×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Khotbah Wadak Bukan Sekadar Ucapan Perpisahan, tetapi Satu Amanah

Rabu, 25 Juni 2025 | 09:04 WIB Last Updated 2025-06-25T02:04:28Z

Tintasiyasi.ID -- Aktivis Dakwah Malaysia Shafiqah Hakim menyatakan bahwa khotbah perpisahan bukan sekadar pidato perpisahan, namun merupakan bentuk penyerahan amanah.

 

"Ini merupakan pemberitahuan publik bahwa risalah agama ini sudah lengkap dan menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaga, menyampaikan, dan menghidupkannya," ujarnya dalam acara Open Circle Muslimah bertajuk Labbaika Ya Rasulullah Istimewa Untukmu Wanita, Sabtu (14/06/2025).

 

Ia menambahkan, dari sekian banyak hal besar yang disebutkan Nabi Muhammad saw. dalam khotbah terakhirnya, tentang darah, kehormatan, politik, riba, dan persaudaraan umat, ia tidak lupa menyebutkan tentang wanita. “Ada lima hal yang berkaitan dengan wanita dalam khotbah terakhir Nabi Muhammad saw.,” sebutnya.

 

Pertama, wanita adalah amanah. “Amanah dari Allah berarti tanggung jawab dan ibadah yang akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. di kemudian hari,” ucapnya.

 

Ia mengutip hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dalam urusan para wanita, karena sesungguhnya kalian telah mengambil mereka sebagai amanah dari Allah.”

 

Ia menjelaskan, hal itu menunjukkan bahwa wanita merupakan amanah besar agama yang perlu dijaga.

 

"Wanita adalah amanah yang dititipkan Allah kepada laki-laki, bukan untuk diatur-atur, tetapi untuk dijaga dan dilindungi. Sebelum Islam datang, wanita dipandang sebelah mata, dianggap beban bahkan aib keluarga, dianggap pembawa sial, diperlakukan seperti barang yang bisa diwarisi ke ayah, dari tangan ke tangan tanpa suara, tanpa hak, lalu ketika Islam datang, Islam mengangkat derajat wanita, memberikan hak waris, hak memilih, hak untuk dilindungi suara dan tubuh, serta perannya dihormati," paparnya.

 

Kedua, tentang hak dan kewajiban suami istri. “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya kamu mempunyai hak terhadap istri-istrimu dan mereka pun mempunyai hak terhadapmu.’,” nukilnya.

 

Ia menjelaskan, yang dimaksud adalah sepasang suami istri bukan sekadar sepasang suami istri yang saling menuntut meski punya hak, namun dua jiwa yang saling memberi dan melengkapi.

 

"Dalam Islam, bukan hanya tentang apa yang akan saya dapatkan, apa yang harus saya tuntut, tetapi juga tentang apa yang harus saya berikan kepada suami dan apa yang harus saya berikan kepada istri. Setiap pihak memiliki haknya masing-masing dan sebelum menuntut haknya, baik suami maupun istri harus memenuhi kewajibannya masing-masing. Karena rumah tangga tidak akan tenteram jika hanya diisi oleh suara-suara yang menuntut tetapi tidak ada suara-suara yang memberi," jelasnya.

 

Ketiga, tentang kewajiban suami untuk memberi nafkah dengan cara yang makruf. “Firman Allah Swt. di dalam Al-Qur’an surah An-Nisa: 34, ‘Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian harta mereka.’,” sebutnya

 

Ayat ini, ia katakana, menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin dan pelindung keluarga. “Mereka memiliki qawwam, yaitu mereka dipercaya untuk memimpin, melindungi, dan menafkahi keluarga,” ulasnya.

 

“Penting untuk dipahami bahwa Allah lebih mengutamakan laki-laki karena mereka diberi tanggung jawab besar untuk menafkahi istrinya,” jelasnya.

 

Keempat, dilarang menyakiti dan mempermainkan wanita. “Islam juga mengajarkan adab dan cara berinteraksi antara pria dan wanita, suami dan istri,” tuturnya.

 

"Islam menegaskan tidak boleh berlaku kasar kepada istri, menghina, atau mempermainkan perasaan istri. Jika terjadi pertengkaran atau percekcokan, itu bukan alasan bagi suami untuk berlaku tidak adil. Marah bukan alasan untuk menjatuhkan harga diri istri," tegasnya.

 

Ia menambahkan, jika istri melakukan nusyuz maka ada adabnya. "Nasihat dengan kasih sayang, bukan celaan, pisah ranjang sebagai tanda keseriusan, bukan hukuman, pukulan ringan tanpa rasa sakit yang mayoritas ulama tafsirkan sebagai simbolis, bukan literal. Kalau semua itu tidak berhasil, tunjuklah seorang pembawa damai dari kedua belah pihak keluarga,” ujarnya merinci.

“Semua itu menunjukkan bahwa Islam mengatur segala sesuatunya dengan indah, tidak menceraikan secara langsung, tidak menyakiti secara batin dan fisik," imbuhnya.

 

Kelima, perlindungan untuk golongan rentan, salah satunya adalah wanita. "Perempuan terlalu sering menjadi korban sistem dan keinginan laki-laki. Kita melihat kenyataan saat ini, martabat perempuan terus ternoda, bukan karena Islam gagal melindungi mereka, tetapi karena sistem saat ini gagal melindungi perempuan. Dan suami tidak lagi menjadi pelindung bagi istrinya,” bebernya.

 

Ia menyebutkan bahwa pada tahun 2024 saja lebih dari 7.000 kasus kekerasan dalam rumah tangga dilaporkan. “Rumah yang seharusnya menjadi tempat tenteram, tidak lagi menjadi tempat berlindung," jelasnya.

 

Shafiqah menyimpulkan bahwa saat ini perempuan tidak hanya menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, tetapi hak-hak seorang istri juga diabaikan.

 

"Ada yang dizalimi, ada yang tidak diberi nafkah, ada yang dijadikan objek nafsu belaka, hak-haknya diabaikan. Ini tanda-tanda khotbah terakhir Nabi Muhammad saw. telah diabaikan. Sementara Islam telah mengangkat derajat wanita dari kehinaan menjadi kemuliaan, memberinya hak untuk dilindungi, hak waris dan sebagainya," pungkasnya.[] Hidayah Muhammad

Opini

×
Berita Terbaru Update