Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Bahasa Edukasi Pelajar dan Remaja: Pentingnya Kesehatan Reproduksi, Bukan Pendidikan Seks

Rabu, 28 Agustus 2024 | 19:39 WIB Last Updated 2024-08-28T12:39:30Z


Tintasiyasi.ID -- Menanggapi ditekennya PP Nomor 28 Tahun 2024 oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menyarankan bahwa baiknya memilih bahasa edukasi "kesehatan tentang reproduksi (kespro)" bagi pelajar dan remaja, dibandingkan menggunakan istilah "pendidikan seks".

 

“Baiknya memilih bahasa edukasi “kesehatan tentang reproduksi (kespro)" bagi pelajar dan remaja. Itu lebih bagus, karena bahasa Biologi. Jika menggunakan istilah "pendidikan seks", konotasinya hubungan seks,” ujarnya di kanal YouTube Guru Muslim Inspiratif dalam Podcast Sepulang Mengajar: Kacau! Peraturan Pemerintah Pelegalan Alat Kontrasepsi, Sudah Sah?!, Ahad (11/08/2024).

 

“Edukasi kesehatan reproduksi, berarti bicara tentang bagaimana cowok memperhatikan kesehatan organ reproduksi, supaya tidak kena penyakit kulit, atau ketika berumah tangga kualitas sperma bagus, dan pada usia berapa yang pas mereka menikah," tuturnya.

 

Untuk perempuan, menurutnya, bagaimana menjaga kesehatan ovarium dan rahim. Ketika menstruasi harus apa dan apa yang tidak boleh. Hal tersebut penting karena terkait perkara fardu (wajib). Juga mengetahui hal-hal kemaslahatan atau madarat yang bisa menimpa mereka, juga pengetahuan tentang gizi,” bebernya.

 

"Nanti di level lebih tinggi , yakni persiapan mau menikah, para pemuda yang pranikah itu baru dibahas masalah adab-adab, etika dalam hubungan suami istri. Seperti itu lebih pas, tapi kalau usia SMA apalagi SMP, adab-adab hubungan suami istri, itu terlalu jauh. Lebih tepat edukasi kesehatan reproduksi untuk pelajar maupun remaja. Memang urgen,” jelasnya.

 

Sudut Pandang Agama

 

"Kenapa harus dibahas laki-laki itu ihtilam (mimpi basah pertanda balig), apa penyebabnya. Perempuan kenapa haid, apa itu haid, dan konsekuensinya secara hukum agama?," ujarnya.

 

Jadi menurutnya, ada dua hal yang harus disampaikan diedukasi kesehatan reproduksi. Pertama, sisi medisnya. Kedua, sisi hukum-hukum agamanya. Yang non-Muslim, mendapat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, bisa menjaga kesehatan dengan dimotivasi tetap virgin (perawan) sampai menikah nanti,” ulasnya.

 

"Bukan malah didorong dan difasilitasi. Enggak apa-apa hubungan di luar nikah, yang penting pakai kontrasepsi, jangan sampai hamil, dan setia dengan pasangan. Tahun pertama setia, tahun kedua ganti, tahun ketiga ganti, keempat ganti lagi. Kacau kalau begitu," ketusnya.

 

Ia katakan, kaum Muslim sudah punya norma Islam terkait organ reproduksi, konsekuensinya, balig, dan lain-lain. Bagaimana taharah ketika nanti haid atau mimpi basah. Hal tersebut ada pembahasannya dan harus disampaikan. Jangan masalah alat kontrasepsi untuk anak-anak pelajar, itu di level advance (level lebih tinggi), imbuhnya.

 

Ketika mereka mau menikah, lanjutnta, maka dibahas tentang bagaimana masalah penggunaan alat kontrasepsi secara hukum agama dan kesehatan, sehingga ketika sudah menikah bisa menentukan sendiri masalah penggunaan alat kontrasepsi.

 

"Tapi kalau pelajar, apalagi diberikan fasilitas alat kontrasepsi, ini bahaya. Rusak pelajar kita," pungkasnya.[] Tari Handrianingsih

Opini

×
Berita Terbaru Update