"Semestinya dunia ini diatur
dengan kebaikan-kebaikan dan itu adalah amanah yang diserahkan kepada umat Islam,
karena Islam adalah rahmatan lil-alamin," ujarnya dalam program Kabar
Petang: Ini Komentar Pengamat Setelah Trump Ngotot Ingin Rebut Terusan Panama,
di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (22/01/2025).
Ia mengaku, prihatin dengan
pengaruh Islam di kancah internasional yang belum bisa diperhitungkan. “Seperti
halnya negara Islam layaknya Arab Saudi, Pakistan, Turki, serta Iran masih
berada dalam bayang-bayang AS,” ungkapnya.
"Negara-negara Islam tidak menjadi
sebuah kekuatan yang independent, apalagi menggunakan prinsip-prinsip Islam
untuk mengimbangi kekuatan Amerika di level global. Masih jauhlah ke arah
sana," keluhnya.
Meski demikian, ia tetap berharap
umat Islam dapat bersaing dengan Amerika di kancah internasional. “Terlebih Islam
memiliki amanah untuk bisa tambil di level internasional sebagai rahmatan
lil-alamin,” tambahnya.
"Itu harus menjadi tugas
kita umat Islam dan juga negara-negara Muslim lainnya," tegasnya.
"Jadi perhatian kepada kita
untuk menaikkan level politik umat Islam terus naik di level global, sehingga
bisa menandingi kapitalisme yang di bawahi Amerika Serikat yang rusak dan
membawa kerusakan," tambahnya.
Adapun, ia menilai, selain
berbicara terkait negara Islam, negara lain seperti Rusia, China, Inggris, dan
Prancis belum menunjukkan taringnya. “Rusia hingga saat ini masih belum
menyelesaikan permasalahan dengan Ukraina dan China. Pun demikian terkait
masalah Laut China Selatan masih maju mundur,” bebernya.
"Negara-negara Eropa seperti
Inggris dan Prancis itu kan juga masih membayang-bayangi saja apa yang
dilakukan Amerika. Dalam politik global, Amerika ini masih menjadi negara yang
dominan," jelasnya.
Alhasil, menurutnya, kekuatan AS
tergantung dengan siapa negara berjuluk Paman Sam itu dipimpin. Ketika AS
memperoleh presiden dengan karakter yang agresif dan arogan, maka akan muncul
tindakan AS di luar dugaan.
"Karakter yang menunjukkan
arogansi Amerika memunculkan tindakan di luar dugaan. Di arena perpolitikan
global seperti apa yang dilakukan Donald Trump, ada terobosan-terobosan di luar
pakem, seperti mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," terangnya.
Dengan demikian, ia mewaspadai
pernyataan-pernyataan Trump. “Apa yang Trump ucapkan bisa direalisasikan. Untuk
itu, Indonesia yang mencoba bersikap bertahan bergabung dengan BRICS, meski
tidak terlalu signifikan,” ulasnya lagi.
"Walaupun mungkin juga tidak
termasuk signifikan, karena memang BRICS gabungan dari negara-negara yang
menentang hagemoni Amerika secara global ini, seperti Brazil, Rusia, India,
China, dan Afrika Selatan. Sudah 20 tahun lebih BRICS ini berjalan tidak
berarti apa-apa dalam menyeimbangi kepentingan global Amerika," tutupnya.[]
Taufan