Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mengambil Pelajaran dari Kisah Nabi Ibrahim

Selasa, 18 Juni 2024 | 09:58 WIB Last Updated 2024-06-18T02:58:07Z

TintaSiyasi.id -- Berawal dari meneladani sosok yang penuh ketundukan dan ketaatan luar biasa, sosok yang sabar dan berlapang dada, sosok yang berhasil mencetak generasi yang memiliki ketaatan totalitas hanya kepada Allah SWT.
Dialah Nabi Ibrahim as. Sejarah panjang perjuangan beliau dalam mengarungi kehidupan, yang senantiasa berpegang teguh pada syariat Allah sang pencipta alam semesta telah berhasil menjadi suri tauladan umat manusia sampai berpuluh-puluh generasi di bawahnya, hingga akhir zaman.

Sungguh Allah SWT telah mencintai Nabi Ibrahim beserta anak dan istrinya sehingga Allah menandai kisah perjuangan beliau sebagai ritual ibadah haji, yang setiap tahunnya umat muslim sedunia menjalankan ibadah tersebut, sebagai wujud pelaksanaan rukun Islam yang kelima.

Dalam rukun ibadah haji, ada namanya sai yaitu berjalan kaki bolak-balik dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Jarak dari bukit yang satu dengan lainnya sekitar 405 meter. Sai ini menandai kisah Nabi Ismail yang masih bayi bersama bunda Hajar yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim ditanah yang tandus, tidak ada tanaman maupun air, tapi mereka ikhlas dalam menjalaninya, karena hal ini diperintahkan oleh Allah.

Nabi Ismail kecil yang terus menangis karena kehausan, maka bunda Hajar berusaha mencarikan air dengan menempuh perjalanan dari Bukit Shofa ke Marwa, hingga bolak-balik tujuh kali karena sulitnya menemukan air, sampai akhirnya bunda Hajar kembali disisi Nabi Ismail kecil, dan mendapati dibawah kaki putranya telah keluar mata air, yang dimasa selanjutnya dikenal dengan nama air zam-zam.

Sementara sunah berkurban adalah bagian dari meneladani kisah Nabi Ibrahim yang mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih putra tercintanya yaitu Ismail.
Sungguh pada kisah ini sangat mengharu biru, bagaimana tidak, Nabi Ibrahim yang telah lama belum memiliki momongan, tapi setelah mendapatkanya, Allah perintahkan untuk menyembelih putra satu-satunya tersebut.
Namun, Nabi Ibrahim memilih menaati perintah Allah dari pada menuruti hawa nafsunya, dengan menempatkan kecintaan tertinggi tetap pada Allah SWT. Dan ketaatan yang luar biasa pula telah ditunjukkan oleh Nabi Ismail, yang menyambut seruan dari ayahnya dengan ikhlas dan berlapang dada, seperti yang telah diabadikan dalam Al-Qur'an surat As-Saffat ayat 102:

قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ ...

Artinya: "..Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar." 

Luar biasa suatu kisah teladan yang sempurna, seorang anak yang sangat taat pada Allah, yang terlahir dari orang tua yang taat pada Allah pula.
Seharusnya kisah yang luar biasa ini bisa menginspirasi umat islam dalam mengarungi kehidupan. Adalah sebuah ketaatan total kepada syariahnya Allah akan menghantarkan umat ini pada kemuliaan.

Namun, mirisnya fakta hari ini menunjukkan bahwa, jangankan meneladani kisah ketataan dari Nabi Ibrahim as, mereka justru nampak nyata melanggaran syari'at-Nya. Banyak hukum Allah dicampakkan dalam menjalani kehidupan, hingga umat islam benar-benar jauh dari tuntunan hidupnya yakni Al-Qur'an dan As-sunah, dan ini terjadi setelah umat islam tidak memiliki institusi yang menaungi setelah tumbangnya kekhilafahan islam.

Dari sini seharusnya umat islam segera tersadar, kenapa peringatan idul kurban yang setiap tahun terjadi tidak mampu membentuk umat islam menjadi hamba-hamba yang memiliki ketaatan totalitas sebagaimana kisah Nabi Ibrahim tersebut, adalah karena umat telah kehilangan sebuah institusi yang menerapkan islam secara kafah, yang dari sana banyak terlahir umat yang memiliki ketaatan secara totalitas hanya untuk Allah SWT semata. Tidakkah kita menginginkan kembalinya institusi umat tersebut?.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Dewi Khoirul
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update