TintaSiyasi.id -- Ketua Korwil KSBSI Jatim Akhmad Soim dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Federasi Buruh Kimia Kesehatan/Kikes KSBSI. Akhmad Soim memuji kepedulian Emil Dardak terhadap kesejahteraan buruh selama menjabat sebagai Wakil Gubernur Jatim pada periode 2019-2024. Soim juga Ketua Deklarator Serikat Pekerja/Serikat Buruh Pemenangan Pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak pada Pilgub 2018 lalu ini menegaskan komitmen KSBSI untuk terus mendukung pasangan Khofifah-Emil pada periode 2024-2029.
Seperti biasanya buruh sebagai elemen masyarakat yang jumlahnya banyak tak ketinggalan mencari payung dalam pemilihan. Dukungan ini menjadi hal wajar. Mengingat buruh juga perlu perlindungan dan pertolongan. Dalam momen politik, suara buruh menjadi salah satu lumbung. Apalagi buruh dalam sistem ekonomi kapitalisme kerap diliputi banyak problem. Terlebih negara mengabaikan perannya untuk menjamin kehidupan dan kesejahteraan buruh.
Uniknya, ketika buruh juga memiliki saluran politik Partai Buruh, bargaining positionnya naik. Partai-partai lain pun akan menggandeng. Koalisi menjadi jalan untuk bersama mendukung calonnya. Tak hanya itu, partai politik diharapkan bisa membawa aspirasi ke gedung dewan yang selama ini suara buruh jarang didengar.
Terburu Buruh Merapat?
Gerakan buruh merupakan gerakan popular dalam kehidupan politik. Gerakan ini juga yang mengisnpirasi gerakan lain dari ragam komunitas dan entitas. Kesadaran pergerakan ini bermuara pada perjuangan hak buruh. Terutama menuntut perhatian dan kesejahteraan yang berkeadilan sosial. Gerakan politik ini mengakomodasi kebuntuan buruh yang selama ini terhambat.
Selain alasan peningkatan kesejahteraan buruh dan memajukan perekonomian berbasis industri, menarik untuk mengulik analisis merapatnya buruh ke salah satu paslon. Berikut analisisnya:
Pertama, dekat dengan kekuasaan memudahkan membisiki penguasa. Namun, tidak hanya kaum buruh, kelompok lain pun sama. Hal ini mengindikasikan jika selama ini kekuasaan menjadi posisi paling menentukan dalam pemerintahan.
Kedua, paslon yang maju pun memahami. Bermodal dikenal dan sudah bekerja selama periode pertama, paling tidak ini jadi langkah mudah. Tidak perlu lagi berbusa-busa membranding diri. Tinggal menawarkan ke publik siapa yang ingin bersamanya. Beres.
Ketiga, buruh menjadi kekuatan baru penentu. Ragam konfederasi, serikat, dan komunitas buruh memang memiliki visi-misi yang hampir sama untuk kesejahteraan. Adapun untuk kepentingan politik kembali kepada pimpinan kelompok buruh. Faktor inilah yang jarang terendus oleh kalangan buruh secara umum.
Keempat, kalkulasi politik dukungan ke salah satu paslon menjadi jaminan dukungan perjalanan pemerintahan ke depan. Proses pembangunan ekonomi dan kesejahteraan menjadi kunci memunculkan ketertarikan. Apalagi paslon yang didukung berpotensi menang menjadikan kampanye ke bawah lebih gampang.
Kelima, sejatinya buruh adalah bagian dari rakyat. Entitas buruh menjadi corak gambaran perlakuan kekuasaan kepada rakyat. Jika terasa menguntungkan rakyat pun mendukung dengan senang. Sebaliknya, jika merasa dirugikan, rakyat pun akan hengkang.
Alhasil, suara buruh termasuk suara rakyat yang menentukan. Gerakan popular ini menjadi kelas baru dalam berpolitik yang semakin asyik dan penuh intrik. Buruh menjadi daya tawar dalam sebuah pemilihan. Akankah buruh mampu menjadi presure group atau sekedar gula-gula politik? Inilah ke depan yang harus dijawab kalangan buruh.
Pelajaran Penting Biar Tak Genting
Gairah politik buruh perlu mendapat apresiasi. Pasalnya buruh juga bergerak dan bertaji. Kalangan buruh dalam sistem ekonomi kapitalisme sering digambarkan menjadi yang tertindas. Kelas bawah dan seolah teraniaya. Padahal setiap manusia, termasuk buruh, manusia yang wajib diurusi kehidupannya.
Buruh perlu memahami konstelasi politik demokrasi. Demokrasi itu berasas sekularisme (memisahkan agama dan kehidupan). Kemudian didukung dengan liberalisme (kebebasan) dalam menentukan tindakan. Alhasil standar dalam politik demokrasi kerap berubah. Begitu pun aturan yang dihasilkan dari demokrasi. Maka sikap hati-hati dan waspada perlu menjadi alarm pertama sebelum menentukan pilihan dan dukungan.
Demokrasi juga kerap memperlakukan rakyat dengan jahat. Bagaimana bisa pejabat yang dipilih secara terhormat ujungnya aturannya menyusahkan rakyat? Belum lagi dengan tuntutan pajak yang meningkat. Sudah nasib rakyat melarat dan di ujung sekarat. Kekuasaan hanya melingkar di antara elit pejabat. Mau urus administari ini dan itu penuh syarat.
Kalau boleh usul kepada ketua atau pimpinan pergerakan buruh. Marilah berdiskusi dan mengkaji bersama tata dan pranata politik-ekonomi dalam Islam. Memang kesejahteaan yang jauh dari harapan ini karena adopsi sistem kapitalisme-demokrasi. Lantas, solusinya bukan malah mencari dari sosialisme atau pramatisme merapat ke pejabat. Langkah itu hanya tambal sulam dan tidak mengurai problem kerakyatan.
Jika politik Islam itu bermakna mengurusi urusan rakyat secara keseluruhan dengan penerapan aturan Allah yang membawa kemaslahatan. Begitu pun dengan ekonomi Islam yang akan membagi kepemilikan agar tidak tumpang tindih. Serta memeratakan kesejahteraan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Yuk, mulai pikirkan!
Oleh. Hanif Kristianto
Analis Politik dan Media