TintaSiyasi.id -- Perubahan adalah keniscayaan. Sejarah mengajari kita bagaimana Allah SWT mempergilirkan kepemimpinan atas peradaban dunia. "Dunia ini pantareih, berubah mengalir tanpa henti," begitu kata Heraclitus (5 BC). Satu kalimatnya sangat terkenal, "Seseorang tidak bisa dua kali masuk di sungai yang sama." Itulah perubahan dan perubahan adalah keabadian itu sendiri. Kita sebagai pelaku sejarah menyaksikan betapa peradaban manusia mengalami jatuh bangun, keterpurukan, dan kebangkitan selalu datang silih berganti.
Sebelum Islam datang, manusia telah mengenal berbagai macam peradaban. Ada peradaban Hindu, Budha, Tao, Yunani, dan lain sebagainya. Pada abad 7 M Islam datang sebagai The New Order of The Ages yang menawarkan kehidupan yang lebih baik dan beradab sesuai fitrah hidup manusia, yakni ketauhidan, ibadah, dan syariat serta pengutamaan pertimbangan akal sehat.
Dengan demikian, bukan hal mustahil bila peradaban kapitalisme sekuler yang hingga kini mendominasi dunia, bakal digantikan oleh peradaban Islam. Terlebih kerusakan manusia (masyarakat) akibat penerapan kapitalisme telah nampak di semua aspek kehidupan. Ibnu Khaldun dalam kitab Mukaddimah menyebut lima penyebab runtuhnya peradaban, yaitu; ketidakadilan (kesenjangan antara kaya dan miskin), merajalelanya penindasan kelompok kuat terhadap kelompok lemah (negara kuat menindas negara lemah dan negara lemah harus mengikutinya), runtuhnya moralitas pemimpin negara (korupsi, pidana, dan lain-lain), pemimpin tertutup yang tidak mau dikritik dan yang mengkritik akan dihukum, serta bencana besar (peperangan, wabah).
Bukankah kelima sebab di atas sudah terjadi di dunia saat ini? Maka, menjadi tugas umat Islam untuk tidak hanya menanti apa yang akan terjadi. Teruslah melanjutkan perjuangan agar khilafah islamiyah sebagai representasi peradaban Islam bisa tegak tak lama lagi.
Islam Adalah The New Order of The Ages dalam Sejarah Peradaban Umat Manusia
Secara realitas, Islam datang dengan serangkaian pemahaman tentang kehidupan yang membentuk pandangan hidup tertentu. Islam hadir dalam bentuk garis-garis hukum yang global (khuthuuth 'ariidlah), yakni makna-makna tekstual umum yang mampu memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia.
Dengan demikian, dapat digali (diistinbath) berbagai cara pemecahan setiap masalah yang muncul dalam kehidupan manusia. Islam menjadikan cara pemecahan masalah bersandar pada standar pemikiran, yang dibangun di atasnya setiap pemikiran cabang (pemikiran baru yang muncul).
Jika kita simak sejarah peradaban Islam, Islam datang bukan dengan otak kosong. Namun dengan blue print yang jelas, tepat, dan benar, tidak ada keraguan di dalamnya sehingga mampu melakukan berbagai macam transformasi (perubahan/hijrah).
Setidaknya ada empat transformasi dalam Islam. Transformasi pertama, mengubah pandangan hidup manusia dari pemikiran dangkal ke pemikiran mendalam. Hal ini tercermin dalam akidah Islam yaitu pemikiran yang menyeluruh tentang alam dari sebelum dan sesudah kehidupan.
Semula orang hanya tahu hidup itu sekadar kerja, cari duit, cari makan, dan lain-lain. Islam datang dengan mengubah pemahaman tentang kehidupan. Hidup ini hanya jembatan kehidupan yang setelahnya ada pertanggungjawaban. Dunia sementara, sebentar, tapi sangat menentukan baik buruknya akhirat yang kekal selama-lamanya.
Transformasi kedua, Islam mengubah standar perbuatan manusia, yang semula hanya untuk kenikmatan diri sendiri dan serba jasmani (hedonistik) menjadi berstandar halal atau haram.
Semula makan sekadar untuk kenikmatan, lalu berubah menjadi standar halal atau haram. Tidak sekadar nafsu tetapi ada pertimbangan halal atau haram. Dalam perkara makan, Muslim pun bervisi akhirat. Jadi orang Islam itu orang yang cerdas, tidak dungu (a-vidya) karena mampu mengendalikan dirinya. Perbuatan atau nafsunya dikendalikan dan bervisi jangka panjang, setelah kematian.
Kalau paham dan bervisi jangka panjang, seseorang tidak akan korupsi. Ingatlah, bangsa Arab semula tidak dipandang dunia tapi ketika memiliki standar hidup, bahkan baru sepuluh tahun saja, bisa berhadapan tegak dengan bangsa Persia dan Romawi.
