Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ironi, Harga Beras Melambung Tinggi saat Stok Melimpah, Apa yang Salah?

Minggu, 06 Juli 2025 | 18:35 WIB Last Updated 2025-07-06T11:35:30Z

TintaSiyasi.id -- Harga beras yang melambung tinggi di sejumlah wilayah Indonesia menjadi pusat perhatian. Sebab, kenaikan harga beras terjadi saat stok beras melimpah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam sebulan terkahir kenaikan harga beras terus meningkat yakni dari 119 daerah menjadi 163 daerah kabupaten/kota di Indonesia. Jumlah stok beras di Bulog mencapai empat juta ton. Bahkan, stok beras di tahun ini adalah yang paling tinggi disepanjang sejarah. (Finance.detik.com, 30 Juni 2025)

Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab melambungnya harga beras. Pertama, stok beras menumpuk terlalu banyak di gudang Bulog dan belum tersalurkan. Hal ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan untuk menyerap gabah petani dalam jumlah besar meskipun berkualitas rendah. Kedua, stok beras kemungkinan sengaja ditimbun oleh para tengkulak nakal. Sehingga, kelangkaan beras terjadi dan harga pun melambung tinggi ketika permintaan meningkat. Ketiga, adanya gangguan dalam rantai distribusi beras yang panjang dan rumit yang mengakibatkan harga beras meroket. 

Inilah potret nyata pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme. Sistem ini membuat kebijakan dan tata kelola lebih berpihak pada kepentingan pasar dan pemilik modal, daripada kebutuhan dan kesejahteraan rakyat. 

Kebutuhan pokok diperlakukan sebagai komoditas ekonomi, bukan kebutuhan dasar yang harus dijamin oleh negara. Akibatnya, distribusi pangan bermasalah dan tidak merata. Ditambah lagi adanya permainan harga dari pihak-pihak tertentu seringkali membuat harga beras tidak stabil. 

Di sisi lain, negara kerap kali bersikap pasif dan membiarkan mekanisme pasar bekerja. Alih-alih turun tangan langsung dalam menstabilkan harga dan ketersediaan stok bagi masyarakat. Justru, negara lebih berperan sebagai fasilitator kepentingan ekonomi para pemilk modal, ketimbang pelindung rakyat dari gejolak harga dan kelangkaan. Maka, sangat mustahil mengharapkan kesejahteraan di dalam sistem kapitalisme. 

Tentu, kondisi ini berbeda dengan sistem Islam, yakni khilafah yang menjadikan aturan Islam sebagai pijakan. Dalam sistem Islam khilafah, negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan. Negara khilafah tidak memandang pangan sebagai komoditas untuk mendapatkan keuntungan, tapi sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. 

Negara akan mengatur produksi, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung untuk kemaslahatan rakyat. Dukungan akan diberikan kepada petani, seperti subsidi bibit, pupuk, dan sarana produksi pertanian secara gratis, untuk memastikan produksi berkualitas dan mencukupi kebutuhan rakyat. 

Infrastruktur juga akan dibangun untuk mendukung pertanian dan distribusi hingga ke wilayah terpencil. Dalam sistem khilafah, khalifah akan mencegah terjadinya penimbunan yang dapat menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga, karena praktik ini diharamkan dalam Islam.

Selain itu, khilafah Islam akan bertanggung jawab dalam menjamin kestabilan harga pangan dan akses kebutuhan pokok bagi seluruh masyarakatnya. Sehingga, rakyat miskin dapat mengakses kebutuhan pokok mereka tanpa kesulitan. Hal ini disebabkan karena penguasa dalam sistem Islam bertindak sebagai pengurus (raa’in) untuk rakyatnya termasuk dalam pengelolaan pangan. 

Harga barang akan terbentuk secara alami melalui mekanisme pasar tanpa intervensi negara dalam bentuk pematokan harga, kecuali jika terjadi penipuan, kecurangan atau penimbunan. Kestabilan harga dicapai melalui sistem ekonomi Islam yang transparan dan adil, bukan melalui kontrol buatan. 

Maka, solusi hakiki atas persoalan ekonomi adalah perubahan menyeluruh menuju sistem Islam yang diterapkan secara kaffah di bawah naungan khilafah bukan tambal sulam regulasi. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Aqila Deviana, Amd.Keb.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update