Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kenaikan Harga Jelang Ramadhan, Mengapa Selalu Terjadi?

Minggu, 16 Februari 2025 | 05:43 WIB Last Updated 2025-02-15T22:43:28Z

TintaSiyasi.id -- Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan sudah terpanjau melonjak di beberapa wilayah. Seperti harga bahan pokok di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, terpantau mengalami lonjakan signifikan. Kenaikan harga paling mencolok terjadi pada minyak goreng dan gula, yang terus naik dalam beberapa minggu terakhir. (TribunKaltim.co, 13/2/2025) 

Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga mengakui ada beberapa komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga, bahkan lebih tinggi dari yang ditetapkan oleh pemerintah. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan komoditas-komoditas tersebut kini masih dijual di pasaran dengan harga di atas Harga Acuan Pembelian (HAP) juga Harga Eceran Tertinggi (HET) di antaranya adalah MinyaKita, cabai rawit merah, cabai merah keriting, dan beras medium. (kumparan.com, 4/2/2025)

Seperti sudah menjadi biasa setiap tahunnya kenaikan harga-harga menjelang Ramadhan terus berulang. Hal ini menunjukkan adanya masalah pada pendistribusian barang sehingga berpotensi terjadi kelangkaan dan membuat kenaikan harga barang. Padahal di bulan Ramadhan tingkat konsumsi meningkat, seharusnya pemerintah telah mengantisipasi agar tidak terjadi hal serupa setiap tahun. 

Meningkatnya jumlah permintaan pun menjadi alasan klise meningkatnya harga bahan makanan pokok jelang Ramadhan. Padahal diakui atau tidak, ada problem lain yang mempengaruhi naiknya harga di tengah daya beli masyarakat yang makin menurun, seperti jaminan kelangsungan produksi barang kebutuhan, problem pada rantai pasok (mafia impor, kartel, monopoli, iktikar (menimbun barang dan lain-lain). Semua permasalahan ini seakan biasa terjadi dan tidak ada solusi dari pemerintah atas problem ini. Padahal yang akan diuntungkan dari kenaikan harga-harga bahan pokok ini adalah para mafia dan para mafia itu adalah para pengusaha/pemilik modal. Inilah sistem ekonomi kapitalis yang berstandar pada maslahat. Kemaslahatan akan diraih meskipun merugikan banyak pihak. Kapitalisme telah memberi ruang pada para pemilik modal untuk menguasai pasar. Penguasa hanya berperan sebagai regulator antara pengusaha kepada rakyat. 

Padahal seharusnya penguasa hadir sebagai pengurus rakyat dan memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi secara layak apalagi saat bulan suci Ramadhan. Namun penguasa dalam sistem ekonomi kapitalis telah abai terhadap hal itu. Akhirnya, rakyat merasa semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sulit mendapatkan penghasilan dan sulit memenuhi seluruh kebutuhan disebabkan tingginya harga barang.  

Islam telah memiliki sistem ekonomi yang secara sempurna mengatur produksi, konsumsi hingga distribusi ke tengah masyarakat. Sistem politik ekonomi Islam akan mewujudkan kemaslahatan dengan terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan ditengah masyarakat individu per individu. Islam menjadikan ketersediaan pangan dan jaminan distribusi yang merata sebagai tanggung jawab negara. Sehingga negara tidak akan berlepas tangan terhadap tanggung jawab ini.

Islam juga akan benar-benar memastikan tidak ada penimbunan, tidak ada kecurangan, tidak ada permainan harga, sehingga masyarakat bisa mendapatkan kebutuhannya dengan harga yang terjangkau. 

Negara juga akan meningkatkan produksi untuk menyelesaikan problem kelangkaan, pemantauan dan pengendalian harga komoditas-komoditas ini beserta antisipasinya sesuai hukum syarak. Mulai dari produksi hingga distribusi semua nya akan dipastikan oleh penguasa dalam sistem Islam dapat berjalan dengan baik.

Sistem ekonomi Islam juga meniscayakan adanya pengaturan yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat atas pangan dengan harga murah dan mudah diakses. Semua mekanisme ini hanya bisa diterapkan dalam sistem ekonomi Islam yang berada dalam naungan Khilafah Islam. Khilafah Islam akan mewujudkan kesejahteraan ditengah umat termasuk kesejahteraan dalam pangan.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Pipit Ayu
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update