×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sistem Kapitalisme Membuat Pulau Kecil Dikeruk demi Ambisi Kapitalis

Jumat, 20 Juni 2025 | 07:13 WIB Last Updated 2025-06-20T00:13:47Z
TintaSiyasi.id -- Menanggapi banyaknya pulau-pulau kecil yang mengalami penambangan serta rusak, Direktur Indonesia Justice Monitor Ustaz Agung Wisnuwardana, mengatakan, sistem kapitalisme membuat pulau-pulau kecil dikeruk, dan beresiko tinggi mengalami kerusakan hanya untuk ambisi dan keserakahan kapitalis.

"Sistem hari ini (kapitalisme) yang membuat pulau-pulau kecil di keruk dan beresiko tinggi mengalami kerusakan hanya untuk ambisi dan keserakahan kapitalis," ungkapnya di akun TikTok agung.wisnuwardana, Rabu (18/6/2025).

Ia menjelaskan, pemerintah sekarang sibuk dengan ambisi hilirisasi sumber daya alam termasuk nikel, smelter butuh bahan mentah, sehingga pulau-pulau kecil dikorbankan, dikeruk demi pertumbuhan ekonomi ala kapitalisme yang menimbulkan kesenjangan sosial.

Ia mengutip undang-undang no 1 tahun 2014 pemanfaatan pulau kecil diperioritaskan untuk konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut dan seterusnya.

"Tetapi kata diprioritaskan maknanya bukan dilarang, artinya tambang masih bisa masuk di pulau-pulau kecil asal membawa AMDAL IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dan tentu restu dari atas (penguasa), akibatnya pulau kecil rusak, air tercemar, masyarakat lokal tersingkir kalau pun saat ini belum rusak maka seiring waktu ekologi akan rusak bersamaan masifitas pertambangan di pulau-pulau kecil," terangnya.

Ia juga mengutip, putusan Mahkamah Konstitusi no 35/PUU-XXI/2023, tidak secara eksplisit melarang tambang di pulau kecil, hanya menyatakan itu beresiko tinggi (abnormaly dangerous activity).

"Pemberlakuan putusan MK ini sejalan pada PT Gema Kreasi Perdana di Pulau Wawoni, tetapi putusan MK ini seperti tidak bisa diberlakukan pada PT Gag Nikel di Pulau Gag dan perusahaan tetap jalan, karena bisa meyakinkan dokumen mereka baik-baik saja dan fakta di lapangan dianggap belum ada kerusakan. Memang ada peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no 10 tahun 2024 yang menyebut bahwa pulau kecil yang luasnya kurang atau sama dengan 100 km² tidak boleh (TB) untuk kegiatan penambangan mineral dan batu bara tetapi di pasal normatifnya masih muncul lagi kata diprioritaskan, celah lagi, celah yang bisa bikin tambang tetap masuk asal punya izin dari pusat," cecarnya.

"Kalau tambang bisa lolos dengan dalih IPPKH atau dianggap tidak merusak pulau kecil ruang beresiko tinggi abnormaly dangerous activity pada penambangan di pulau kecil pada putusan MK dan larangan di Permen (Peraturan Menteri) Kelautan dan Perikanan tadi buat apa kemudian?" Tanyanya.

Ia membandingkan, dalam Islam tidak ada kompromi dalam penambangan di pulau kecil, dan daya dukung terbatas yang kalau ditambang pasti akan rusak.

"Hukumnya haram untuk (pulau kecil) dieksploitasi kenapa? Satu merusak milik umum karena pulau-pulau kecil itu milik umum bukan milik negara," ungkapnya.

Kedua, termasuk aktivitas yang berbahaya dan beresiko tinggi akan merusak. Ketiga, akan menghancurkan ekosistem yang Allah ciptakan yang akhirnya akan menimbulkan kemudharatan yang besar untuk semua.

"Bahkan meskipun pulau kecil itu dikelola oleh seumpama BUMN sekalipun tetap haram hukumnya," tambahnya.

"Kita harus berani bilang stop tambang di pulau-pulau kecil, stop kompromi demi ambisi hilirisasi, stop akal-akalan regulasi, wujudkan sistem yang berpihak pada lingkungan, manusia, dan keberkahan," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update