Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Berjalan di Jalan Terang: Menjadi Lentera di Zaman yang Gelap

Jumat, 13 Juni 2025 | 16:19 WIB Last Updated 2025-06-13T09:19:36Z
TintaSiyasi.id -- "Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana ia datang. Maka berbahagialah orang-orang yang asing itu."
(HR. Muslim). 

Pendahuluan: Cahaya dalam Gelapnya Dunia
Kita hidup di masa yang penuh cahaya teknologi, tetapi gelap dalam moral dan ruhani. Kita dikelilingi suara bising media, tetapi hati semakin sunyi dari dzikir. Kita mudah terkoneksi secara digital, tetapi semakin terputus secara spiritual.
Dalam zaman seperti ini, banyak orang kehilangan arah. Mereka berjalan cepat, tetapi tak tahu ke mana. Mereka merasa hidup, tetapi kehilangan makna. Dalam kekosongan itu, umat membutuhkan satu hal yang sangat langka: cahaya jiwa.
Dan di sinilah peran orang-orang beriman. Mereka adalah lentera di tengah kegelapan. Mereka bukan hanya beribadah untuk diri sendiri, tetapi juga membawa pencerahan bagi umat yang sedang gelisah dan kehilangan jati diri.

1. Menemukan Kekuatan dari Dalam: Hati yang Terhubung kepada Allah
Perjalanan spiritual bukanlah perjalanan ke luar, tetapi ke dalam. Saat hati seseorang terhubung dengan Allah, ia tak gentar menghadapi badai kehidupan. Ia seperti pohon besar yang akarnya menghunjam dalam meskipun diterpa angin zaman, ia tetap berdiri kokoh.
Rasulullah ﷺ adalah contoh sempurna. Saat dihina, ditolak, bahkan diusir dari tanah kelahirannya, beliau tetap teguh karena hatinya sepenuhnya bergantung pada Allah.
Apakah kami tidak telah melapangkan dadamu? Dan kami angkat beban dari punggungmu...”
(QS. Al-Insyirah: 1-2).

Refleksi: Berapa banyak dari kita yang shalat, tetapi masih gelisah? Puasa, tetapi masih galau? Zakat, tetapi masih khawatir akan miskin? Itu karena ibadah kita belum menembus hati. Hubungan kita dengan Allah masih sekadar ritual, belum menjadi ruh.

2. Menjadi Cahaya: Ketika Dunia Kehilangan Teladan
Dalam hadis yang Anda kutip:
"Barangsiapa berpegang pada sunnahku di kala rusaknya umatku, maka baginya pahala seratus orang mati syahid."
(HR. Al-Baihaqi).
Hadis ini tidak hanya memberi motivasi, tetapi juga arah. Saat dunia kehilangan akhlak, justru saat itulah orang-orang yang istiqamah menjadi cahaya. Mereka tak perlu terkenal, tak perlu banyak pengikut. Cukup menjadi pelita kecil yang membimbing langkah satu dua orang di sekitarnya.
Orang-orang seperti inilah yang menjadi kekasih Allah. Yang ketika orang lain berpaling dari agama, mereka tetap mencintai sunnah. Ketika orang lain berlomba dalam kemewahan, mereka berlomba dalam kesederhanaan dan keikhlasan.

3. Spirit Perjuangan: Berjalan Sendiri Bukan Berarti Salah
Salah satu tantangan spiritual terbesar adalah merasa sendirian dalam kebenaran. Namun, bukankah Nabi Ibrahim pernah berdiri sendiri menghadapi seluruh negerinya? Bukankah Rasulullah ﷺ pernah hanya ditemani Abu Bakar di gua, dikejar musuh, diancam, dan tetap tegar?
“Sesungguhnya Ibrahim adalah satu umat.”
(QS. An-Nahl: 120).

Ketika kamu merasa sendiri dalam menjaga shalat di lingkungan yang meremehkannya, ketika kamu merasa asing karena memilih jalan halal saat semua orang berbuat haram. Ingatlah: kesendirian dalam ketaatan lebih mulia daripada keramaian dalam kesesatan.

4. Menyuburkan Jiwa: Ruhaniyah sebagai Sumber Keteguhan
Dalam Islam, kekuatan sejati bukan pada otot atau senjata, tetapi pada jiwa yang bersih dan hati yang yakin. Inilah kekuatan ruhani yang membuat Bilal mampu berkata “Ahad... Ahad” di bawah siksaan. Yang membuat Sumayyah memilih kematian daripada kufur. Yang membuat generasi salaf berjalan kaki ribuan kilometer demi satu hadis Nabi.
Hati yang kokoh adalah hati yang dipenuhi dzikir, tadabbur, dan keikhlasan. Bukan hati yang penuh ambisi dunia dan ketakutan akan kehilangan pujian manusia.
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra'd: 28).

5. Mencerahkan Umat: Setia di Jalan Hidayah
Perjuangan spiritual bukan hanya untuk keselamatan diri, tetapi juga untuk menyalakan obor bagi orang lain. Inilah misi para nabi dan pewarisnya.
Jangan remehkan dakwah kecil yang kau lakukan:
• Satu nasihat kepada sahabat
• Satu postingan yang mencerahkan
• Satu sedekah yang menyentuh hati
• Satu tangisan di malam hari agar umat diselamatkan
Rasulullah bersabda:
“Sampaikan dariku walau satu ayat.”
(HR. Bukhari).
Maka, selama kita terus berjuang di jalan ini, walaupun pelan, walaupun sering jatuh bangun, kita sedang menjadi bagian dari perubahan besar. Kita sedang menghidupkan kembali jalan para nabi.

Penutup: Wahai Jiwa yang Tangguh, Teruslah Melangkah
Wahai jiwa-jiwa yang rindu cahaya, jangan berhenti. Dunia ini memang lelah, tetapi surga bukan untuk mereka yang bermalas-malasan. Surga adalah untuk orang-orang yang terus berjalan, meski jalannya sunyi. Yang terus menangis dalam sujud, meski dunia menertawakan.
Jadilah pelita. Jadilah pelindung. Jadilah teladan.
Karena di tengah kegelapan zaman, umat menanti cahaya yang datang dari hatimu yang bersinar.

Doa Penutup:
“Ya Allah, jadikan kami hamba-hamba yang kuat memegang kebenaran walau seluruh dunia membencinya. Karuniakan kami istiqamah hingga akhir hayat. Jangan biarkan hati kami berpaling setelah Kau beri petunjuk. Jadikan hidup kami cahaya bagi orang lain, dan wafatkan kami dalam husnul khatimah bersama para syuhada dan shalihin. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.”

Dr. Nasrul Syarif M.Si.  
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update