Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menjadi Pembelajar Seumur Hidup

Jumat, 21 November 2025 | 19:49 WIB Last Updated 2025-11-21T12:49:57Z
Meniti Jalan Ilmu, Menyuburkan Jiwa, dan Mengokohkan Martabat Kehidupan

TintaSiyasi.id — Dalam perjalanan hidup yang singkat ini, manusia sering terjebak dalam rutinitas yang menguras perhatian: pekerjaan yang tak ada habisnya, tuntutan keluarga, ujian kehidupan, serta perubahan zaman yang datang tanpa permisi. Di tengah arus deras itu, ada satu kompas abadi yang mampu menuntun manusia menuju kebaikan dan kemuliaan: menjadi pembelajar seumur hidup.

Belajar bukan sekadar aktivitas akademik atau proses memperoleh gelar. Ia adalah sikap batin, kesadaran spiritual, dan jalan menuju kematangan diri. Dalam Islam, belajar adalah ibadah; menuntut ilmu adalah cahaya; dan menjadi pembelajar adalah jalan yang tidak pernah berakhir hingga malaikat maut menjemput.

1. Belajar adalah Perintah Ilahi
Ayat pertama yang turun dalam Al-Qur’an bukan tentang shalat, zakat, atau jihad; tetapi tentang membaca:
"Iqra’ bismi rabbik..." – Bacalah dengan nama Tuhanmu.
Ini menunjukkan bahwa fondasi perubahan manusia dimulai dari pengetahuan. Allah memuliakan orang berilmu dan mengangkat derajat mereka beberapa tingkat.
Ketika seseorang berkomitmen menjadi pembelajar sepanjang hayat, ia sedang menjalankan salah satu sunnatullah terbesar dalam kehidupan: menyempurnakan akal, memperluas wawasan, dan memperhalus adab.

2. Pembelajar Seumur Hidup: Bukan Hanya Cerdas, tetapi Luwes
Zaman berubah. Teknologi berkembang cepat. Ide baru muncul setiap hari. Yang mampu bertahan bukanlah yang paling kuat, melainkan yang paling adaptif.
Menjadi pembelajar seumur hidup berarti:
• Siap menerima ilmu baru, meski harus mengubah pola lama.
• Mau mengakui bahwa diri ini belum tahu banyak.
• Tidak malu belajar dari siapa pun—anak kecil, orang biasa, bahkan lawan sekalipun.
• Memandang kritikan sebagai jalan perbaikan, bukan penghinaan.
Orang yang berhenti belajar sesungguhnya telah berhenti tumbuh. Ia hidup, tetapi tidak bertumbuh; bergerak, tetapi tidak maju.

3. Membaca: Jendela yang Tak Pernah Tertutup
Ulama mengatakan:
“Ilmu itu kehidupan hati.”
Membaca bukan sekadar mengumpulkan informasi, tetapi menyuburkan jiwa. Membaca:
• Membuka wawasan yang sebelumnya tertutup.
• Menghancurkan tembok ketidaktahuan.
• Membentuk pandangan hidup yang matang.
• Menjadikan kita manusia yang lembut dan bijaksana.
Buku adalah teman terbaik: tidak berkhianat, tidak menuntut, tetapi selalu memberi.

4. Belajar dari Ujian dan Pengalaman
Ilmu tidak hanya datang dari buku, guru, atau kelas. Kadang ilmu terbesar justru lahir dari:
• Cobaan hidup,
• Kegagalan yang memukul,
• Kesalahan yang memalukan,
• Kecewaan yang meninggalkan luka.
Seorang pembelajar seumur hidup tidak menghabiskan tenaganya untuk menyesali masa lalu. Ia bertanya:
“Apa yang Allah ingin ajarkan kepadaku melalui peristiwa ini?”
Setiap kejadian adalah sekolah. Setiap masalah adalah kurikulum. Setiap takdir adalah guru.

5. Adab Sebelum Ilmu
Para salafush shalih mengajarkan bahwa adab lebih utama daripada ilmu. Sebab ilmu tanpa adab melahirkan kesombongan, sementara adab tanpa ilmu akan rapuh.
Pembelajar sejati:
• Rendah hati.
• Tidak mudah merasa paling benar.
• Tidak sombong ketika mengetahui sesuatu yang orang lain belum tahu.
• Menghargai guru dan sesama penuntut ilmu.
Adab menjadikan ilmu itu berkah, masuk ke hati, dan membentuk kepribadian.

6. Konsistensi: Kunci Kejayaan Ilmu
Bukan banyaknya informasi yang membuat seseorang hebat, tetapi konsistensi.
Allah mencintai amal yang sedikit tetapi istiqamah. Begitu pula dengan belajar: sedikit demi sedikit, tetapi terus berlanjut.
• 10 halaman per hari akan menjadi 300 halaman sebulan.
• 30 menit belajar sehari akan menjadi 180 jam setahun.
• Satu perbaikan diri setiap pekan akan menjadi 52 perubahan besar setiap tahun.
Pembelajar seumur hidup memahami bahwa setiap langkah kecil berarti.

7. Belajar untuk Menghidupkan, Bukan Menumpuk
Ilmu yang tidak diamalkan seperti pohon tanpa buah. Indah, tetapi tak memberi manfaat.
Tujuan belajar adalah:
• Meningkatkan kualitas ibadah,
• Memperbaiki akhlak,
• Menguatkan jiwa dalam menghadapi keadaan,
• Menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
Sejatinya, keberkahan ilmu terlihat dari dampak yang ia lahirkan, bukan dari banyaknya pengetahuan yang kita hafal.

8. Menjadikan Belajar sebagai Ibadah
Ketika belajar diniatkan untuk mencari ridha Allah, maka:
• Menjadi ringan ketika menghadapi kesulitan.
• Menjadi ikhlas ketika ilmu belum dihargai orang.
• Menjadi sabar ketika hasil tidak langsung terlihat.
• Menjadi tenang karena setiap langkah menjadi pahala.
Belajar adalah bagian dari perjalanan menuju Allah. Ia membersihkan hati, menguatkan akal, dan menuntun langkah.

9. Kesimpulan: Hidup Adalah Madrasah, Kita Adalah Muridnya
Setiap hari adalah halaman baru untuk dibaca. Setiap tahun adalah bab baru untuk ditulis. Dan hidup secara keseluruhan adalah kitab besar yang akan kita bawa pulang menghadap Allah.
Menjadi pembelajar seumur hidup bukan pilihan, tetapi kebutuhan. Karena dengan belajar, kita:
• Menjadi lebih bijaksana.
• Lebih kuat menghadapi ujian.
• Lebih bermanfaat bagi umat.
• Lebih dekat kepada Allah.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang terus belajar, memperbaiki diri, dan menebarkan cahaya ilmu hingga akhir hayat.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update