Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Klaim Pengangguran Turun, Pengamat Ekonomi: Harus Ada Data Besaran Jumlah Absolut para Penganggur

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 04:07 WIB Last Updated 2025-08-15T21:11:30Z

Tintasiyasi.ID -- Menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengklaim bahwa pengangguran turun di Indonesia pada Februari 2025, Pengamat Ekonomi Islam Ustazah Nida Saadah, S.E., Ak., M.E.I., menjelaskan harus disertakan data jumlah absolut penganggur.

 

“Jadi kalau dikatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka itu menurun maka sebetulnya belum tentu bahwa jumlah penganggurannya itu berkurang, kalau tidak disertakan data berapa besaran jumlah absolut para penganggur,” jelasnya dalam program Economic Understanding yang disiarkan dalam kanal Youtube Muslimah Media Hub pada Jumat (08/08/2025).

 

Klaim pemerintah tersebut bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang merupakan hasil survey angkatan kerja pada Februari 2025 yang menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,76 persen. Jumlah ini yang jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami penurunan sebesar 0,06 persen.

 

Ia mengatakan untuk membandingkan adanya prestasi penurunan jumlah pengangguran harus disajikan data real jumlah penganggur absolutnya.

 

“Jadi untuk bisa membandingkannya itu maka harus ada disajikan data jumlah absolut penganggurnyaa. Orang yang betul-betul memang menganggur,” tambahnya.

 

“Kalau kita memahami bahwa cara menghitung tingkat pengangguran terbuka itu jumlah penganggur dibagi jumlah angkatan kerja kemudian dikalikan 100 persen,” bebernya.

 

Lanjut dikatakan, ada dua variabel, ada penyebut dan ada pembilangnya. “Maka akan kita temukan bahwa sekalipun jumlah penganggurnya itu tetap, tetapi jika jumlah angkatan kerjanya itu naik, maka sudah pasti angka tingkat pengangguran terbukanya akan menurun karena pembaginya mengalami kenaikan,” paparnya.

 

Ustazah Nida juga menyampaikan bahwa jika paham mengenai cara penghitungan tadi, maka dapat disimpulkan bahwa penurunan persentase tersebut bukan menggambarkan adanya suatu “prestasi”.

 

“Jadi kesimpulannya kalau tadi kita sudah pahami cara menghitungnya seperti itu, maka ketika terjadi penurunan persentase tanpa ada penjelasan jumlah absolut penganggur, kita tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa terjadi serapan tenaga kerja yang lebih besar,” terangnya.

 

Ia juga memberikan penjelasan jika dibandingkan dengan sistem ekonomi Islam, sesuai dengan konsep politik ekonomi Islam dalam salah satu kitab yang berjudul As-Siyasah Iqtisodi Al-Mutsla dijelaskan bahwa cukup dilihat dari kondisi per individu.

 

“Kalau kita membahas tentang parameter kondisi baik atau tidak itu cukup dilihat dari masing-masing orang per individu. Jadi standar Islam itu jika setiap laki-laki yang dia sudah masuk usia mukalaf, dia sudah masuk dalam serapan dunia kerja, maka sebetulnya cukup dilihat apakah masih ada laki-laki yang menganggur atau tidak,” jelasnya.

 

“Satu orang saja jika dia seharusnya bisa memberikan nafkah tetapi dia kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan maka itu langsung diselesaikan,” lanjutnya tegas.

 

Hal itu pun telah dicontohkan pada masa Rasulullah dan Khalifah Umar saat ada yang menganggur, maka diberikan tools atau alat untuk menyelesaikannya.

 

“Demikian kalau kita lihat dalam Islam itu menyelesaikan persoalan ini tidak sepelik berdebat kusir tentang angka, tetapi bisa kita lihat langsung kepada individu per individunya. Ini yang tidak mampu ditandingi oleh sistem selain Islam,” ungkapnya mengakhiri.[] Hima Dewi

Opini

×
Berita Terbaru Update