Transformasi ketiga, mengubah pemahaman tentang bahagia. Apa itu bahagia? Bahagia sebelum Islam dimaknai sebagai pemuasan nafsu dan keinginan terpenuhi.
Setelah Islam datang, bahagia itu adalah ketika mendapat ridha Allah SWT. Salman Al Farisi itu seorang yg miskin tapi ia merasa bahagia. Abdurrahman bin Auf dengan uangnya diinfakkan di jalan Allah, Itu bahagia. Umar bin khathab yang semula gagah berani dan bangga patriotis, ia jadi pembela Islam yang tangguh karena untuk mencapai kebahagiaan sebagai umat yang satu tidak tersekat dinding chauvinisme.
Transformasi keempat, mengubah pola interaksi manusia dari yang semula hanya mengejar manfaat dan diikat sukuisme, nasionalisme, menjadi ikatan akidah. Orang Islam itu merasa bersaudara dengan tidak peduli dari bangsa mana ia berasal. Umatan wahidah. Negeri Madinah itu sejak awal terdiri dari dua suku bangsa yakni Aus dan Khazraj yang berkonflik lebih dari 200 tahun. Dengan datangnya Islam mereka bersatu dalam akidah.
Tentu kita paham betul bahwa Imam Malik (guru Imam Syafii) dan Imam Syafii saling mencintai, apakah mereka tidak ada perbedaan? Ada, bahkan banyak perbedaan hingga mencapai lebih dari 7000 perkara. Tapi, apakah mereka saling bermusuhan? Tidak! Mengapa? Karena mereka memiliki keikhlasan dan memiliki ilmu, tidak bodoh, tidak dungu, bukan a-vidya dan tidak anti intelektualisme. Mereka tetap bersatu padu. Coba kalau mereka tidak ikhlas dan bodoh pasti mereka bercerai-berai, bahkan bermusuhan.
Islam itu riil ada, tetapi tidak dipahami dengan baik. Setelah dipahami dengan baik belum tentu diterapkan. Ini kami kira sesuai dengan tesis ahli strategi perang Israel bernama Moshes Dayan (1915-1981) yang menyatakan bahwa kelemahan utama umat Islam adalah malas baca sehingga literasinya jeblok, anjlok, rendah. Seandainya pun membaca, ia tidak mengerti. Jika ia mengerti, tetapi tidak bertindak. Inilah yang makin memperburuk kejatuhan peradaban Islam yang bervisi jauh ke depan. Futuristik!
Akibatnya, umat Islam terjebak dalam sistem politik demokrasi. Padahal demokrasi itu sistem pemerintahan yang sudah banyak mengebiri ajaran Islam dan tak ada dasar pembahasannya di kalangan ulama Ahlus Sunnah, namun justru dipuja-puja. Seolah-olah demokrasi adalah solusi terbaik bagi bangsa. Padahal dalam demokrasi berbagai penyimpangan hukum dan kekuasaan makin menjadi-jadi.
Inilah kondisi kegelapan yang tengah menyelimuti penegakan hukum di negeri ini. Kondisi ini nyaris tak jauh berbeda dengan kondisi saat Nabi SAW dan para sahabat berada di Makkah. Keadaan jahiliyah melanda setiap aspek kehidupan sampai Allah SWT memberikan pertolongan dengan tegaknya Islam di Madinah. Allah SWT mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya petunjuk.
"Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) menuju cahaya (iman). Adapun orang-orang kafir, pelindung-pelindung mereka ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya" (QS. al-Baqarah: 257).
Jadi, Anda mau tetap diam tanpa ikut ambil bagian dalam transformasi? Ataukah Anda bersedia menjadi trigger perubahan di negeri ini karena perubahan pasti terjadi? Tentukan koordinat di mana Anda berada. Koordinat kaum perusak (okhlokrasi) ataukah kaum pembangun (restorasi)?
Dampak Islam Sebagai The New Order of The Ages terhadap Perubahan Peradaban Umat Manusia
Di balik keterpurukannya saat ini, sejatinya umat Islam memiliki potensi luar biasa, sebagaimana yang diungkap oleh Ustaz Abu Abdullah dalam buku “Emerging World Order The Islamic Khilafah State.” Potensi kekuatan dunia Islam antara lain;
Pertama, kekuatan penduduk dan demografi. Populasi umat Islam di dunia mencapai sekitar 1,6 miliar atau 24 persen dari total penduduk dunia. Kedua, kekuatan militer. Militer berada di seluruh negeri kaum Muslimin. Ketiga, kekuatan ekonomi dan industri. Dunia Islam memiliki cadangan energi dunia (minyak bumi), misalnya di negara-negara Teluk. Bahkan menjadi sumber energi terbesar dunia.
