"Cara
mengelola keuangan keluarga agar tetap stabil di tengah krisis adalah dengan me-manage
keuangan," tuturnya dalam acara Bincang-Bincang Bareng Tsalis Group
dengan tema Menjaga Ekonomi Keluarga Saat Krisis Melanda di YouTube
Tsalis Group, Rabu (09/07/2025).
Ia menyampaikan, sebenarnya
manajemen keuangan itu semuanya sama. “Mulai level negara, level perusahaan,
maupun level rumah tangga. Ilmu manajemen itu kan ilmu yang netral. Jadi
sebenarnya semua bisa di-manage, dan kembalinya kepada masing-masing
keluarga,” tuturnya.
"Kita itu kan
bisa mengukur sebenarnya pendapatan rata-rata berapa. Kalau memang pendapatan
kita pas-pasan, maka manajemennya itu harus benar-benar serius dilakukan,”
ujarnya.
“Yang namanya
manajemen itu bagaimana mengatur keuangan kita. Kita itu sebenarnya
pendapatannya apa, kemudian harus ada skala prioritas di dalam pengeluaran. Itu
namanya manajemen," jelasnya.
Jadi sebelum
belanja kebutuhan, lanjutnya, dalam ilmu ekonomi itu harus dipahami bahwa kebutuhan ada tiga level, yakni ada kebutuhan
primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier.
“Maka kalau uang
kita itu pas-pasan, maka dari uang yang kita dapatkan itu skala prioritas
pertama tetap harus kebutuhan primer. Itu harus terjaga. Kalau primer itu
memang teorinya sandang, pangan, dan papan,” sebutnya.
Pertama, prioritas pangan nomor satu. “Jadi berapa pun pendapatan yang kita
dapatkan, tetap nomor satu itu harus mengamankan pangan kita,” lugasnya.
"Nomor dua
baru papan. Kalau pakaian InsyaAllah sudah punya lah. Enggak usah
berpikir untuk beli pakaian yang baru. Pangan pun nanti masih bisa kita peras,”
ujarnya.
“Yang paling pokok
itu apa? Tetap beras. Maka kalau kita memperoleh pendapatan yang harus kita
amankan itu beras dulu. Paling enggak untuk satu bulan itu beras itu berapa?
Itu harus nomor satu diprioritaskan. Itu yang disebut kebutuhan primer,"
ujarnya.
Kedua, kebutuhan sekunder. “Kalau dalam kitab disebut kebutuhan kamali. Jadi
ada kebutuhan asasi, ada kebutuhan kamali,” tuturnya.
Kalau kamali itu
nanti juga ada skala prioritasnya, sebutnya, yaitu kebutuhan kamali yang
bersifat lazimah, yang wajib walaupun itu hanya second. “Contohnya
seperti bayar listrik, itu jadi kebutuhan kamali yang bersifat lazimah.
Kalau kita enggak bayar listrik ya dicabut. Ini juga menjadi skala prioritas,”
ulasnya.
"Berarti
sekarang alokasi yang mendesak yang lazimah itu adalah untuk yang
sekunder atau kamali. Kamali itu seperti listrik, gas. Listrik, gas, dan untuk
keperluan transportasi BBM itu sebenarnya kan kamali, tetapi kamali yang
lazimah itu harus menjadi skala prioritas. Kemudian sisanya tetap harus
ada yang digunakan untuk saving,"
imbuhnya.
Ia mengingatkan
agar pendapatan jangan sampai habis semua. Paling tidak 10 persen itu harus
untuk saving.
“Maka saving itulah
yang nanti akan memperpanjang nafas kita, ya. Jadi di satu sisi kita harus
melakukan diversifikasi, tetapi kita juga harus punya cash flow yang
aman. Nah, cash flow yang aman itu dari saving,” tuturnya.
"Nah, kalau
sudah ketemu berapa jumlah kebutuhan, baik yang asasi dengan yang kamali tadi,
yang primer maupun sekunder, yang bersifat lazimah tadi, itulah yang harus kita
pegang dulu,” uarnya.
“Misalnya, untuk
makan itu berapa? Satu keluarga untuk beli beras dan lauk yang standar. Lauk
pauk yang standar itu kebutuhan protein yang harus kita jaga. Misalnya, yang
paling murah itu telur atau tempe. Protein hewani tetap diperlukan, yang paling
murah itu telur," ujarnya.
Ia menambahkan, terkait
diversifikasi, untuk menambah pendapatan bisa mulai beternak lele atau beternak
ayam.
“Jadi saving-nya
bisa dalam bentuk uang, tetapi juga bisa dalam bentuk ternak. Dalam kondisi
tertentu itu jelas cepat untuk kita lakukan. Kalau bisa bertelur itu bagus. Lele
bisa tumbuh kembang langsung digoreng, dimakan. Nah, itu namanya harus ada
keserasian antara diversifikasi dalam pekerjaan kita, bisnis kita dengan
manajemen keuangan kita,” bebernya.
"Jadi harus
ada manajemen yang sangat ketat. Misalnya, pendapatan normal itu 1,5 juta, maka
yang satu juta untuk kebutuhan pangan dan sewa rumah yang primer. Yang 500 ribu
untuk alokasi kebutuhan sekunder yang lazimah yang wajib,” ujarnya
mencontohkan.
“Nah, berarti 1,5
juta itu harus kita amankan. Kalau pendapatan kita rata-rata 2 juta, sebagian
untuk saving, sebagian untuk mulai merintis bisnis. Untuk membeli bibit
untuk perikanan, mengembangkan perikanan dan peternakan. Yang membutuhkan lahan
kecil-kecil itu kan peternakan dan perikanan. Bahkan ternak itu paling tanpa
kandang dan bisa dilepas juga," pungkasnya.[] Rina