TintaSiyasi.id -- Menjadi da’i bukan sekadar berdiri di atas mimbar atau tampil dalam tayangan dakwah. Menjadi da’i sejatinya adalah jalan panjang memperbaiki diri—jalan sunyi menuju ketundukan yang sejati kepada Allah. Bukan untuk merasa paling suci, tapi untuk semakin merunduk di hadapan-Nya.
1. Dakwah Dimulai dari Diri Sendiri
Allah Ta'ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."
(QS. Ash-Shaff: 2–3)
Ayat ini menjadi peringatan bahwa dakwah tanpa perbaikan diri hanyalah suara tanpa makna. Seorang da’i harus terlebih dahulu menjadi pendengar nasihat yang baik—untuk dirinya sendiri. Karena orang yang paling mudah menerima nasihat adalah mereka yang selalu merasa butuh petunjuk, bukan yang merasa sudah benar.
2. Menjadi Da’i Agar Lebih Mudah Dinasihati
Seorang da’i sejati bukanlah orang yang mudah mengkritik tapi sulit dikritik. Justru ia membuka lebar-lebar pintu hatinya untuk menerima nasihat, bahkan dari orang biasa, bahkan dari orang yang tak dikenal.
Ia menyadari, bahwa keberkahan seorang da’i bukan karena ilmunya saja, tapi karena ketundukannya terhadap kebenaran. Ia tak keberatan dinasihati karena ia tahu nasihat itu adalah tanda cinta dari Allah.
3. Berkebenaran Tanpa Merasa Paling Benar
Kebenaran adalah milik Allah. Seorang da’i berusaha menyampaikan kebenaran itu dengan rendah hati. Ia tidak menganggap dirinya paling benar, namun terus memperjuangkan kebenaran dengan penuh kasih dan rahmat.
Seorang salaf berkata,
"Katakanlah kebenaran, namun jangan merasa bahwa hanya engkaulah pemiliknya."
4. Berilmu Tanpa Merasa Paling Tahu
Ilmu adalah amanah, bukan gelar untuk dibanggakan. Semakin seseorang tahu, semakin ia sadar betapa banyak yang belum ia ketahui. Da’i sejati bukan yang angkuh dengan kitab, ijazah, atau popularitas, tapi yang rendah hati karena tahu bahwa semua itu hanya titipan.
Imam Malik rahimahullah pernah berkata:
"Ilmu bukanlah dengan banyaknya riwayat, tetapi ilmu adalah cahaya yang Allah tempatkan di dalam hati."
5. Dakwah adalah Jalan Keikhlasan
Seorang da’i berdakwah bukan untuk disanjung atau dikagumi. Dakwah adalah ibadah. Maka niatnya harus lurus—semata-mata mengharap ridha Allah. Ia tidak menjadikan dakwah sebagai alat mencari dunia, tetapi sebagai jalan menuju akhirat.
Penutup
Menjadi da’i adalah tugas yang mulia, tetapi bukan tanpa risiko. Ia akan diuji dengan pujian, diuji dengan penolakan, diuji dengan rasa lelah dan kesepian. Namun, semua itu menjadi sarana pengasahan jiwa.
Menjadi da’i berarti belajar terus menerus untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik, bukan hanya pengajak kebaikan, tapi juga pelaku kebaikan.
Dakwah yang paling kuat bukan hanya dari lisan, tapi dari keteladanan hidup.
Semoga Allah menjadikan kita semua da’i di jalan-Nya, yang memperbaiki diri, merendah di hadapan kebenaran, dan terus belajar dalam cahaya ilmu.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)