Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tolak Usulan Vasektomi bagi Penerima Bansos!

Jumat, 09 Mei 2025 | 08:25 WIB Last Updated 2025-05-09T01:25:15Z

TintaSiyasi.id -- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), dinilai kebablasan saat berbicara soal vasektomi sebagai syarat warga Jawa Barat penerima bantuan sosial (Bansos). Apalagi, jika pernyataannya tersebut benar-benar menjadi kebijakan resmi pemerintah daerah. Apalagi cara membuat kesimpulannya ceroboh, bahwa warga miskin penerima Bansos itu karena mereka anaknya banyak.

Vasektomi itu sendiri adalah sebuah prosedur medis untuk menghentikan kemampuan seorang pria memiliki anak.  Yaitu dengan cara memotong saluran kecil di skrotum yang membawa sperma. Sehingga tidak menimbulkan kehamilan. (republika.co.id, 2/5/2025)

Dilansir dari cnnindonesia.com (2/5/2025), Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan vasektomi haram jika dilakukan untuk pemandulan. Fatwa itu dibuat pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV tahun 2012. Menurutnya, vasektomi haram kecuali ada alasan syar'i seperti sakit dan sejenisnya.

Adalah tidak fair jika mengatakan penyebab kemiskinan karena para penerima bansos memiliki jumlah anak yang banyak. Hidup di sistem kapitalis saat ini jangankan yang anaknya lebih dari empat, yang belum punya anak pun bisa tercatat pada golongan penerima Bansos.

Jika kita mengamati lebih mendalam, masalah kemiskinan ini erat kaitannya dengan kesulitan ekonomi. Kenapa bisa sulit? Karena banyaknya anak? Bukan, tapi karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang memberikan kebebasan kepemilikan kepada para pemilik modal besar. Dengan kepemilikan saham yang besar, maka mereka bebas mengeruk sumber alam sekaligus menjualnya. 

Sumber daya alam yang hakikatnya adalah milik rakyat, hanya dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang kaya dan para pejabat elite pendukungnya. Adapun rakyat selaku pemilik sah, hanya bisa melihat para pengkhianat amanah itu berpesta pora menghambur-hamburkan uang mereka.

Di sisi lain, jumlah lapangan kerja yang tidak memadai membuat para laki-laki kesulitan mencari kerja. Kalaupun ada lapangan kerja, itupun serabutan asal dapat pemasukan yang gajinya tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan ekonomi saat ini yang semakin tinggi hampir tak terbeli oleh kaum miskin.

Pemerintah memang memberikan bantuan berupa rumah subsidi, tetapi tidak semua rakyat bisa memperolehnya. Masih banyak keluarga yang tidak memiliki rumah dan terpaksa tinggal di perumahan kumuh, di bantaran sungai, kolong jembatan, di sekitar rel kereta api dan tempat tidak layak lainnya. 

Jadi, masyarakat dengan gajinya pas-pasan atau bahkan kurang harus memikirkan pengeluaran konsumsi, pendidikan, kesehatan, hingga sewa rumah. Jika seluruh kebutuhan tersebut hanya disandarkan kepada kepala keluarga, jelas tidak akan cukup. Apalagi kepala keluarganya di usulkan melakukan vasektomi demi bisa menerima bantuan Bansos, astaghfirullah zalim sekali usulan tersebut. Maka, umat Islam dimanapun wajib bersuara untuk menolak usulan Gubernur Jawa Barat yang mulai kebablasan ini.

Apa gunanya vasektomi yang tak sesuai syariat Islam, selain hanya menambah dosa. Mengurangi angka kemiskinan juga enggak. Jadi, yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki pengelolaan SDA sesuai syariat Islam yang hanya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, bukan demi kesejahteraan penguasa.

Dengan demikian, persoalannya bukan pada tingginya angka kelahiran ataupun jumlah anak yang banyak, melainkan gagalnya negara menjamin kebutuhan rakyat sehingga angka kemiskinan cenderung mengalami kenaikan


Rakyat Miskin Bukan Beban Negara

Sebanyak apa pun jumlah anak dalam sebuah keluarga, seandainya penghidupan mereka dijamin negara, tentu tidak akan menjadi masalah. Justru mereka adalah bonus demografi, yaitu sebuah fenomena saat usia produktif sangat banyak dan pada tahun 2030, Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Berdasarkan data BPS tahun 2019 lalu, penduduk usia produktif masih mendominasi. Persentase laki-laki dan perempuan di usia produktif (15-64 tahun) sekitar 67,6%. Sedangkan penduduk usia belum produktif hanya sekitar 26-27%.

