TintaSiyasi.id -- Keberlangsungan hidup warga Palestina, khususnya di Gaza, sungguh sangat terancam. Dari hari ke hari kabar warga yang tewas terus mengalami peningkatan. Sebagian besar mereka merupakan kalangan anak-anak dan perempuan. Tidak ada lagi tempat aman dan fasilitas layanan. Parahnya, semua Pemimpin negara dan mayoritas masyarakat muslim masih saja tidak melakukan tindakan kecuali hanya sekedar kecaman dan cenderung mengabaikan.
Berdasarkan pernyataan dari Pertahanan Sipil Palestina di Gaza, pasukan Israel telah mengubah "zona kemanusiaan aman" di jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing dan abu, dan hanya menyisakan 9,5 persen wilayah yang disebut "zona aman" bagi warga sipil yang mengungsi. Tidak hanya itu, warga Palestina mengalami krisis dalam hal obat-obatan dan pasokan medis. Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan bahwa sekitar 60 persen obat-obatan esensial dan 83 persen pasokan medis di Gaza yang terkepung telah habis akibat perang yang terus berkecamuk serta kontrol dan penutupan perbatasan oleh Israel. Saat ini, hanya pasokan medis dan bantuan internasional dalam jumlah terbatas yang masuk ke Gaza melalui Israel, yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang berjuang menghadapi kondisi kemanusiaan dan kesehatan yang mengerikan. (Antaranews, 25-08-2024)
Sejatinya, perang Palestina Zionis bukan sekedar kejahatan kemanusiaan. Bukan pula sekedar perang balasan Zionis terhadap perlawanan Hamas 7 Oktober lalu. Sejatinya, perang Palestina Zionis yang terjadi hingga saat ini merupakan perang ideologi, penjajahan yang terstruktur, tersistematis, dan masif dilakukan.
Perlu disadari, Zionis merupakan entitas yang lemah tanpa negara adidaya pemegang ideologi kapitalisme (Amerika Serikat/AS) di belakangnya. Zionis hanyalah entitas yang dipelihara oleh negara tersebut dan sengaja ditanam di wilayah Timur Tengah sebagai "sumber masalah" demi kelancaran berjalannya kepentingan AS, yaitu menguasai wilayah Timur Tengah. Tidak cukup jika hanya menguasai wilayah Timur Tengah, bahkan AS memiliki kepentingan untuk bisa menguasai seluruh wilayah kaum muslim. Baik melalui penjajahan secara fisik maupun penjajahan non-fisik, seperti penjajahan yang dilakukan melalui sistem perekonomian suatu negara.
Hakikatnya, memang seperti itu metode berkuasa ideologi kapitalisme, yakni mutlak dengan penjajahan. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syekh Taqiyyudin An-Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Islam bab Qiyadah Fikriyah, thariqah (metode) berkuasa ideologi kapitalisme adalah dengan penjajahan. Maka, tidak heran jika AS secara terang-tengan memberikan begitu banyak dana dan berbagai senjata kepada Zionis Israel sebagai bentuk dukungannya.
Selama ideologi kapitalisme berkuasa di muka bumi ini, dan selama kaum muslim tidak memiliki junnah (perisai), maka selama itu pula kaum muslim kehilangan kemuliaannya. Junnah (perisai) yang dimaksud merupakan negara yang mengemban ideologi Islam (Khilafah).
Sayangnya, para pemimpin negeri Muslim abai terhadap urgensi penegakkan perisai umat ini. Bahkan sebagian besar dari mereka justru menjadi faktor penghambat tegaknya perisai umat. Dapat kita lihat hari ini, betapa mereka taat dan patuh terhadap tuan-tuan asing mereka, yakni Barat. Bahkan di antara mereka berani menanggalkan prinsip-prinsip Islam. Namun sebaliknya, diantara mereka tidak ada yang berani memberikan perlindungan riil terhadap kaum muslim yang seharusnya dapat mereka lakukan.
Sistem kapitalisme berhasil melumpuhkan peran negara dan para pemimpin yang sebenarnya. Negara tidak lagi berfungsi untuk mengurusi seluruh rakyat. Negara hanya dijadikan wadah bagi para pemimpin dan para kapital yang rakus untuk merauk kekayaan umum sebanyak-banyaknya. Hingga politik dinasti pun tidak dapat dihindarkan dalam sistem ini.
Belum lagi nation state yang merupakan racun kaum muslim yang sampai saat ini masih dibangga-banggakan dan tetap dijaga eksistensinya. Kaum muslim lemah tanpa persatuan. Dan nation state telah berhasil menciptakan perpecah belahan antar kaum muslim yang satu dengan yang lainnya, antar kaum muslim di Indonesia dengan kaum mulim di wilayah lainnya. Pupus sudah ikatan persaudaraan yang berlandaskan akidah. Akhirnya hanya menyisakan rasa persaudaraan se-tanah air dan se-bangsa, dan itu merupakan ikatan persaudaraan yang diharamkan, yaitu ikatan ashobiyah (nasionalisme).
Dari Jubair bin Muth’im bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Bukan termasuk golongan kami, orang yang mengajak kepada ashobiyah, berperang karena ashobiyah, dan mati karena ashabiyah.” (HR Abu Dawud).
Sungguh sangat berbeda kondisinya apabila Khilafah tegak. Melalui institusi Khilafah, akan hadir satu pemimpin yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Khalifah (Pemimpin dalam institusi Khilafah) akan serius mengurusi urusan umat, sebab pemimpin adalah raa'in (pengurus) dan kelak akan mempertanggungjawabkan pengurusannya tidak hanya di dunia, melainkan juga di akhirat.
Khilafah akan memberantas segala bentuk penjajahan dan kezaliman, terlebih lagi kedzaliman yang dilakukan oleh kaum kafir terhadap kaum muslim. Jika Khilafah tegak, mudah bagi Khilafah mengerahkan seluruh pasukan militer untuk membasmi hama-hama Zionis Israel yang masih bercokol di Palestina, melindungi dan mengeluarkan kaum muslim dari segala bentuk penindasan. Serta, menyudahi kekuasaan ideologi kufur, yaitu ideologi kapitalis yang sudah terbukti sumber dari segala kemelaratan. Wallahu a'lam.
Oleh: Sabila Herianti
Aktivis Muslimah