuma, Prajogo Pangestu, Boy Thohir, Franky Widjaja, Dato Sri Tahir, James Riady, dan Tomy Winata. PP Pertemuan tersebut membahas terkait perkembangan kondisi terkini serta program-program prioritas pemerintah.
Katanya pemerintah dibangun dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, tetapi demokrasi telah menunjukkan jati dirinya, yaitu korporatokrasi. Hal ini ditunjukkan bagaimana para taipan yang diundang istimewa ke istana. Seharusnya setelah aksi berjilid-jilid yang dilakukan mahasiswa atau netizen terkait Indonesia Gelap ditanggapi dengan mengundang dan mendengarkan aspirasi mereka, tetapi yang dilakukan pemerintah malah mengundang 8 konglomerat tersebut. Korporatokrasi makin tampak karena segelintir elit mendominasi pengambilan keputusan di negeri ini.
Menyoal Undangan Prabowo kepada 8 Taipan ke Istana
Undangan 8 taipan ke istana tentunya tidak main-main. Mereka bertemu untuk membicarakan proyek besar yang digadang-gadang oleh Prabowo beberapa waktu lalu. Hal tersebut bisa dikonfirmasi melalui Tempo.co (6-3-2025), Prabowo dan kedelapan pengusaha itu mendiskusikan program-program utama yang tengah dijalankan oleh pemerintah. Beberapa di antaranya program makan bergizi gratis, infrastruktur, industri tekstil, swasembada pangan dan energi, industrialisasi. Termasuk yang dibahas adalah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Prabowo disebut mengapresiasi dukungan para taipan itu terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Negara ini memang ingin maju dan berkembang. Kemajuan dan perkembangan yang diinginkan adalah dengan melakukan pembangunan secara besar-besaran. Namun sayangnya, mengapa dalam hal pendanaan negara tampak tidak mandiri dan harus mencari investasi baik dalam negeri maupun luar negeri. Inilah yang menyebabkan banyak kebijakan di negeri ini berpihak kepada korporat, segelintir elit (oligarki), atau kapitalis asing.
Banyak sekali program pemerintah yang berkolaborasi bahkan menyerahkan konsensinya kepada korporat baik dalam negeri maupun asing justru membuat penderitaan dan ketidakadilan yang dialami rakyat. Seolah-olah atas nama proyek strategis nasional, para kapitalis bisa berlaku seenaknya kepada rakyat. Dari menggusur tanah milik mereka, mencaplok ruang publik, mengakuisisi tanah, laut, gunung, dan sebagainya demi proyek yang mereka jalankan. Inilah contoh kezaliman terstruktur tersebut.
Ada beberapa titik kritis terkait program-program pemerintah yang cenderung melahirkan ketidakadilan. Semua negara ingin maju, melakukan pembangunan infrastruktur, ataupun menjalankan program-program yang menyejahterakan. Namun, seharusnya memperhatikan beberapa hal.
Pertama. aspek dana. Jika memang ingin melakukan pembangunan infrastruktur atau program makan bergizi gratis, dananya ada tidak? Sumber dana dari mana? Jika pun ini diambil dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), apakah APBN negara ini kuat melakukan berbagai proyek tersebut? Kalau tidak kuat seharusnya melakukan evaluasi berkelanjutan mengapa APBN negara lemah, sumbernya dari mana dan untuk apa saja? Apakah ada kekeliruan dalam mengatur pemasukan dan pengeluaran tersebut?
Titik kritik kelola APBN negeri ini adalah diatur dengan sistem yang mengabaikan syariat Islam. Walhasil, mereka mengatur berdasarkan kepentingan yang berkuasa. Dampaknya ketika APBN tidak kuat menyelenggarakan berbagai program mereka menyerahkan ke pihak swasta, entah itu segelintir korporat atau kapitalis baik dalam negeri maupun luar negeri. Bergantung pada investasi asing untuk menyelenggarakan proyek nasional. Sehingga, hal ini menjadi pintu masuk penjajahan asing mengatasnamakan berbagai proyek kerja sama dengan negara.
Kedua, penyerahan urusan umat yang seharusnya dikelola negara menjadi dikelola pihak swasta atau kapitalis atau korporat membuat permasalahan umat dikomersialisasi dan dikapitalisasi. Kesejahteraan diperjualbelikan dan mendapatkan legitimasi hukum dari negara. Pola pikir sekuler kapitalis adalah mencari keuntungan di setiap transaksi dalam pelayanan umat. Wajar jika keuntungan yang diprioritaskan daripada kemaslahatan ataupun keadilan.
