TintaSiyasi.id -- Di antara anugerah terbesar yang Allah Swt. karuniakan kepada manusia adalah akal. Dan cahaya bagi akal adalah ilmu. Dengan ilmu kita mengenal Allah, mengenal tujuan hidup, mengenal halal dan haram, mengenal jalan menuju keselamatan dunia dan akhirat. Karena itu, para ulama mengatakan:
“Al-‘Ilmu nûr — ilmu itu cahaya.”
Dan cahaya itu bukan untuk sekadar disimpan, tetapi untuk menyinari diri dan orang lain. Maka tiga perkara yang sangat mulia dalam Islam adalah:
1. Mencari ilmu
2. Mengamalkan ilmu
3. Mengajarkan ilmu
Ketiganya ibarat mata rantai emas yang membentuk kesempurnaan seorang hamba di sisi Allah Swt.
1. Keutamaan Mencari Ilmu
Nabi Saw. bersabda:
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”
(HR. Ibnu Majah).
Kewajiban menuntut ilmu menunjukkan bahwa Islam menempatkan ilmu sebagai fondasi utama kehidupan seorang mukmin. Bahkan, para malaikat membentangkan sayap mereka untuk penuntut ilmu sebagai bentuk penghormatan.
Dalam hadits lain:
"Barang siapa keluar untuk mencari ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia pulang.”
(HR. Tirmidzi).
Betapa istimewanya seorang penuntut ilmu. Setiap langkahnya menjadi ibadah, pahalanya mengalir, dan derajatnya terangkat. Allah Swt. berfirman:
“Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadilah: 11).
Semakin bertambah ilmu, semakin tinggi derajat seorang hamba di sisi Allah, asal ilmu itu menuntunnya kepada ketaatan.
2. Keutamaan Mengamalkan Ilmu
Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah. Tinggi, tetapi tak memberi manfaat karena itu, mengamalkan ilmu adalah bukti kejujuran hati dan tanda keberkahan ilmu.
Para salaf mengatakan:
"Ilmu memanggil amal. Jika amal menjawab, ilmu akan tetap tinggal. Jika amal tidak menjawab, ilmu akan pergi.”
Seseorang yang mengamalkan ilmu:
Dicintai Allah karena ketaatannya.
Membuktikan bahwa ilmunya telah menuntunnya kepada hidayah.
Mendapat ketenangan batin karena sesuai antara keyakinan dan perbuatan.
Amal adalah buah dari ilmu, dan buah itu adalah tanda pohon yang sehat.
3. Keutamaan Mengajarkan Ilmu
Mengajarkan ilmu adalah amalan yang pahalanya tidak pernah putus meski seorang hamba telah tiada. Nabi Saw. bersabda:
“Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”
(HR. Muslim).
Selama ilmu terus diamalkan orang lain, guru akan terus mendapatkan pahalanya.
Para ulama juga mengatakan:
“Tidak ada warisan yang paling mulia kecuali ilmu.”
Mengajar bukan hanya berdiri di mimbar atau ruang kelas, tetapi setiap kali seseorang membagikan kebenaran, mengingatkan saudaranya, menuntun keluarganya, menuliskan kebaikan atau menyebarkan petunjuk, ia adalah bagian dari para pewaris Nabi Saw.
Ilmu → Amal → Dakwah
Inilah urutan emas yang diwariskan para ulama:
1. Belajar dengan ikhlas
2. Mengamalkan dengan istikamah
3. Mengajarkan dengan penuh kasih sayang
Jika hanya belajar tanpa amal → ilmu tidak memberi manfaat.
Jika hanya amal tanpa ilmu → amal bisa keliru.
Jika hanya mengajar tanpa mengamalkan → bisa menjadi fitnah dan kehinaan.
Karena itu, ulama salaf berpesan:
"Belajarlah, amalkanlah, lalu ajarkanlah.”
Penutup: Jadilah Cahaya Umat
Dunia hari ini dipenuhi hiruk-pikuk, syahwat, kebingungan, dan kebodohan spiritual. Umat sangat membutuhkan cahaya ilmu. Setiap Muslim, apapun profesinya dapat menjadi lentera:
Belajar meski sedikit demi sedikit
Mengamalkan dengan istiqamah
Mengajarkan dengan kelembutan dan keteladanan
Tidak harus menjadi ulama untuk mengajarkan kebaikan, cukup sampaikan ilmu yang kita yakini benar dan kita amalkan
Ilmu yang diamalkan dan diajarkan akan menumbuhkan pahala yang tidak pernah berhenti.
Semoga Allah menjadikan kita:
Hamba yang haus ilmu
Hamba yang taat dengan ilmu
Hamba yang menjadi penebar ilmu
آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Dr Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo