TintaSiyasi.id -- Merenungi Ketenangan Jiwa dalam Cahaya Ilahi.
Di tengah gemuruh dunia yang terus bergerak tanpa henti, kecemasan telah menjadi bagian dari kehidupan banyak manusia. Ketidakpastian masa depan, tekanan sosial, dan beban kehidupan membuat hati resah, pikiran kusut, dan jiwa lelah. Namun, Islam sebagai agama yang menyentuh setiap aspek kehidupan, telah menyediakan jalan penyembuhan yang tidak hanya menyentuh sisi fisik dan psikis, tetapi juga aspek terdalam dari diri manusia, yaitu ruhnya.
Inilah yang menjadi inti dalam buku Psikologi Islam karya Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq, seorang pakar yang memadukan psikologi kontemporer dengan kearifan Islam. Ia mengajak kita menyelami terapi spiritual sebagai jalan penyembuhan kecemasan yang tidak hanya menenangkan, tetapi juga membebaskan.
Hakikat Kecemasan dalam Pandangan Islam
Kecemasan, menurut Dr. Taufiq, bukan sekadar gangguan psikologis, melainkan sinyal dari ketidakseimbangan dalam tiga elemen manusia, yaitu jasmani, akal, dan ruh. Dalam Islam, kecemasan disebut hamm atau ghamm, yakni beban batin yang mengganggu ketenangan dan menyulitkan jiwa untuk tenang. Al-Qur’an sendiri mengenali kondisi ini dengan bahasa yang sangat halus, tetapi dalam. Seperti dalam firman Allah:
"Dan Kami sungguh-sungguh akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155).
Ayat ini menggambarkan bahwa kecemasan adalah bagian dari ujian hidup, tetapi juga merupakan kesempatan untuk mendekat kepada Allah dan memperoleh rahmat-Nya.
Terapi Spiritual: Kembali ke Titik Sumber Ketenangan
Dalam pendekatan psikologi Barat, kecemasan seringkali diatasi melalui teknik-teknik perilaku atau farmakologi. Namun, Dr. Taufiq menekankan pentingnya dimensi spiritual, sebuah dimensi yang sering terabaikan, tetapi justru menjadi pusat keseimbangan diri.
Terapi spiritual dalam Islam bukan sekadar metode, tetapi sebuah jalan hidup (thariqah) yang menghubungkan makhluk dengan Khaliq. Beberapa bentuk terapi spiritual yang disarankan antara lain:
1. Dzikir: Menyebut Nama-Nya, Menenangkan Jiwa
Allah berfirman:
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang." (QS. Ar-Ra’d: 28).
Dzikir adalah ibadah hati yang paling dalam. Ketika seseorang terus menerus menyebut asma Allah, jiwanya diselimuti cahaya, pikirannya tersucikan, dan hatinya dilembutkan. Dalam psikologi modern, ini sebanding dengan meditasi, tetapi dzikir jauh lebih kuat karena mengandung dimensi transendental dan pengharapan.
2. Shalat: Puncak Kedekatan Ruhani
Shalat yang dilakukan dengan khusyuk bukan hanya kewajiban, tetapi juga ruqyah syar’iyyah (terapi spiritual). Setiap gerakan dalam shalat membawa pesan simbolik dan psikologis yang menyembuhkan. Ketika seorang hamba bersujud, ia melepaskan ego, menyerahkan semua kegelisahan kepada Tuhannya. Ia keluar dari shalat dalam keadaan lebih tenang, lebih ringan.
3. Doa: Menyampaikan Luka Batin kepada Tuhan
Doa adalah ungkapan harapan, ketundukan, dan pengakuan kelemahan. Dalam kondisi cemas, manusia butuh merasa tidak sendirian. Doa menjadi jembatan antara langit dan bumi, antara hamba yang lemah dengan Tuhan yang Maha Mengabulkan. Rasulullah Saw. mengajarkan doa khusus saat gelisah:
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan kikir, dari lilitan utang dan tekanan manusia." (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Tadabbur Al-Qur’an: Menemukan Obat di Ayat-Ayat-Nya
Al-Qur’an adalah syifa’, obat bagi hati yang gundah. Dalam banyak ayat, Allah memberikan janji-janji-Nya kepada mereka yang berserah diri, mengingatkan tentang akhirat, dan menunjukkan makna hidup sejati. Dalam suasana kecemasan, membaca dan merenungi ayat-ayat Al-Qur’an dapat menjadi pelipur lara dan cahaya di tengah gelapnya hati.
Menggabungkan Spiritualitas dan Psikoterapi Modern
Dr. Taufiq menegaskan bahwa terapi spiritual tidak menolak sains dan pendekatan psikologi modern. Sebaliknya, keduanya dapat bersinergi. Konseling Islami, misalnya, menggunakan teknik-teknik konseling Barat tetapi dengan dasar nilai-nilai tauhid, takwa, dan tawakal. Ini menciptakan pendekatan yang menyeluruh dan lebih membumi dalam konteks kehidupan seorang Muslim.
Ketenangan yang Hakiki: Saat Jiwa Bertemu Tuhannya
Ketenangan sejati, menurut Dr. Taufiq, bukanlah bebas dari masalah, tetapi kemampuan untuk tetap tenang meski di tengah badai. Inilah yang diperoleh seorang mukmin ketika jiwanya bersandar penuh kepada Allah.
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai." (QS. Al-Fajr: 27–28).
Ayat ini menjadi tujuan akhir dari setiap terapi spiritual dalam Islam. Sebuah jiwa yang tenang, tentram, dan siap kembali kepada Allah dengan cinta.
Penutup: Menjadi Hamba yang Tenang di Tengah Dunia yang Bising
Kecemasan adalah bagian dari kehidupan. Namun, Islam memberikan cahaya dalam gelap, ketenangan dalam kegelisahan, dan makna dalam kesedihan. Buku Psikologi Islam karya Dr. Muhammad Izzuddin Taufiq membuka pintu bagi kita untuk kembali kepada kedamaian fitri, dengan berdzikir, bersujud, berdoa, dan mentadabburi ayat-ayat Allah.
Dalam dunia yang sering membuat kita lupa kepada hakikat, terapi spiritual adalah jalan untuk mengingat kembali siapa diri kita, dari mana kita berasal, dan ke mana kita akan kembali.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo