TintaSiyasi.id -- Menanggapi video tokoh yang dianggap merepresentasi ta'aruf dengan pacaran dianggap sama, Budayawan Muslim Doni Riw, mengatakan, penyamaan antara pacaran dengan ta'aruf ini merupakan bagian dari proses sekularisasi hubungan pria dan wanita.
"Bisa jadi penyamaan antara pacaran dengan ta'aruf ini merupakan bagian dari proses sekularisasi hubungan pria dan wanita, maka langkah apa yang Allah haramkan," ungkapnya di kanal YouTube Khilafah news, Sabtu (3/5/2205). Pacaran Itu Positif atau Negatif, berikut penjelasannya!
Ia menjelaskan awalan membudayanya relasi pria dan wanita di luar pernikahan, yang merupakan bagian dari proses sekularisasi masyarakat dunia oleh pihak-pihak tertentu. Dalam topik ini bagi mereka semacam pemberontakan atas apa yang mereka anggap intervensi agama terhadap relasi pria dan wanita. Budaya itu lahir seiring dengan berkembangnya industri baru yaitu industri rekam musik. Produk musik menjadi kendaraan yang empuk bagi naturalisasi hubungan haram ini.
"Seiring kelahiran berbagai macam grup band seperti mercy's, the noe, koes plus, industri musik ini menaturalisasi pacaran dalam konteks sekuler di Indonesia, salah satu lirik the Noe misalnya berbunyi sepanjang lorong yang gelap kita berkasih mesra, benar-benar menunjukkan kampanye terhadap hubungan libido antara laki-laki wanita diluar institusi pernikahan," urainya.
Ia memaparkan, di Indonesia sendiri hubungan itu disebut pacaran terminologi pacaran berawal dari tradisi Melayu yang lebih tua dari Indonesia yang merujuk kepada khitbah di dalam Islam.
"Jadi ketika seorang laki-laki mengkhitbah wanita artinya melamar disetujui oleh orang tuanya maka akan diberi pacar atau Inai dikuku mereka berdua kemudian umur khitbah itu seumur warna pacar di kuku, ketika sampai hilang warna Inai tetapi laki-laki tidak segera menikahi wanita maka khitbahnya berakhir dan bisa dikhitbah oleh laki-laki yang lain," ungkap.
Kemudian, sekularisasi Indonesia dibidang kenegaraan dimulai sejak politik balas budi, dengan kelahiran para pemuda didikan penjajah yang menyerukan nasionalisme dan demokrasi, sedangkan sekularisasi pacaran lahir lebih belakangan.
Sehingga, ia menekankan, persoalannya bukan lagi persamaan atau perbedaan antara pacaran dengan khitbah, tetapi fakta atas keduanya, pacaran yang bermula dari semacam khitbah di dalam Islam, kemudian disekularisasi yang kemudian menjadi amal yang diharamkan Allah yaitu mendekati zina.
"Maka begitupun dengan ta'aruf jika pada kata ta'aruf ini dilakukan sebuah merekayasa sosial yaitu menuju pada sekularisasi hubungan pria dan wanita maka ta'aruf juga bisa menjadi sekuler," terangnya.
"Sebagai kesimpulan, kalau pacaran dalam konteks sekarang konteks yang sudah tersekularisasi tentu berbeda dengan ta'aruf. Namun kalau ta'aruf nanti juga disekularisasi maka tidak ada bedanya dengan pacaran. Makanya yang paling berbahaya adalah proses sekularisasi ini," pungkasnya.[] Alfia Purwanti