Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kebutaan Mata Hati: Ketika Kita Mengejar yang Dijamin dan Melalaikan yang Diminta

Senin, 28 Juli 2025 | 14:23 WIB Last Updated 2025-07-28T07:23:32Z
TintaSiyasi.id -- Renungan Hikmah Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam

“Kegigihanmu dalam mencari sesuatu yang telah dijamin untukmu dan kelalaianmu dalam menunaikan apa yang diminta darimu adalah tanda butanya mata hatimu.”
(Ibnu Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam).

Pendahuluan: Realitas yang Terbalik
Manusia modern hidup dalam pusaran kesibukan. Pagi hingga malam, tenaga dan pikiran dikuras demi satu hal: mengejar rezeki. Kita berlari mengejar dunia, seakan-akan hidup ini hanya tentang mengumpulkan materi. Namun ironisnya, justru kita lalai pada apa yang Allah minta, yakni badah, ketaatan, amanah hati, dan perjalanan menuju akhirat.
Ibnu Athaillah menyentil keras kebutaan hati ini. Beliau menyatakan bahwa kesibukan berlebih dalam mencari apa yang telah dijamin Allah, dan kelalaian terhadap kewajiban spiritual, adalah tanda matinya bashirah (mata hati).

1. Rezeki Itu Telah Dijamin Allah
Salah satu prinsip dasar dalam tauhid adalah keyakinan bahwa rezeki sudah ditetapkan. Allah berfirman:
۞وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ 

 “Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya...” (QS. Hûd: 6).

Allah yang menciptakan kita, Allah pula yang menjamin kehidupan kita. Sehebat apa pun usaha kita, rezeki yang kita peroleh tak akan melebihi atau mengurangi satu butir pun dari takaran Allah.
Namun, mengapa manusia begitu panik, resah, dan gila kerja untuk mengejar sesuatu yang telah dijamin?
Jawabannya satu: karena butanya mata hati.

2. Yang Diminta Darimu: Tugas Kehambaan
Yang diminta dari kita bukan memastikan rezeki, tetapi menunaikan amanah sebagai hamba:
• Menjaga sholat, dzikir, dan keikhlasan.
• Menjauhi maksiat dan berakhlak mulia.
• Menolong sesama dan menegakkan kebenaran.
• Menuntut ilmu dan mendidik jiwa.
Inilah ladang ujian yang Allah titipkan untuk kita. Namun, alih-alih fokus pada tugas tersebut, kita sering menghabiskan waktu, tenaga, dan bahkan usia hanya untuk mengejar yang sudah dijamin.
“Jangan engkau merasa cemas terhadap rezekimu yang telah dijamin, dan jangan engkau merasa aman dari dosa yang menjadi tanggung jawabmu.”
(Al-Hikam, Ibnu Athaillah).

3. Mata Hati yang Buta: Ciri dan Bahayanya
Bashirah adalah mata hati. Kemampuan batin untuk membedakan antara haq dan batil, antara tugas sejati dan tipu daya dunia. Ketika bashirah mati, maka terjadilah realitas yang terbalik:
• Dunia jadi tujuan, bukan kendaraan.
• Rezeki jadi obsesimu, bukan kepercayaanmu kepada Allah.
• Akhirat jadi wacana, bukan prioritas.
• Ibadah jadi rutinitas, bukan perjumpaan cinta.
Kematian bashirah adalah bencana rohani yang menjauhkan kita dari Allah, meski kita terlihat "aktif", "sukses", dan "sibuk".

4. Dunia Bukan Sasaran, Tetapi Ladang
Ibnu Athaillah tidak pernah melarang kita bekerja atau berusaha. Namun, beliau menegaskan bahwa dunia bukanlah tempat tujuan, melainkan jembatan menuju akhirat.
Berikhtiarlah mencari rezeki, tetapi jangan menjadikan dunia sebagai poros hidupmu. Jadikan pekerjaanmu sebagai sarana taat, bukan sumber kelalaian.
"Janganlah dunia masuk ke dalam hatimu, cukupkan ia di tanganmu."
(Nasihat salafush shalih).
Orang yang bashirah-nya hidup, tahu kapan ia bekerja, dan tahu kapan ia harus sujud dan tunduk dalam kehambaan.

5. Membangkitkan Mata Hati: Kembali ke Jalur yang Lurus
Untuk menghidupkan kembali bashirah yang telah tertutup oleh kerak dunia, kita harus:
1. Meningkatkan dzikir dan muhasabah.
Hati yang banyak mengingat Allah akan lebih peka terhadap arah hidupnya.
2. Menata niat dalam bekerja dan beramal.
Apakah karena dunia semata atau sebagai ibadah?
3. Menjadikan ibadah sebagai prioritas utama.
Letakkan dunia di tangan, dan akhirat di hati.
4. Menjaga hubungan dengan para salihin.
Nasihat mereka adalah cermin yang membersihkan kotoran hati kita.

Penutup: Kembali pada Tugasmu, Serahkan pada Allah Tugas-Nya
Hikmah agung dari Ibnu Athaillah ini adalah seruan lembut sekaligus peringatan tajam:
Jangan terbalik peran. Tugasmu adalah taat dan beribadah.
Tugas Allah adalah menjamin rezekimu.
Semakin kita menyibukkan diri dalam wilayah Allah (menentukan rezeki), semakin lalai kita dari tugas kita sendiri (ibadah, taat, amanah). Maka, jangan heran jika hati terasa hampa, hidup terasa gersang, dan jiwa kehilangan arah.
“Bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok hari, dan bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya.”
Hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. (makna umum)

Semoga Allah membuka bashirah kita, agar kita tahu arah, tahu tugas, dan tahu siapa yang sebenarnya menggenggam kehidupan ini.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo 

Opini

×
Berita Terbaru Update