×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penambangan Nikel di Raja Ampat, Pengelolaan Sumber Daya Alam Harus Sesuai Syariat

Jumat, 20 Juni 2025 | 05:34 WIB Last Updated 2025-06-19T22:34:43Z

TintaSiyasi.id -- Dalam konferensi Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta, di mana aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat pemuda Papua melakukan aksi protes terhadap aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, pada Selasa, 3 Juni 2025. Greenpeace ingin menyampaikan pesan kepada pemerintah Indonesia dan para pengusaha di industri nikel yang hadir di acara tersebut, dan kepada publik, bahwa dampak tambang dan hilirisasi nikel di berbagai daerah sudah membawa penderitaan bagi masyarakat yang terdampak langsung.

Publik pun ikut dibuat geram saat melihat kondisi Raja Ampat saat ini yang menjadi tempat penggalian tambang nikel. Penambangan nikel di Raja Ampat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang nikel karena besarnya sorotan publik.

Pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup menemukan banyaknya fakta pelanggaran serius di Raja Ampat terkait aktivitas pertambangan nikel. Di area tersebut, ada empat perusahaan tambang nikel yang menjadi objek pengawasan Kementrian Lingkungan Hidup. Menteri KLH menyatakan, dari keempat perusahaan tambang, hanya PT Mulia Raymond Perkasa yang tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP).

UNESCO pada September 2023 menetapkan Raja Ampat sebagai bagian dari Global Geopark. Pandangan mereka kawasan tersebut sebagai salah satu kekayaan dunia yang patut dijaga dan dilestarikan karena memiliki potensi luar biasa baik di atas dan bawah laut. Pada Oktober 2024 lalu, National Geographic Raja Ampat masuk ke dalam 25 destinasi terbaik di dunia pada tahun 2025.


Kapitalisme, Sistem Rusak yang Merusak

Kita dapat mencermati dan mencerna semua itu, hanyalah ambisi pemerintah terkait tambang nikel jelas makin besar. Semua hal tersebut dibayar dengan eksploitasi SDA yang bebas tanpa batas. Negara hanya berdalil ekspor bijih nikel sebagai angin segar untuk kedaulatan ekonomi nasional, ternyata faktanya hanya akan merusak lingkungan dan mengorbankan masyarakat lokal.

Dampak kapitalis secara sistematis tidak hanya menimpa satu, dua, atau sekelompok orang saja. Tetapi, setiap hari para penguasa kapitalis senantiasa menjadi penikmat uang kapitalisasi, padahal tambang itu sejatinya aset milik rakyat yang harus dikelola dengan baik.

Negara digunakan sebagai fasilitator untuk demi memberi ruang pengelolaan SDA pada individu/perusahaan yang dilegalkan UU. Rakyat mereka biarkan bagaikan barang terbengkalai, dan nasib mereka digantungkan pada bansos dan program-program tidak bermutu. Akhirnya pengusaha yang hidup sejahtera, tetapi rakyat sengsara. Hal tersebut adalah bentuk nyata kerusakan sistem kapitalisme. Penambangan yang membahayakan lingkungan dapat dilakukan meski melanggar UU yang sudah ditetapkan negara.


Solusi Pengelolaan Sumber Daya Sesuai Syariat

Eksploitasi hutan untuk tambang dapat mengakibatkan kerusakan alam, dan bahkan bisa mengancam ketersediaan oksigen. Penguasa semestinya bijak mengelola aset rakyat.

Mereka tidak hanya mengincar nikel untuk dieksploitasi, tetapi juga pulau-pulau kecil yang ada di sana. Islam menetapkan SDA adalah milik umum yang harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat. Islam juga menetapkan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. Di mana nantinya akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Islam juga memiliki konsep "hima“, yang akan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat adanya eksplorasi.

Tambang nikel di Raja Ampat, keberadaannya harus dibiarkan sebagai kepemilikan umum bagi seluruh kaum Muslim, dan mereka berserikat atas harta tersebut. Rasulullah Saw. bersabda, “Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Daud).

Peran negara seharusnya bertanggung jawab atas pengelolaan SDA baik pada tambang ataupun mineral lainnya. Semua dikelola dengan baik dan dimasukkan ke dalam Baitul Mal kaum Muslim. Pemimpin dalam Islam menjalankan aturan sesuai dengan hukum syariat, dan berperan sebagai rain yang akan mengelola SDA dengan aman dan menjaga kelestarian lingkungan. Hasil dari pengelolaan akan dikembalikan kepada rakyat. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Fitri Susilowati
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update