TintaSiyasi.id -- “Wahai manusia, sesungguhnya kamu telah lalai, sementara waktu terus berjalan, dan ajal tak pernah menunggu.”
(Imam Abu Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin).
Pendahuluan: Penyakit Hati yang Menggerogoti Kehidupan
Di tengah hingar-bingar dunia yang semakin materialistik dan penuh godaan, dua penyakit hati menjadi ancaman serius yang menggerogoti jiwa banyak manusia, yaitu rakus terhadap dunia dan panjang angan-angan. Keduanya seringkali tidak terlihat, tetapi pelan-pelan menghancurkan bangunan ruhani dan iman seorang mukmin.
Imam Abu Laits As-Samarqandi dalam kitab klasiknya yang monumental, Tanbihul Ghafilin, menempatkan dua sifat ini sebagai akar dari kelalaian (ghaflah) dan penyebab utama manusia jauh dari Allah Swt. Artikel ini mencoba mengupas lebih dalam peringatan beliau, dan bagaimana kita bisa menyelamatkan diri dari bahaya dua sifat ini.
1. Rakus: Ketamakan yang Tak Pernah Puas
Sifat rakus (ṭama‘) adalah keinginan berlebihan terhadap dunia, seperti harta, kekuasaan, popularitas atau jabatan. Seseorang yang rakus tak pernah merasa cukup. Ia terjebak dalam lingkaran tanpa akhir. Semakin banyak ia dapat, semakin besar keinginannya.
Imam As-Samarqandi berkata:
“Orang yang rakus terhadap dunia, tidak akan pernah kenyang sebagaimana perut tidak akan pernah penuh dengan tanah, hingga ia masuk ke dalam kubur.”
Sifat ini mengikis nilai-nilai ruhani:
Menghilangkan ketawakkalan dan qana'ah, karena ia selalu merasa kurang.
Mendorong pada maksiat, seperti mencuri, menipu, suap, hingga riba demi memenuhi kerakusan.
Melemahkan ibadah, karena hatinya disibukkan oleh ambisi duniawi.
Rasulullah Saw. pun bersabda:
"Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, ia pasti menginginkan dua lembah. Dan tidak akan memenuhi mulutnya kecuali tanah."
(HR. Bukhari dan Muslim).
Refleksi
Apakah kita hari ini hidup dalam batasan kebutuhan atau kita sudah masuk dalam wilayah kerakusan? Kita mengejar dunia bukan untuk mencukupi hidup, tetapi hidup hanya untuk mengejar dunia. Ini adalah ketertipuan ruhani yang harus segera diobati.
2. Panjang Angan-Angan: Penundaan Taubat dan Amal Shalih
Panjang angan-angan (ṭūl al-amal) adalah kebiasaan menunda-nunda amal karena merasa masih punya banyak waktu hidup. Ini adalah penyakit kelalaian yang mematikan, karena:
Ia menunda taubat, seolah kematian masih lama.
Ia menyepelekan amal, seolah hari esok pasti datang.
Ia merasa aman dari akhirat, padahal ajal lebih dekat dari napas berikutnya.
Imam As-Samarqandi menulis:
“Panjang angan-angan akan memadamkan cahaya hati, karena ia meninabobokan jiwa dari peringatan dan kematian.”
Dunia dijadikan taman bermain, bukan ladang amal. Akhirat menjadi angan kosong, bukan tujuan hidup yang nyata.
Hasan al-Bashri mengingatkan:
“Aku belum pernah melihat sesuatu yang lebih menipu manusia melebihi panjang angan-angan.”
Refleksi
Berapa banyak dari kita yang berkata, “Besok saya mulai berubah,” “Nanti saya taubat,” atau “Saya akan belajar setelah pensiun”? Semua adalah bisikan panjang angan-angan. Padahal, ajal tidak pernah menunggu niat baik yang ditunda.
3. Gabungan yang Membinasakan
Ketika sifat rakus dan panjang angan-angan bertemu, maka:
Hidup hanya diisi dengan mengejar dunia tanpa arah.
Tidak ada rasa takut kepada Allah.
Tidak ada kesiapan menghadapi kematian.
Tidak ada kecintaan kepada akhirat.
Inilah yang menjadikan manusia jatuh pada kelalaian total (ghaflah mutlaqah). Ia hidup, tetapi hatinya mati. Ia berjalan, tetapi menuju kebinasaa
4. Solusi Spiritual ala Imam As-Samarqandi
Imam Abu Laits tidak hanya mendiagnosis penyakit, tetapi juga memberikan obat mujarab bagi siapa saja yang ingin selamat:
a. Banyak Mengingat Kematian (Dzikrul Maut)
Mengingat kematian dengan sungguh-sungguh adalah cara paling ampuh menghentikan rakus dan panjang angan-angan.
“Cukuplah maut sebagai nasihat.” (HR. Thabrani)
b. Membangun Kesadaran Akhirat
Setiap keputusan hidup harus ditimbang dengan neraca akhirat, bukan keuntungan dunia.
c. Bersahabat dengan Orang Shalih
Hati yang berkarat akan jernih jika dekat dengan para pecinta akhirat.
d. Menghidupkan Tilawah dan Tadabbur Al-Qur'an
Karena Al-Qur'an mengingatkan kembali hakikat kehidupan bahwa dunia hanyalah permainan dan senda gurau.
Penutup: Kembali ke Jalan Kesadaran
Di tengah derasnya gelombang dunia, mari kita dengarkan suara langit yang disampaikan oleh ulama seperti Imam Abu Laits As-Samarqandi bahwa keselamatan bukanlah pada seberapa besar yang kita miliki, tetapi seberapa bersih hati kita dari rakus dan panjang angan-angan.
“Orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya.”
(HR. Ibnu Majah).
Semoga kita semua diberikan taufiq untuk mengikis rakus, memotong angan-angan, dan mengisi hidup dengan amal terbaik sebelum nafas terakhir menghampiri.
Renungan Akhir
Sudahkah kita merasa cukup dengan rezeki Allah hari ini?
Sudahkah kita mempersiapkan kematian seolah-olah besok?
Ataukah kita masih hidup dalam rakus dan angan-angan palsu?
Mari kita periksa hati, dan kembalilah ke jalan yang diridhai Allah.
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis buku dan Dosen Pascasarjana UIT Lirjoyo