Tintasiyasi.id.com -- Gemah ripah loh jinawi. Itulah semboyan dalam Bahasa Jawa yang menggambarkan betapa Indonesia melimpah dengan kekayaan alamnya. Dengan semboyan itu, negara ini tampak begitu gagah dan berwibawa.
Bagaimana tidak, Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dunia penghasil berbagai komoditas termasuk emas (ocbc.id, 25/7/2024) batu bara, nikel, timah, dan tembaga (cnbcindonesia.com, 17/9/2023). Belum lagi hasil hutan, maritim, dan lainnya.
Namun sayang, potongan selanjutnya dari semboyan jawa itu tidak pernah ada. Toto tentrem kerto raharjo hari ini tidak terwujud. Rakyat Indonesia tidak merasakaan ketertataan negaranya, tidak pula merasakan tenteram dalam hatinya, apalagi merasakan kekayaan alam yang sebenarnya adalah milik mereka.
Negara ini gagal mengatur dan mengelola kekayaan berlimpah milik rakyat. Pemerintah malah dengan suka rela memberikan ijin pengelolaan berbagai kekayaan alam Indonesia kepada pihak swasta bahkan kepada perusahaan asing.
Tambang emas di Papua yang dikelola oleh PT. Freeport dan tambang minyak Cepu yang dikuasai oleh ExxonMoblie merupakan dua contoh kesalahan besar yang dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan hak pengelolaan sumberdaya alam milik masyarakat kepada asing.
Selain itu, penambangan tanpa ijin juga telah diungkap oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri. Aktivitas penambangan emas ilegal ini terjadi di Ketapang, Kalimantan Barat. Emas seberat 774 Kg yang senilai dengan Rp. 1,02 T telah dilakukan oleh WNA China (CNBNIndonesia.com, 27/9/2024).
Bagaimana mungkin perampokan sebesar itu bisa terjadi? Apa saja yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga keamanan negara ini? Jika seorang nenek Minah yang hanya mengambil tiga buah kakao saja begitu cepat terlihat dan diadili, tapi mengapa para perampok asing ini baru tertangkap setelah mengumpulkan sekian ratus kilogram emas?
Rungkad. Tidak hanya buruk dalam mengatur dan menjaga kekayaan alam Indonesia dari penguasaan dan perampokan swasta dan asing, negara juga gagal melindungi keamanan rakyatnya. Demi keuntungan materi, negara mengabaikan kelestarian alam dan lingkungan dalam proses eksploitasi sumberdaya alam.
Bencana tanah longsor dilaporkan telah terjadi pada Kamis, tanggal 26 September, malam. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok Sumatera Barat melaporkan bahwa terdapat 11 korban jiwa akibat tanah longsor di lokasi penambangan ilegal (VOAIndonesia.com, 28/9/2024).
Anehnya, mengapa istilah “penambangan ilegal” yang muncul? Apakah iya bencana itu memang diakibatkan oleh tambang ilegal? Atau istilah ini memang sengaja digunakan oleh pemerintah untuk mencuci tangan kotor yang telah mereka gunakan untuk menebar kotoran di negeri ini? Mereka ingin membuat opini seakan-akan ini memang kesalahan tambang ilegal, bukan kelalaian mereka.
Padahal, dengan berulangnya kasus kemunculan tambang ilegal di negeri ini saja juga menunjukkan betapa buruknya penegakan hukum di negeri ini. Apa sulitnya bagi sebuah negara dengan kekuasaannya untuk mengelola big data dan mengidentifikasi siapapun yang berpotensi untuk merugikan negara, terlebih lagi orang asing yang datang. Sebenarnya itu hanyalah urusan kecil jika political will di negara ini memang besar untuk melindungi negara dan warganya.
Begitu pula sebaliknya, jika yang ada dalam benak para penguasa hanyalah kepentingan pribadi dan golongan, apalah yang bisa diharapkan dari manusia-manusia hina semacam ini. Para penguasa dengan pemikiran kapitalistik, tanpa keimanan di dalam hatinya bahwa suatu saat mereka akan diminta pertanggunjawaban atas kepemimpinan mereka, tidak akan pernah memikirkan apapun selain kesenangan dirinya dan orang-orang yang berpihak padanya.
Inilah wajah kapitalisme yang sesungguhnya. Sistem buruk ini meniscayakan kemunculan manusia-manusia individualis yang rakus dan ingin menguasai materi tanpa memikirkan manusia lain dan kelestarian alam. Jika kerusakan telah nyata sedemikian rupa, sudah seharusnya kita kembali kepada aturan sahih yang dibuat oleh Sang Pencipta, yakni sistem Islam.
Sistem Islam yang diterapkan oleh sebuah negara akan mampu menyejahtarekan masyarakatnya sebagaimana telah terbukti pada masa Rasulullah dan masa kekhilafahan setelah Beliau. Negara Islam harus memiliki bigdata kekayaan alam di negaranya yang lengkap dengan berbagai potensinya. Negara berkwajiban untuk mengelola kekayaan alam tersebut untuk kemanfaatan masyarakat dan haram hukumnya untuk dikuasai swasta apalagi pihak asing.
Terkait barang tambang, Islam memandang bahwa barang tambang merupakan milik umum, maka barang tambang ini tidak boleh dikelola swasta. Negara harus berkuasa penuh untuk mengelola dan mengatur kegiatan pertambangan baik besar maupun kecil sesuai dengan sistem Islam. Negara boleh mempekerjakan pihak tertentu hanya sebagai pegawai.
Kegiatan penambangan juga harus memperhatikan berbagai aspek keselamatan manusia serta kelestarian alam. Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kepentingan manusia, maka tentu saja pengelolaannya tidak boleh membahayakan nyawa manusia dan membuat kerusakan.
Kembalinya sistem Islam tentu saja harus diupayakan dengan serius oleh siapa saja yang menginginkan kebaikan. Kita harus mulai mengkaji dan menyebarkannya pemahaman itu di tengah-tengah masyarakat. Kita tidak akan pernah mengerti jika hanya sibuk bertanya “Islam yang bagaimana” tanpa keseriusan untuk duduk dan mendengarkan penjelasan dari para ulama yang hanif tentang konsep sistem Islam.
Kita harus mulai membuka pikiran kita dan mengakui bahwa konsep-konsep pemerintahan yang ada hari ini tidak mampu menjadi solusi atas berbagai kerusakan yang terjadi. Hanya dengan kembali pada Islam, kebaikan dan keberkahan akan Allah limpahkan dalam kehidupan kita. Wallahu a’lam bishshawwab.[]
Oleh: Fatmawati
(Aktivis Muslimah)