TintaSiyasi.id -- Berdasarkan laporan data CNBC Indonesia (28-8-2025), saat ini dunia dibayangi masalah serius di sektor ketenagakerjaan. Sejumlah negara besar melaporkan lonjakan angka pengangguran. Dari Inggris, China, hingga Prancis pasar tenaga kerja mereka menghadapi tantangan berat yang sebagian besar membebani generasi muda. Krisis lapangan kerja, khususnya bagi kaum muda, berpotensi memicu instabilitas di berbagai negara.
Inggris mengalami tingkat pengangguran nasional pada kuartal II- 2025 mencapai 4,7%. Data Office for National Statistics (ONS) mencatat tingkat pengangguran pemuda usia 16-24 tahun melonjak menjadi 14,1% pada periode April-Juni 2025, setara dengan 634 ribu orang. Angka ini naik dari 13,4% pada periode yang sama tahun lalu dan lebih tinggi dua poin dibandingkan sebelum pandemi.
Di China, Biro Statistik Nasional China (NBS) mencatat tingkat pengangguran perkotaan atau urban surveyed unemployment rate pada Juli 2025 sebesar 5,2%, naik dari 5,0% di bulan sebelumnya. Generasi usia 15-24 tahun harus menghadapi kenyataan pahit bahkan, sebagian terpaksa berpura-pura bekerja atau tetap bekerja tanpa menerima gaji demi sekadar terlihat produktif. Fenomena ini mencerminkan betapa sulitnya pasar tenaga kerja China menyerap angkatan kerja baru.
Di Prancis, tingkat pengangguran pada kuartal II-2025 berada di kisaran 7,5%, stabil dibanding kuartal sebelumnya menurut data Institut Statistik Prancis (INSEE). Data terbaru mencatat jumlah pengangguran terdaftar di daratan utama Prancis naik 52.900 menjadi 3,03 juta orang pada Juli 2025, level tertinggi dalam empat bulan. Tingkat pengangguran kategori pemuda di bawah 25 tahun melonjak 19.200 menjadi 493.300 orang.
Di Amerika Serikat, Data Bureau of Labor Statistics (BLS) mencatat tingkat pengangguran pada Juli 2025 berada di 4,2%, naik tipis dari bulan sebelumnya.
Sedangkan Indonesia justru dikatakan turun, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2025 berada di level 4,76%, turun dari 4,82% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran nasional turun menjadi sekitar 7,28 juta orang, dari sebelumnya lebih dari 7,3 juta orang.
Namun, tantangan masih besar di kalangan usia muda. Berdasarkan Sakernas Februari 2025, tingkat pengangguran pemuda (15-24 tahun) masih tinggi di level 16,16%. Jika dibandingkan dengan populasi pemuda, tingkat pengangguran ini setara dengan 8,01% dari total penduduk usia 15-24 tahun, atau sekitar 3,6 juta orang.
Bagaimana sistem kapitalisme global berperan dalam memperburuk krisis lapangan kerja yang menjerat kaum muda?
Apa saja dampak krisis lapangan kerja terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan psikologis kaum muda?
Apa solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi krisis lapangan kerja dan mewujudkan kesejahteraan kaum muda?
Krisis Lapangan Kerja Menjerat Kaum Muda, Bukti Kegagalan Kapitalisme Global?
Berdasarkan data tingkat pengangguran secara global menunjukkan bahwa dunia dihadapkan pada fenomena serius, yakni meningkatnya krisis lapangan kerja. Yang lebih ironis, kelompok yang paling terdampak justru dialami kaum muda. Padahal, generasi muda seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan, tetapi justru yang paling banyak terjebak dalam ketidakpastian kerja dan pengangguran.
Krisis tenaga kerja menunjukkan bahwa sistem ekonomi yang mendominasi dunia, yaitu kapitalisme global, gagal menyediakan lapangan kerja. Kapitalisme dibangun atas prinsip kebebasan pasar, efisiensi, dan orientasi keuntungan. Sistem ini mengasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi otomatis akan membawa dampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun, kenyataannya berbeda jauh.
Dalam dunia kerja, logika kapitalisme mendorong perusahaan untuk terus menekan biaya produksi demi memaksimalkan keuntungan. Konsekuensinya, pekerja muda sering diposisikan sebagai tenaga fleksibel, kontrak pendek, magang tanpa upah layak, atau pekerja lepas (freelancer) tanpa jaminan sosial. Begitu pula dengan pengaruh otomatisasi dan digitalisasi yang seharusnya membuka peluang, justru mempersempit lapangan kerja karena mesin menggantikan peran manusia.
Belum lagi pemuda dihadapkan pada kondisi tidak memiliki akses pendidikan berkualitas, minimnya keterampilan unggul, sehingga membuat mereka semakin tersisih. Alih-alih membuka masa depan, kapitalisme global justru membangun dinding tinggi yang menghalangi kaum muda untuk mendapatkan pekerjaan layak.
Selain itu, kapitalisme global juga telah menciptakan ketimpangan kekayaan yang begitu besar. Berdasarkan data Celios, kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia. Sedangkan negara lepas tangan dari tugasnya menyediakan lapangan kerja bagi rakyat. Meskipun ada upaya pemerintah mengadakan jobfair, tetapi tidak menjadi solusi karena badai PHK massal masih membayangi dunia industri. Begitu pula upaya pembukaan sekolah dan jurusan vokasi tidak menjadikan solusi. Nyatanya, banyak lulusan vokasi yang menganggur.