Namun, bonus demografi tersebut akan menjadi bencana manakala negara abai terhadap pemenuhan sandang, pangan, dan papan mereka. Sehingga banyak dari anak rakyat miskin  mengalami stunting yang menyebabkan kualitas generasi terancam. Kualitas generasi menjadi rendah sebab kesehatannya terganggu akibat kekurangan nutrisi dan gizi.

Sejatinya, kemiskinan yang dialami keluarga Indonesia ialah kemiskinan struktural akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati segelintir kapitalis dan oligarki. Dampaknya, setiap keluarga sulit untuk sejahtera karena tidak bisa menikmati hak mereka atas sumber kekayaan negerinya sendiri.

Selain itu, sistem kapitalisme juga mendorong komersialisasi sektor-sektor vital, seperti pendidikan, kesehatan dan perumahan. Akibatnya, rakyat miskin menghadapi beban hidup yang makin berat. Bahkan meski pendapatan mereka sedikit meningkat, karena akses terhadap kebutuhan dasar tetap tidak terjangkau.

Inilah bentuk lain dari kemiskinan struktural yang tidak bisa ditangkap oleh pengukuran berbasis pendapatan saja. Inilah realita pahit kehidupan rakyat yang diatur oleh sistem kapitalisme. Negara kapitalis tidak memposisikan dirinya sebagai penanggung jawab langsung kebutuhan rakyat, melainkan sebagai fasilitator pasar dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, distribusi kekayaan menjadi sangat timpang.


Solusi Islam Mengatasi Kemiskinan

Hanya sistem Islam yang mampu menuntaskan kemiskinan ini dengan sempurna. Karena sistem Islam adalah sistem aturan yang berasal dari Dzat Yang Maha Sempurna, ialah Allah Swt.

Adapun beberapa hal yang akan dilakukan khilafah sebagai berikut;

Pertama, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan primer masyarakat. Karena Islam memandang bahwa pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu adalah tanggung jawab negara. Bukan diserahkan kepada mekanisme pasar atau korporasi.

"Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hal itu dilakukan dengan mewajibkan laki-laki mencari nafkah untuk keluarganya. Apabila tidak bisa memenuhi kewajibannya sendiri, maka itu akan diserahkan kepada kerabat dekat dan masyarakat. Jika tidak ada kerabat dekat dan masyarakat baru akan diambil alih oleh negara. Masyarakat yang terkategori kaya didorong untuk membantu rakyat miskin dan mereka melakukannya atas dorongan keimanan, bukan ancaman dari orang lain ataupun negara.

Kedua, Islam akan membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu individu, umum, dan negara. Individu bebas mendapatkan harta asalkan caranya tidak melanggar hukum syariat. Kepemilikan umum, seperti tambang, hutan, air dan energi tidak boleh diprivatisasi dan akan dikelola negara untuk kemudian hasilnya dikembalikan bagi kemaslahatan rakyat. Swasta diharamkan mengelola atau bahkan memilikinya. Kekayaan negara akan dikelola oleh negara untuk keperluan kenegaraan. Hal ini menjamin keberlangsungan pembiayaan pendidikan, kesehatan, insfrastruktur dan subsidi kebutuhan dasar lainnya.

Rasulullah Saw. Bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api (energi)." (HR. Abu Dawud)

Ketiga, negara wajib mendistribusikan kekayaan secara merata, seperti memberikan tanah pada siapa saja yang mampu mengelolanya. 

Keempat, pembangunan ekonomi hanya akan bertumpu pada sektor riil serta melarang sektor non riil. Dengan begitu, kekayaan yang ada itu nyata, bukan sesuatu yang tidak ada, tetapi diada-adakan.

Semua cara diatas hanya bisa dilakukan dalam sistem Islam yang sempurna. Tidak mungkin bisa dilakukan dalam sistem kapitalisme saat ini. Semua rakyat bisa sejahtera, tidak ada rakyat yang diharuskan vasektomi hanya demi mandapatkan Bansos yang tidak seberapa. Karena Bansos adalah kewajiban dan tanggung negara dalam upaya menjamin kesejahteraan rakyatnya. Maka untuk memperolehnya pun harusnya tanpa syarat. Sangat zalim jika diberikan persyaratan, terlebih lagi persyaratannya melanggar syariat. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim sudah sewajarnya kita kembali kepada aturan Islam. []


Nabila Zidane
(Jurnalis)

Opini

×
Berita Terbaru Update