Perampasan hak rakyat sampai hak publik kerap terjadi dan berkelindan di berbagai proyek yang dilakukan negara. Negara yang menjadikan kapitalis sebagai pengelola pembangunan telah menampakkan ketidakadilan dan kezaliman. Ketika mereka melakukan pembangunan yang dikedepankan adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga mengabaikan nilai-nilai keadilan bahkan memakan hak orang dan hak publik.
Akibatnya berbagai permasalahan agraria menjadi masalah berkepanjangan yang berakhir kesengsaraan yang menimpa rakyat. Hak mereka dirampas tanpa keridaan dan keadilan. Di saat yang sama hukum tumpul ke atas dan tidak memihak rakyat kecil. Kekacauan pengelolaan tanah kerap terjadi karena dasar pengaturan bukan berdasarkan syariat Islam. Dalam Islam, sangat jelas pengaturan tanah milik individu, negara, dan umum. Sehingga meminimalisir sengketa tanah yang kerap terjadi di sistem sekuler hari ini.
Ketiga, proyek-proyek yang bekerja sama dengan kapitalis berpotensi besar menjadi lahan korupsi. Korupsi menjadi wajah pengelolaan dana dalam sistem demokrasi yang menampakkan wujud aslinya hari ini yakni korporatokrasi. Berbagai kasus korupsi terkuak tetapi buntu tidak ada solusi yang adil bagi koruptor maupun rakyat yang telah dizalimi selama ini. Semua proyek-proyek negara baik Danantara maupun makan bergizi gratis rawan terjadi korupsi.
Lantas, mungkinkah kerja sama penguasa dengan 8 taipan bersih, adil, dan membawa kesejahteraan? Sepertinya tidak mungkin. Selama sistem yang digunakan adalah kapitalisme sekuler, yang terjadi adalah kecurangan dan kejahatan yang tersistematis. Penting di sini menyadari, demokrasilah yang melahirkan korporatokrasi. Jadi bukan demokrasi mati, demokrasi tetap hidup, tetap dengan jati dirinya, yakni korporatokrasi. Untuk mengakhiri sistem pemerintahan korporatokrasi dibutuhkan sistem benar dan adil dari Yang Mahaadil yakni sistem Islam yang ditetapkan secara keseluruhan.
Dampak Pemerintahan Korporatokrasi terhadap Aspek Politik, Hukum, dan Ekonomi
Demokrasi adalah saudara kembar dari korporatokrasi yang dilahirkan dari ideologi kapitalisme sekuler. Demokrasi tidak pernah mati, tetapi demokrasi adalah kendaraan yang ditunggangi korporatokrasi untuk bisa berjalan. Tidak bisa umat berharap kepada demokrasi lagi, karena demokrasi yang telah menjadi pelindung korporatokrasi agar tetap bisa berjalan. Jadi, tidak mungkin melenyapkan korporatokrasi jika sistemnya masih demokrasi kapitalisme sekuler.
Dampak serius korporatokrasi terhadap aspek politik sebagai berikut. Pertama, mau tidak mau, suka tidak suka, negara ini telah menerapkan ideologi kapitalisme sekuler yang akan menciptakan berbagai kezaliman dan kerusakan secara sistematis dan terstruktur. Siapa pun pemimpinnya tetap sama saja, karena manusia spek malaikat pun bisa menjadi iblis berada di dalam sistem kapitalisme sekuler ini. Jika pun ada sosok baik bisa berubah sebagaimana sistem yang telah berjalan.
Kedua, dampak hukum adalah hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum bisa dikendalikan oleh pemilik modal atau yang memiliki kekuatan. Bagi mereka yang lemah akan sulit mendapatkan keadilan. Dalam sistem demokrasi, hukum dijalankan bukan untuk menegakkan keadilan, tetapi untuk menjadi pelindung kezaliman sistematis. Bahkan, berbagai undang-undang dibuat dan disahkan bukan untuk kemaslahatan, tetapi untuk menjadi legitimasi keserakahan para kapitalis dalam menguasai ruang publik.
Ketiga, dampak ekonomi dari korporatokrasi adalah negara tidak memiliki kemandirian ekonomi. Ekonomi negara disetir para kapitalis. Walhasil, harga-harga kebutuhan primer maupun sekunder dikendalikan kapitalis. Badai PHK menghantui karena negara mandul dalam memberikan perlindungan terhadap para buruh. Korporasi terjebak pada sudut pandang kapitalis yang hanya mengejar materi tanpa memikirkan halal-haram ataupun kesejahteraan, sehingga banyak keputusan yang terkadang menzalimi banyak pihak.
