"Taaruf itu adalah proses bagaimana agar kemudian laki-laki dan perempuan yang akan menikah saling mengenal," tuturnya di akun Instragam har.030324 bertajuk Cara Taaruf secara Syari, Ahad (15/09/2024).
“Maka Rasulullah saw. memberikan contoh ketika ada seorang sahabat yang sudah hendak menikah melakukan khitbah. Nabi bertanya, ‘Apakah kamu melihatnya?’ Kata dia, ‘Tidak.’ ‘Kalau begitu kamu pergilah ke sana, kamu lihat.’,” terang Kiai Hafidz.
Lanjut ia berkata, Sayyidina Umar pernah melakukan hal yang sama, maka ada istilah nadzor. “Jadi ketika orang itu melakukan taaruf untuk mengkhitbah, maka dia dibolehkan untuk melihat,” tuturnya.
"Melihat apa? Boleh melihat wajahnya, termasuk melihat tangannya. Bahkan sebagian ulama membolehkan. Mungkin ada bagian yang membuat dia tertarik itu boleh. Oleh karena itu, kata Nabi, ‘Ketika kamu melihatnya, maka kamu nanti akan menjadi senang, menjadi suka.’," terangnya.
Ia menjelaskan, para fukaha memasukkan wajah dan telapak tangan itu sebagai gambaran karakternya. “Seperti apa sifatnya, apakah dia termasuk wanita yang malas ataukah tidak, begitu juga sebaliknya,” uangkap Kiai.
"Nah inilah taaruf, tetapi lebih dari itu tentu tidak boleh. Nah, kemudian apakah taaruf itu seperti membeli kucing dalam karung? Tentu tidak," tegasnya.
Kiai Hafidz kemudian mengisahkan bahwa Nabi saw. pernah mengirim sahabiyah untuk mengetahui sifat dan kebiasaan perempuan yang akan dinikahinya. Yang demikian juga adalah cara ketika orang melakukan taaruf.
“Tidak harus dengan pacaran, tetapi bisa meminta informasi dari temannya. Dan ini dibolehkan dan bukan termasuk bagian dari mengorek-gorek apa yang menjadi sifat atau karakter dia yang dilarang, tapi itu termasuk perkara yang dibolehkan. Karena apa? Ada kebutuhan, yaitu untuk dinikahi," jelasnya.
"Dengan cara seperti itu, Islam telah memberikan tuntunan yang jelas yang akan terhindar dari perzinaan," pungkasnya.[] Lanhy Hafa