TintaSiyasi.id -- Seruan Penuntasan Konflik di Palestina dan Fakta Zona Aman yang Tersisa 9,5 persen
Beberapa waktu lalu Ketua DPR RI Puan Maharani membuka pertemuan Indonesia-AfricaIAPF) di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali. Sementara, IAPF merupakan forum parlemen Indonesia dengan negara-negara Afrika yang digelar dalam rangkaian Forum Tingkat Tinggi (FTT) Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 dan High Level Forum on Multi Stakeholder. (HLF MSP). Dalam salah satu pidatonya Puan Maharani menyampaikan,
"Saya mendorong kita menolak cara kekerasan. Kita harus mengedepankan dialog dan diplomasi dalam menyelesaikan masalah antar negara. Perang dan konflik adalah pilihan kebijakan yang diambil satu negara. Di negara demokrasi, parlemen akan berperan menentukan kebijakan suatu negara, apakah akan memulai perang atau menempuh cara damai," ujarnya. Maka dari itu, parlemen Indonesia-Afrika juga perlu memperjuangkan kemerdekaan penuh rakyat Palestina dan menghentikan perang di Gaza dan juga perang antara Ukraina dan Rusia. "Termasuk dalam hal ini, kita perlu memperjuangkan kemerdekaan penuh Palestina, menghentikan perang di Gaza, Ukraina, dan berbagai wilayah yang dilanda perang dan konflik," ujarnya. Menekankan beberapa aspek salah satunya dalam konteks kerjasama antar parlemen Indonesia dan Afrika harus memajukan nilai nilai demokrasi dan menghargai hak asasi manusia dengan menegakkan rule of law. (tvonenews.com, 01/11/2024).
Sementara itu, hingga kini warga Gaza masih bertahan, menjalani kehidupan diantara reruntuhan puing-puing di sisa wilayah yang makin hari makin menyempit. Sebagaimana yang tergambar dalam liputan cnbcindoindonesia.com pada 23 Agustus 2024 lalu, yang menuliskan kutipan dari Associated Press, pejabat tinggi kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina menyebutkan bahwa saat ini perintah evakuasi Israel telah mengungsikan 90% dari 2,1 juta penduduk.
"Perintah evakuasi Israel yang berturut-turut di Gaza, termasuk 12 perintah pada bulan Agustus saja, telah mengungsikan 90% dari 2,1 juta penduduknya sejak perang Israel-Hamas dimulai pada bulan Oktober lalu," kata pejabat itu.
Bulan lalu, Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina UNRWA, Philippe Lazzarini, mengatakan bahwa warga di Gaza terjebak dan tidak punya tempat untuk pergi. Mereka terus diminta berpindah ke lokasi-lokasi pengungsian yang tidak begitu layak.
Otoritas entitas penjajah mengubah "zona kemanusiaan aman" di Jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing dan abu, menyisakan hanya 9,5 persen wilayah yang disebut "zona aman" bagi warga sipil yang mengungsi, kata Pertahanan Sipil Palestina di Gaza, Sabtu.
Otoritas setempat menjelaskan bahwa pada awal Desember 2023, menyusul serangan Israel ke Khan Younis di Gaza selatan, wilayah kemanusiaan yang ditetapkan telah dikurangi menjadi 140 kilometer persegi, yang mencakup 38,3 persen total wilayah Gaza.
Selanjutnya pada Mei 2024, selama serangan Israel ke Rafah, ketika zona kemanusiaan menyusut menjadi 79 kilometer persegi, atau 20 persen dari total wilayah Gaza, tambahnya. Kemudian pada pertengahan Juni 2024, zona tersebut diperkecil menjadi menjadi 60 kilometer persegi, yang hanya mencakup 16,4 persen dari total wilayah Gaza. Berlanjut hingga pertengahan Juli 2024, wilayah yang disebut "aman" oleh pasukan Israel berkurang lagi, kali ini menjadi 48 kilometer persegi, atau 13,15 persen dari total wilayah Gaza.
Akhirnya, pada Agustus 2024, tentara Israel mengurangi "zona kemanusiaan yang aman" ini menjadi hanya 35 kilometer persegi, atau 9,5 persen dari total wilayah Gaza. (antaranews.com 25/08/2024).
Di Mana Negeri-Negeri Muslim?
Hampir genap 100 tahun entitas penjajah menduduki Palestina. Dukungan dan solidaritas negeri-negeri Barat membuat entitas penjajah makin leluasa mengatur zona di Palestina, bahkan mereka bisa dengan semena-mena mengatur lalu lintas logistik untuk rakyat Palestina.
Sebaliknya dukungan negeri-negeri Muslim untuk Palestina, masih sebatas mengambil peran sebagai donatur logistik dan diplomasi. Bukan tidak mengapresiasi dan berterima kasih, akan tetapi, mengingat ukuran tuntas dari peperangan ini adalah pengusiran entitas penjajah dari Palestina dan pengembalian otoritas Palestina kepada kaum Muslim q1.
Boikot, ancaman dan kecaman di sidang Internasional nyatanya tak mempan membuat entitas penjajah angkat kaki dari Palestina. Karena seyogyanya rapat-rapat tersebut hanya membuang-buang waktu pejuang dan membuat peluang antek-antek Barat untuk menyiapkan senjata dan mencuci otak para penguasa negeri-negeri muslim dengan teori-teori HAM dan menanamkan faham demokrasi sekulerisme kuat-kuat.
Penguasa-penguasa negeri Muslim masih terjebak dalam labirin pemahaman buatan Barat yang menjadikan batas teritorial, nasionalisme dan kedaulatan sebagai sekat-sekat untuk bersatu melakukan perlawanan. Para penguasa negeri-negeri Muslim terkesan enggan dan takut mengirimkan pasukan bersenjata ke medan laga Palestina karena terlanjur mengikat dirinya dengan aturan hukum International. Dengan demikian kaum kafir Barat dan antek-anteknya berhasil mengontrol dan memegang kendali negeri-negeri kaum Muslim di bawah arahan mereka. Mereka sengaja memelihara pergolakan di timur tengah supaya ideologi Islam tidak muncule jadi kekuatan adidaya yang bisa menggulingkan ideologi Barat yang mereka emban.
Daulah Islam, Institusi yang Bisa Menyatukan Umat dalam Menuntaskan Konflik dan Penjajahan
Ini bukan lagi peperangan antara Palestina melawan entitas penjajah Yahudi, melainkan peperangan ideologi yang wajib dimenangkan oleh umat Islam sebagai bagian upaya mempertahankan akidah Islam. Maka, inilah momentum terbaik bagi umat Islam untuk bersatu. Bersama-sama mempertahankan akidah mengembalikan kehormatan umat Islam dan mewujudkan kehidupan islami bagi seluruh umat manusia di muka bumi.
"Berpeganglah kalian semua pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai -berai..." (TQS Ali Imran[3]: 103). Ayat tersebut seharusnya sudah cukup jadi landasan para penguasa negeri-negeri Muslim untuk menyerukan jihad bagi seluruh umat di setiap pelosok negeri. Ini pulalah yang seharusnya menjadikan para penguasa dan umat Islam sadar bahwa umat ini butuh institusi Khalifah dalam mewujudkan persatuan dibawah satu komando, agar fokus pada tujuan dan sistematis dalam mengatur strategi. Sudah saatnya menanggalkan teori-teori kebangsaan dan batas-batas wilayah yang telah memotong tali persaudaraan umat Islam. Sudah saatnya kita kembali pada aturan hidup Islam sebagaimana tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Sebagaimana Firman Allah SWT, "Sungguh umat kalian ini adalah satu umat. Aku adalah Tuhan kalian. Karena itu bertakwalah kalian (kepada-Ku)" (TQS. Al-Mu'minun [23]: 52). []
Oleh: Ummu Alana
Aktivis Muslimah