Tintasiyasi.ID -- Menanggapi rapor merah indeks demokrasi sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dikeluarkan Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Direktur Mutiara Umat Institute Ika Mawarningtyas membeberkan penerapan demokrasi cenderung menciptakan kerusakan multidimensi.
"Walaupun
demokrasi memiliki jargon dari, oleh, dan untuk rakyat, tetapi faktanya tidak
demikian. Demokrasi cenderung menciptakan kerusakan multidimensi dan kecacatan
dalam praktiknya," tuturnya dalam Kritik ke-34: Menyoal Rapor Merah
Indeks Demokrasi, Kamis (26/09/2024) di YouTube TintaSiyasi Channel.
Menurutnya, ketika
negeri ini menerapkan sistem pemerintahan demokrasi, siapa pun pemimpinnya akan
memproduksi kerusakan multidimensi. "Sebaik apa pun hasil survei yang
dikeluarkan untuk memuji demokrasi tidak akan mempan menutupi kesengsaraan
struktural yang dihadirkan demokrasi," jelasnya.
Ia memaparkan,
seharusnya inilah yang menjadi catatan umat, bukan malah berpikir bahwa
demokrasi yang diterapkan belum sempurna. "Sesempurna apa pun menerapkan
demokrasi, korupsi tidak akan bisa ditumpas, dinasti politik akan tetap ada,
dan yang sejahtera hanyalah oligarki semata," tegasnya.
Menurutnya, tidak
mungkin demokrasi menciptakan aturan yang memihak rakyat, hampir di seluruh
negara yang menerapkan demokrasi telah melahirkan oligarki, elit politik, dan
politik dinasti. "Sehingga, pernyataan penerapan demokrasi belum sempurna
hanyalah tong kosong nyaring bunyinya. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat hanyalah jargon omong kosong, demokrasi yang tidak akan mungkin
diterapkan di negara mana pun. Rakyat hanyalah tumbal memuaskan keserakahan oligarki,"
urainya.
Tiga Catatan
Ada tiga catatan yang
dijelaskan Ika menyoal kerusakan multidimensi yang diakibatkan penerapan sistem
pemerintahan demokrasi. Pertama, dalam aspek politik, demokrasi
berpeluang melahirkan politik yang dikendalikan dinasti oligarki.
Kedua, dalam aspek ekonomi,
demokrasi hanya mengakomodasi kepentingan kapitalis dengan sistem ekonomi
kapitalismenya. "Badai PHK melanda, ancaman krisis, kebutuhan pokok
dikendalikan pasar. Lagi-lagi rakyat yang menderita," ujarnya.
Ketiga, dalam aspek hukum,
hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. "Penerapan hukum dikendalikan
oleh mereka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan, sehingga kasus kriminalitas
atau kejahatan sulit ditumpas," ucapnya.
Menurutnya, tata
kehidupan yang serba bebas yang dijamin demokrasi telah mengeluarkan manusia
dari fitrahnya. "Di sinilah demokrasi memproduksi manusia-manusia yang
serba bebas dan sulit diatur. Aturan apa pun yang dibuat akan dilanggar karena
asas kebebasan yang dilindungi demokrasi," pungkasnya.[] Titin
Hanggasari