TintaSiyasi.id -- Lima Oktober diperingati sebagai hari guru dunia. Peringatan tahun ini mengangkat tema "Valuing teacher voices: towards a new social contract for education (menghargai suara guru: menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan)". Tema ini diangkat untuk menyoroti pentingnya suara seorang guru. Pasalnya, suara para guru sangat diperlukan agar mereka dapat memberikan pembinaan dan memanfaatkan potensi terbaik dari setiap anak didiknya.
Peran guru memang sangat penting. Namun, fakta di Indonesia justru menunjukkan hal sebaliknya. Guru dihadapkan dengan berbagai persoalan, seperti gaji yang belum mensejahterakan, kurikulum yang berganti-ganti, perilaku dan akhlak murid, juga tekanan hidup tinggi yang dihadapi para guru. Guru di dalam sistem kapitalisme sekularisme saat ini juga tidak mendapatkan kedudukan yang layak sebagai guru yang digugu dan ditiru. Tata kehidupan sekularisme pun mempengaruhi jati diri guru, sehingga tega melakukan tindakan buruk pada siswa berupa kekerasan fisik maupun seksual. Bahkan mengakibatkan siswa meregang nyawa.
Seperti dilansir dari tirto. Id, seorang siswa SMP Negeri 1 STM Hilir berinisial RSS dikabarkan wafat pada Kamis (26/9/2024). Siswa tersebut wafat setelah menjalani hukuman dari guru agamanya sebab tidak hafal ayat di kitab suci. Karenanya, RSS dihukum seorang guru honorer di sekolah itu untuk melakukan squad jump sebanyak 100 kali.
Kejadian lainnya terjadi di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Seorang ustadz melemparkan kayu ke arah santrinya yang berinisial KAF (13) hingga tewas setelah mengalami pendarahan hebat akibat terkena lemparan tersebut yang diduga kayu yang digunakan terdapat paku. (tirto.id, 02/10/2024)
Kekerasan dan penganiayaan seakan menjadi PR yang tidak kunjung terselesaikan. Kekerasan dilingkungan sekolah, dilingkungan rumah tangga, hingga lingkungan masyarakat. Terlebih hal tersebut dilakukan seorang pendidik kepada siswanya. Padahal seharusnya seorang guru memiliki peran yang sama seperti orangtua dalam mengayomi anak didiknya di sekolah. Hal tersebut terjadi karena kondisi masyarakat hati ini sangat jauh dari pemahaman Islam. Kita hidup dalam sistem yang bebas diatur dengan aturan manusia yaitu sistem sekular kapitalisme yang menjauhkan manusia dari fitrah Islam.
Sistem kufur yang merusak inilah yang membuat aturan yang tidak sesuai dengan keseimbangan kehidupan. Hukum yang diterapkan merupakan hukum sesat yang menjauhkan Islam dari kehidupan dan menambah kerusakan di setiap sisi kehidupan. Tidak ada lagi keadilan dan kesejahteraan ditengah masyarakat, yang ada hanya pemenuhan hawa nafsu yang tidak terbendung akibat hukum yang zalim. Begitu pula penataan negara dalam mengatur sistem pendidikan yang sangat kusut dan karut marut. Kurikulum yang selalu berganti semakin tidak menampakkan terwujudkan cita-cita negara untuk mencerdaskan masyarakat. Justru dunia pendidikan semakin menampakkan wajah buruknya dengan banyaknya kasus yang menimpa guru atau murid. Begitu pula hanya menambah kemerosotan akhlak dan norma.
Beban administrasi dan pemberkasan guru yang semakin berat hingga mengabaikan tugas utama dalam mendidik. Perbedaan kasta PNS dan non-PNS membuat guru mengejar jabatan dan manfaat dunia sehingga menghilangkan esensi guru sebagai pelita dalam kegelapan. Semua berubah menjadi ajang mencari manfaat dan kemaslahatan. Sebab, sistem demokrasi kapitalis memang bertujuan untuk menjauhkan manusia dari fitrahnya dengan menjauhkan dari Islam. Padahal Islam lah satu-satunya solusi dalam menuntaskan segala permasalahan di tengah masyarakat.
Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu menghasilkan guru yang berkualitas, bersyaksiyah islamiah, kemampuan terbaik, dan mampu mendidik siswanya dengan baik pula. Islam sangat menghormati dan memuliakan guru, diantaranya memberikan gaji yang tinggi. Seperti pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab, guru digaji dengan 15 dinar setara dengan 33 juta/bulan. Di masa kekhilafahan Harun Al-Rasyid gaji guru lebih tinggi lagi yaitu 9,35 miliar per tahun, sedangkan pengajar spesialis hadits dan fiqih adalah 18,7 miliar rupiah per tahun. Angka yang sangat fantastis jika dibandingkan dengan gaji guru sekarang ini. Kualitas guru pada masa khilafah Islam juga tidak diragukan karena mereka mengajar berlandaskan Islam.
Islam mengharuskan calon guru berkriteria tinggi, karena tugasnya berat, yaitu menjadi pembentuk syaksiyah islamiah pada diri anak didik. Para guru harus menguasai bidang yang diajarkan, berkepribadian Islam, tawadhu dan yang paling penting adalah guru merupakan hamba yang takut pada Allah SWT. Islam juga akan mengatur sistem pendidikan dengan sangat baik mulai dari kurikulum yang jelas, tetap dan tepat sasaran. Sehingga akhlak dan kepribadian (karakter) siswa akan dibentuk sesuai fitrah Islam. Selain itu, Khilafah Islam juga akan memberikan kesejahteraan kepada para guru sehingga mereka mengajar dengan fokus dan maksimal.
Demikianlah sistem Islam akan membalikan kehidupan yang kelam menjadi terang benderang. Maka hendaklah kita kembali kepada Islam dan bersama memperjuangkan kembalinya sistem Islam yang mulia dalam naungan Khilafah Islamiah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Yusniah Tampubolon
Aktivis Muslimah