Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Beach Club Yogyakarta Hanya Potret Kecil dari Kerusakan Lingkungan

Sabtu, 29 Juni 2024 | 07:07 WIB Last Updated 2024-06-29T00:46:35Z
TintaSiyasi.com -- Menyikapi pembangunan Beach Club di Yogyakarta, Pengamat Sosial Politik Ustaz Iwan Januar menilai hal itu hanya potret kecil dari kerusakan lingkungan akibat pembangunan pariwisata yang ugal-ugalan.

"Ini sebetulnya satu potret kecil saja, satu puzzle saja dari kerusakan lingkungan akibat pembangunan pariwisata yang ugal-ugalan. Karena memang selalu mengedepankan pendapatan daerah dan juga devisa, tidak lagi berpikir tentang dampak kerusakan lingkungan dan kerusakan lainnya," ujarnya dalam Kabar Petang: 'Beach Club' Rusak Moral dan Lingkungan? di YouTube Khilafah News, Rabu (25/6/2024). 

Secara umum, katanya, hampir tidak ada kontrol dari pemerintah dalam membangun pariwisata. Kalaupun ada, sering kali terjadi benturan antara ekonomi pendapatan asli daerah (PAD) dan juga visa negara dengan lingkungan hidup masyarakat dan sosial kultural.

Ia melihat, kepentingan untuk devisa PAD itu seolah mengalahkan kebutuhan masyarakat, di antaranya tentang lingkungan hidup, kebutuhan air, dan kawasan hijau. Kemudian, lanjutnya, justru para pecinta lingkungan yang mengkhawatirkan terjadinya berbagai macam kerusakan, seperti kepunahan binatang-binatang langka dan sebagainya. 

"Kebijakan pemerintah sering kali tidak sinkron. Jangankan antara pusat dan daerah, antara kementerian dengan pemerintah pusat saja juga sering tidak sinkron," cetusnya. 

Direktur Siyasah Instute itu mengatakan, ketika membahas soal pembangunan kawasan wisata, artinya ada Kementerian Pariwisata, Lingkungan, Pertanian yang seharusnya saling sinkron dalam membuat SOP hingga ke tingkat daerah agar nantinya tidak merusak lingkungan hidup. Apalagi, lanjutnya, Indonesia tengah digadang-gadang menuju pembangunan yang mengedepankan kawasan hijau di IKN. 

"Dikatakan kawasan hijau, tetapi pada faktanya, jangankan kawasan wisata, IKN saja kan membabat hutan dulu. Jadi, membabat hutan, tapi digadang-gadang ini akan menjadi kota hijau green city . Loh, bagaimana mungkin, hutannya aja dibabat, kok, dikatakan green city?" ucapnya. 

Menurutnya, sering kali kebijakan yang dikedepankan untuk pariwisata adalah mengundang wisatawan asing yang kemudian dibangun tempat seperti hotel, klub, yang penampakannya mengundang perhatian wisatawan, misalnya di pantai, gunung, dan hutan, tetapi pembangunan tersebut sering kali luput memperhatikan faktor keamanan serta dampaknya yang bisa merusak lingkungan.

Jika konsepnya demikian, menurutnya sampai kapan pun akan selalu muncul  persoalan-persoalan kerusakan lingkungan akibat pembangunan untuk kepentingan pariwisata. 

"Dalam Islam, kita boleh wisata, boleh piknik, boleh healing kalau kata orang sekarang, dan salah satu yang diajarkan para sahabat, para ulama, kita diminta menghibur hati agar enggak kering. Karena kalau hidup ini ibadah aja atau taklim aja maka itu bisa kering. Makanya harus dihibur di antaranya dengan wisata, rihlah ke tempat-tempat yang itu bisa menyenangkan kita. Nah, ini boleh hukumnya," pungkasnya. []Tenira

Opini

×
Berita Terbaru Update