Sebenarnya dampak model pemerintahan korporatokrasi banyak sekali. Jika dikerucutkan adalah kezaliman multidimensi, karena negara diatur berdasarkan kepentingan korporasi. Kesejahteraan hanya milik segelintir korporat dan rakyat hanya sebagai pelampiasan ketamakan yang mereka lakukan. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali mengembalikan segala pengaturan negara berdasarkan syariat Islam yang telah diturunkan Allah Swt. melalui Nabi Muhammad saw.
Strategi Islam dalam Membangun Negara Kuat dan Tidak Mudah Disetir Korporat
Dalam pandangan Islam, manusia dilarang mengatur dirinya sendiri atau masyarakat pada umumnya menggunakan aturan selain Allah Swt. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala dalam surah Al-Maidah ayat 48, "Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu."
Sehingga penerapan hukum Islam secara paripurna yang didasarkan pada ketundukan kepada Allah Swt. mampu menjadi pembatas antara keadilan dan keserakahan korporasi dalam menguasai hajat hidup umat. Memang setiap warga negara tidak ada yang dilarang untuk kaya raya. Mereka dibiarkan bekerja asalkan tidak melalaikan kewajibannya dan tidak melanggar batas syariat.
Sebagai contohnya, dalam penguasaan lahan, individu tidak boleh menguasai kepemilikan publik ataupun negara. Kepemilikan umum seperti tambang, gunung, lautan, ataupun lainnya tidak boleh dikuasai individu. Begitu pun jika memiliki usaha yang sukses dan lancar, mereka tetap harus menunaikan kewajiban zakat yang harus dikeluarkan.
Dalam penerapan hukum Islam ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, negara dibangun berdasarkan akidah Islam yang menerapkan sistem Islam di berbagai sendi kehidupan. Kedua, muslim sebagai pelaksana hukum Islam dan segala keputusan hukum disandarkan berdasarkan sumber Islam Al-Qur'an dan sunah. Sehingga campur tangan hawa nafsu manusia akan bisa diminimalisir dan dicegah.
Ketiga, setiap individu, masyarakat, dan negara melakukan dakwah untuk bersama-sama menegakkan kemakrufan dan mencegah kemungkaran. Seumpama terjadi perselisihan dikembalikan kepada hukum Islam dalam mengatur. Pemimpin atau hakim akan mengambil keputusan yang adil dan terbaik untuk kemaslahatan umat.
Sungguh hanya dengan mengembalikan pengaturan negara kepada syariat Islam mampu menjadi solusi atas permasalahan yang telah terjadi karena sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Selain itu dengan menerapkan Islam mampu menutup celah kecurangan yang dilakukan korporasi. Penerapan hukum Islam dalam segala aspek kehidupan hanya mampu terwujud dalam naungan sistem pemerintahan Khilafah Islamiah.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama. Mungkinkah kerja sama penguasa dengan 8 taipan bersih, adil, dan membawa kesejahteraan? Sepertinya tidak mungkin. Selama sistem yang digunakan adalah kapitalisme sekuler, yang terjadi adalah kecurangan dan kejahatan yang tersistematis. Penting di sini menyadari, demokrasilah yang melahirkan korporatokrasi. Jadi bukan demokrasi mati, demokrasi tetap hidup, tetap dengan jati dirinya, yakni korporatokrasi. Untuk mengakhiri sistem pemerintahan korporatokrasi dibutuhkan sistem benar dan adil dari Yang Mahaadil yakni sistem Islam yang ditetapkan secara keseluruhan.
Kedua. Sebenarnya dampak model pemerintahan korporatokrasi banyak sekali. Jika dikerucutkan adalah kezaliman multidimensi, karena negara diatur berdasarkan kepentingan korporasi. Kesejahteraan hanya milik segelintir korporat dan rakyat hanya sebagai pelampiasan ketamakan yang mereka lakukan. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali mengembalikan segala pengaturan negara berdasarkan syariat Islam yang telah diturunkan Allah Swt. melalui Nabi Muhammad saw.
Ketiga. Sungguh hanya dengan mengembalikan pengaturan negara kepada syariat Islam mampu menjadi solusi atas permasalahan yang telah terjadi karena sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Selain itu dengan menerapkan Islam mampu menutup celah kecurangan yang dilakukan korporasi. Penerapan hukum Islam dalam segala aspek kehidupan hanya mampu terwujud dalam naungan sistem pemerintahan Khilafah Islamiah.
Oleh. Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)
Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo. Rabu, 12 Maret 2025. Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#LamRad #LiveOpperessedOrRiseAgainst