Selama sistem kapitalisme masih mendominasi dunia, termasuk Indonesia, pengangguran senantiasa menjadi masalah utama. Krisis lapangan pekerjaan yang menjerat kaum muda adalah bukti kegagalan kapitalisme global dalam memenuhi janji kesejahteraan. Generasi muda, yang seharusnya menjadi aset paling berharga, justru terpinggirkan dan kehilangan masa depan. Selama kapitalisme tetap dipertahankan, generasi muda hanya akan terus menjadi korban.
Dampak Krisis Lapangan Kerja terhadap Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Psikologis Kaum Muda
Krisis lapangan kerja tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga sosial dan psikologis kaum muda.
Pertama, dampak ekonomi. Banyak pemuda yang tidak mampu mandiri secara finansial meski telah menempuh pendidikan tinggi. Biaya hidup yang meningkat, ditambah sulitnya memperoleh pekerjaan tetap, membuat mereka bergantung lebih lama pada orang tua.
Kedua, dampak sosial. Keterbatasan lapangan kerja mendorong migrasi besar-besaran tenaga kerja muda ke negara lain, sering kali tanpa perlindungan hukum yang memadai. Kesenjangan sosial juga kian lebar, segelintir orang kaya makin melebarkan kekayaannya, sementara jutaan pemuda kelas menengah-bawah terjebak dalam lingkaran kemiskinan sistemis.
Ketiga, dampak psikologis. Rasa frustrasi akibat kegagalan memperoleh pekerjaan layak dapat memicu stres, depresi, hingga hilangnya rasa percaya diri. Sebagian memilih menyerah, menarik diri dari kompetisi, atau mencari jalan pintas yang berisiko. Krisis lapangan kerja yang menjerat pemuda telah merampas harapan dan masa depan mereka.
Solusi Hakiki Mengatasi Krisis Lapangan Kerja dan Mewujudkan Kesejahteraan Kaum Muda
Bergantung pada kapitalisme global hanya akan memupuskan harapan sejahtera untuk selama-lamanya. Dibutuhkan solusi hakiki menghadapi krisis lapangan kerja, yang bukan hanya mewujudkan kesejahteraan kaum muda, tetapi juga seluruh individu masyarakat.
Islam menawarkan solusi yang komprehensif menghadapi krisis lapangan kerja dan juga pasti dapat menyelesaikan seluruh problematika lainnya yang melanda akibat kegagalan kapitalisme global di segala lini kehidupan.
Pertama. Islam mewajibkan penguasa sebagai raain.
Dalam Islam, penguasa adalah raain (penggembala/pemelihara) dan rakyat adalah amanah yang harus diurus. Rasulullah Saw bersabda, "Seorang imam (pemimpin) adalah penggembala, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari-Muslim).
Penguasa dalam Islam berperan sebagai raain yaitu mengurusi setiap urusan rakyatnya. Salah satunya, negara wajib menciptakan lapangan pekerjaan bagi siapa pun yang memiliki tanggung jawab pencari nafkah. Negara memfasilitasi rakyat agar memiliki pekerjaan, yaitu dengan pendidikan, bantuan modal, industrialisasi, pemberian tanah, dll.
Mekanisme ini menegaskan bahwa negara tidak boleh lepas tangan terhadap kebutuhan dasar rakyat, termasuk urusan pekerjaan. Negara memfasilitasi rakyatnya untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, yang membebaskan mereka melakukan berbagai penelitian di berbagai bidang demi kemaslahatan umat. Negara juga memfasilitasi rakyatnya dengan berbagai ketrampilan yang dibutuhkan dalam upaya mempermudah mencari nafkah.
Selain itu, negara juga memberi bantuan modal agar rakyat dapat berusaha, bukan sekadar bergantung pada lapangan kerja formal. Di samping itu dalam industrialiasi dan pembangunan sektor riil, negara membuka lapangan kerja dengan menggerakkan industri, pertanian, dan perdagangan.
Dalam hal distribusi tanah, Islam melarang tanah terlantar. Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya." (HR. Tirmidzi). Ini berarti, tanah dikelola untuk produktivitas, bukan ditimbun oleh segelintir orang.
Kedua. Sistem ekonomi Islam.
Penerapan sistem ekonomi Islam menjadikan kekayaan dunia terdistribusi secara adil, tidak terkonsentrasi pada segelintir pihak sebagaimana kegagalan kapitalisme global yang membiarkan kekayaan terkonsentrasi pada segelintir elit, sementara mayoritas kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Islam mengatur agar kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang kaya saja. Allah SWT berfirman, “…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (TQS. Al-Hasyr: 7).
Dalam sistem ekonomi Islam melarang adanya riba, monopoli, dan penimbunan sehingga mencegah eksploitasi dan akumulasi kekayaan pada segelintir orang. Pengelolaan kepemilikan umum (seperti tambang, minyak, energi, air) oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat, bukan diserahkan ke swasta atau asing. Hasil dari pengelolaan kepemilikan dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam Islam juga ada zakat, infaq, sedekah, dan jizyah yang semua pendistribusiannya telah diatur sempurna oleh syariah.
Ketiga. Sistem pendidikan Islam, melahirkan SDM berkualitas.
Dalam Islam, pendidikan bukan hanya bertujuan menghasilkan tenaga kerja, tetapi juga membentuk manusia yang bersyakhsiyah Islam dan ahli di bidangnya, sesuai minat dan bakatnya sehingga lahir tenaga ahli di berbagai bidang (teknologi, kedokteran, hukum, pertanian, dll). Negara berkewajiban menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat, tidak ada diskriminasi karena status sosial atau ekonomi. Semua rakyat berhak atas pendidikan yang memadai.
Penerapan Islam di seluruh lini kehidupan tidak hanya dapat menyelesaikan krisis lapangan kerja, melainkan membangun sistem komprehensif sebagai penyelesai seluruh persoalan umat manusia. []
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst
Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo