Tintasiyasi.id.com -- Salah satu rezeki yang dimiliki manusia adalah dapat mengkonsumsi susu sapi segar yang mengandung beragam manfaat yang dibutuhkan tubuh, baik itu karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral.
Fakta ini telah dijelaskan sebagaimana firman Allah Ta'ala di dalam surah An Nahl ayat 66 dimana terdapat susu yang bersih pada binatang ternak.
Namun beberapa waktu yang lalu digelar aksi yang cukup menghebohkan, susu hasil panen dari peternak di Pasuruan, Jawa Timur dibuang karena disinyalir ada pembatasan jumlah pengiriman susu ke industri pengolahan.
Tidak hanya di Jatim, para peternak sapi di Boyolali, Jawa Tengah menggelar aksi mandi susu sebagai bentuk protes adanya pembatasan kuota di Industri Pengolahan Susu (IPS).
Sungguh miris nasib para peternak, di saat mereka sudah mengerahkan waktu, tenaga, dan biaya namun pemerintah justru membuka lebar kran impor pasokan susu.
Sebagaimana pernyataan dari peternak dan pengepul susu yaitu Bayu Aji Handayanto,
"Selama ini, memang kontrol dari pemerintah kurang. Keran impor dibuka dan tidak ada pajak untuk susu itu, jadi mereka bisa bebas melakukan impor," (CNN Indonesia, Senin 11 Nov 2024).
Menurut Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, sebanyak 80 persen pasokan susu untuk memenuhi kebutuhan domestik merupakan susu impor. Mengapa harus impor? karena produksi susu dalam negeri belum mampu untuk memenuhi kebutuhan susu domestik.
BPS mengeluarkan data bahwa mulai Januari hingga Oktober 2024 terjadi impor susu terbesar yang berasal dari Selandia Baru (126,84 ribu ton) atau mencakup 49,30 persen dari total impor susu. Disusul posisi kedua dan ketiga adalah impor dari Amerika Serikat dan Australia.
Kehidupan Sekuler
Inilah fakta kehidupan yang jauh dari pengaturan agama, pemimpin negeri justru terang-terangan berpihak pada pengusaha asing. Buktinya, lebih dari 200 ton susu segar perhari harus dibuang oleh peternak lokal, ini dilakukan karena peternak lokal kalah saing dengan produk impor.
Sungguh, kebijakan yang tidak berpihak pada peternak lokal, di saat presiden terpilih gencar mengkampanyekan program makan bergizi gratis, namun justru nasib para peternak susu lokal sangat memprihatinkan.
Belum lagi jika melihat data anak di negeri ini yang terkena stunting dan butuh asupan makanan bergizi (misalkan susu), maka kebijakan pembatasan kuota susu lokal dan terbukanya kran impor susu, menjadi fakta kuat bahwa rakyat tidak akan pernah diurusi dengan baik dan manusiawi dalam kehidupan sekuler demokrasi.
Islam Melindungi Setiap Individu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
فَاْلإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Seorang imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang rakyat yang dia urus."(HR al-Bukhari dan Muslim).
Dalam pandangan Islam, seorang kepala negara akan bertanggungjawab pada setiap individu rakyatnya, baik yang berlatarbelakang sebagai peternak susu, pengusaha lokal, maupun generasi yang butuh dipenuhi kebutuhan gizinya.
Sehingga seorang pemimpin akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tentunya menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar individu rakyat dan kebijakan yang memudahkan peternak lokal dalam bermuamalah mulai dari memproduksi sampai mendistribusikan hasil panennya.
Kebijakan yang bisa dilakukan diantaranya:
Pertama, memberikan perhatian penuh pada peternak lokal agar mereka bisa mengoptimalkan kerja. Salah satu problem yang dialami peternak lokal adalah kualitas hasil panen susu yang masih rendah jika dibandingkan susu dari luar negeri.
Sehingga ini jadi PR besar agar para peternak lokal mempunyai pengetahuan dan support sarana prasarana mulai dari sapi yang sehat, kandang, pakan sapi dan apapun yang dibutuhkan agar sapi lokal bisa menghasilkan susu dengan kualitas terbaik.
Kedua, jika secara data kebutuhan dalam negeri masih membutuhkan banyak pasokan susu sapi, maka politik ekonomi Islam akan mengatur agar ada misalkan proyek peternakan sapi perah di dalam negeri, dan harus disupport penuh oleh negara mulai dari infrastrukturnya, fasilitas pengolahan, penyimpanan, penyaluran, dan transportasinya.
Kalaupun ada kebijakan untuk impor susu sapi, maka tidak akan sampai berefek buruk pada peternak susu lokal dan mempengaruhi harga susu sapi yang beredar di tengah masyarakat.
Kebijakan impor susu haruslah bersifat sementara, maka seorang pemimpin harus punya visi tegas untuk mandiri dan tidak bergantung pada produk impor.
Ketiga, negara dalam Islam akan bertanggungjawab agar tiap individu rakyatnya terjamin kesejahteraan ekonominya dan mendapat jaminan terpenuhi kebutuhan jasmani berupa makanan dan minuman yang halal dan thayyib (sehat). Sebagai contoh tiap individu bisa membeli susu dengan harga terjangkau dan tubuhnya tumbuh menjadi sehat, sehingga bisa beribadah dengan optimal.
Demikianlah beberapa langkah untuk menyelesaikan problem terkait panen susu lokal, dan perlu diingat bahwa solusi di atas hanya bisa dilakukan jika kehidupan yang dijalani sesuai dengan panduan syariah Islam. Semoga Allah Ta'ala tunjukkan kita pada jalan kebenaran, Aamiin.[]
Oleh: Dahlia Kumalasari
(Pendidik)