Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Obat Hati: Jalan Menuju Ketenangan Jiwa menurut Sayyid Abu Bakar Syatha

Jumat, 02 Mei 2025 | 07:59 WIB Last Updated 2025-05-02T00:59:56Z

TintaSiyasi.id — "Ketahuilah, bahwa hati adalah raja dalam kerajaan jasad. Bila hati rusak, maka seluruh amal turut rusak. Maka, obatilah ia sebelum ia menghitam dan mengeras.” — Sayyid Abu Bakar Syatha, Kifāyatul Atqiyā’

Di zaman modern yang penuh distraksi dan kelelahan batin, manusia modern menghadapi penyakit yang jauh lebih berbahaya dari sekadar luka fisik: yaitu penyakit hati. Penyakit ini tak terlihat, tetapi nyata dampaknya—membuat hidup hampa, gelisah, penuh prasangka, dan jauh dari Allah.

Dalam khazanah tasawuf klasik, Sayyid Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi (w. 1310 H), seorang ulama besar dari Makkah yang juga memiliki darah Nusantara, memberikan panduan menyentuh hati dalam karya beliau Kifāyatul Atqiyā’. Kitab ini menyampaikan cara-cara penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dan obat-obat hati yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, dan pengalaman para arif billah.

Mengapa Hati Perlu Diobati?

Rasulullah SAW bersabda:
"Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh baik. Jika ia rusak, maka seluruh tubuh rusak. Ketahuilah, itu adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Penyakit hati seperti riya', hasad, ujub, cinta dunia, keras kepala, dan lalai dari Allah adalah penghalang terbesar antara hamba dengan Tuhannya. Hati yang sakit tidak bisa menikmati ibadah, tidak bisa merasa tenang, dan kehilangan kelezatan iman.

Obat Hati Menurut Kifāyatul Atqiyā’
Sayyid Abu Bakar Syatha menyebut beberapa terapi spiritual untuk menyembuhkan hati:
1. Dzikir yang Terus Menerus
Dzikir bukan hanya lafaz di lidah, tetapi nyala api cinta dalam hati. Ia adalah cara untuk menyambung kembali ruh kepada Pemiliknya.


"Tiada sesuatu yang lebih membersihkan hati daripada dzikir kepada Allah secara kontinyu. Dzikir adalah kehidupan hati sebagaimana air adalah kehidupan bagi tumbuhan." — Kifāyatul Atqiyā’

Allah berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Dzikir yang ikhlas, hadir, dan konsisten akan mengikis kelalaian dan menumbuhkan cinta kepada Allah SWT.

2. Membaca dan Merenungi Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah obat segala penyakit, termasuk penyakit hati.
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…”
(QS. Al-Isra’: 82)

Sayyid Abu Bakar menekankan agar Al-Qur’an dibaca dengan tadabbur. Bukan sekadar membaca huruf, tapi menghayati makna dan pesan Ilahi. Hati yang selalu mendengar suara Al-Qur’an akan bersinar dan bersih dari kebodohan serta syubhat.

3. Taubat yang Tulus dan Konsisten
Taubat adalah kunci pembaruan ruhani. Bahkan sebesar apapun dosa, Allah masih membuka pintu ampunan.
"Istighfar yang tulus dapat mencuci noda hati sebagaimana air mencuci kotoran pada pakaian." — Kifāyatul Atqiyā’

Allah berfirman: “Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka…” (QS. Ali Imran: 135)
Taubat bukan sekadar ucapan, tapi komitmen memperbaiki diri dan menjauhi dosa.

4. Bersahabat dengan Orang-Orang Saleh
Persahabatan yang baik bisa menjadi cermin dan penyemangat. Sayyid Abu Bakar menulis bahwa: “Duduk bersama orang-orang arif dan zuhud adalah penyegar bagi hati dan pemantik untuk mendekat kepada Allah.”
Sebaliknya, bergaul dengan orang lalai dan ahli maksiat dapat menulari kelalaian.

5. Mujahadah dan Riyadhah an-Nafs
Penyembuhan hati tidak cukup dengan teori, tapi butuh latihan—mujahadah melawan hawa nafsu dan riyadhah an-nafs (latihan spiritual).

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami…” (QS. Al-‘Ankabut: 69)
Melatih diri dalam kesabaran, tawakal, ikhlas, dan menahan syahwat adalah jalan menuju kesucian hati.

6. Mengurangi Cinta Dunia
Cinta dunia adalah racun yang mematikan cahaya ruhani. Hati yang penuh dengan ambisi duniawi akan sulit menerima cahaya Allah. “Barangsiapa mencintai dunia, niscaya akan buta dari akhirat.”
— Kifāyatul Atqiyā’

“Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (qalbun salīm).” (QS. Asy-Syu’ara’: 88–89)

Tiga Pilar Kebahagiaan: Hadis Rasulullah SAW

Sebagai penutup, mari kita renungi sabda Rasulullah SAW: “Kekayaan yang paling baik ialah lidah yang selalu berdzikir kepada Allah, hati yang senantiasa bersyukur, dan isteri yang shalihah yang menolong suaminya untuk tetap beriman.”
(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi dari Sauban)

Hadis ini menyiratkan bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada materi, tetapi pada kualitas ruhani dan lingkungan yang mendukung keimanan.

Penutup.
Jalan Menuju Qalbun Salīm
Kita semua sedang menempuh perjalanan pulang—menuju Allah. Dan bekal terbaik adalah hati yang bersih.
Sayyid Abu Bakar Syatha melalui Kifāyatul Atqiyā’ mengajak kita untuk tidak tertipu oleh rutinitas dunia. Hati harus dijaga, dibersihkan, dan disucikan. Bila hati kita bersih, ibadah kita akan terasa manis. Bila hati kita bercahaya, dunia tak lagi menipu.
"Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku."
(QS. Al-Fajr: 27–30)

Semoga Allah menyembuhkan hati kita, menerangi jiwa kita, dan membimbing langkah kita menuju maqam ruhani yang diridhai-Nya.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update