Keempat, kekuatan posisi geostrategis. Dunia Islam memiliki lokasi geografis yang paling memungkinkan untuk membangun dan memelihara aliansi strategis kekuatan maritim dan sekaligus kontinental. Ini sama saja dengan menguasai pintu-pintu dunia.Kelima, kekuatan ideologi. Terletak pada kekuatan iman dan ajaran Islam yang solutif. Inilah kunci perubahan khususnya bekal mentalitas umat agar berani, penuh kekuatan dan berkapasitas sebagai agen perubah.
Potensi-potensi tersebut menjadi modal kebangkitan bagi kaum Muslimin. Hingga atas izin-Nya, Islam kembali berjaya dan menjadi peradaban yang menguasai dunia dengan penerapan hukum Allah ta'ala.
Adapun dampak Islam sebagai the new order of the ages terhadap perubahan peradaban umat manusia yaitu;
Pertama, penyatuan kaum Muslimin di bawah institusi pemerintahan yang sama. Peradaban baru Islam akan terwujud manakala khilafah islamiyah sebagai institusi pemersatu umat juga terlaksana. Keberadaannya akan menghapus sekat-sekat nasionalisme dan mengembalikan kaum Muslimin sebagai umatan wahidatan.
Kedua, negara Islam menjadi super power. Tegaknya khilafah Islam menandai hadirnya kekuatan politik umat. Sebagaimana di masa lampau mampu mengalahkan bangsa Romawi dan Persia. Insya Allah, di masa depan juga akan menggeser dominasi adidaya Amerika Serikat dan para sekutunya.
Ketiga, penyebaran Islam lebih pesat. Kedigdayaan negara Islam akan membuat arus dakwah lebih masif ke penjuru dunia. Pun jihad dalam rangka penyebaran Islam bisa diberlakukan.
Keempat, penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Ketika sistem politik Islam tegak, maka ajaran Islam bisa diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Tak seperti sekarang, di mana Islam hanya diterapkan sebagiannya saja, hanya dari sisi ibadah ritual. Padahal Islam mengatur seluruh sisi hidup manusia.
Kelima, kesejahteraan masyarakat terjamin. Dengan aturannya, khususnya dalam pengaturan ekonomi, Islam memberlakukan konsep ekonomi berbasis kemaslahatan umat. Secara realitas, sejarah menunjukkan bahwa selama penerapan Islam dalam naungan khilafah, umat merasakan kesejahteraan.
Keenam, kedudukan warga negara sama dalam mengakses hukum dan keadilan. Hukum Islam diterapkan tanpa pandang bulu. Tidak seperti saat sekarang ketika hukum ditegakkan justru keadilan kian jauh dirasakan. Karena hukum tumpul ke bawah tajam ke atas serta tebang pilih.
.
Ketujuh, revolusi Intelektual dan ilmu pengetahuan. Masa keemasan Islam (abad 8–13 M) melahirkan banyak ilmuwan di bidang kedokteran, matematika, astronomi, filsafat, dan lainnya. Pusat-pusat ilmu seperti Bayt al-Hikmah di Baghdad menjadi mercusuar pengetahuan dunia. Bila Islam kembali berjaya, kemajuan ilmu dan teknologi juga akan mampu diraih.
Demikian dampak Islam sebagai the new order of the ages terhadap perubahan peradaban umat manusia. Namun prediksi di atas hanya akan jadi mimpi, tanpa memperjuangkannya. Maka teruslah berjuang hingga peradaban Islam kembali tegak memimpin dunia.
Strategi Memperjuangkan Islam Sebagai The New Order of The Ages agar Syariat Islam Menjadi Rahmatan lil 'Alamin
Secara historis, peradaban Islam telah terbukti berjaya menguasai dunia selama kisaran 13 abad. Sejak berdirinya daulah islamiyah yang pertama di Madinah hingga Khilafah Utsmaniyah yang diruntuhkan oleh makar Mustafa Kemal Attaturk pada 1924 di Turki. Hal ini menjadi pengalaman politik umat Islam dalam rentang waktu panjang telah memimpin peradaban dunia.
Dan jangan lupa, secara imani, kaum Muslimin meyakini bahwa hadirnya kembali khilafah islamiyah merupakan janji Allah Swt. dan bisyarah Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman,
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. An-Nur: 55).
Selain itu, demi mewujudkan tatanan baru dunia dengan kepemimpinan Islam, tentu membutuhkan strategi. Berikut strategi memperjuangkan Islam sebagai the new order of the ages agar syariat Islam menjadi rahmatan lil 'alamin.
Umat Islam mampu menyongsong perubahan besar jika terkonsolidasi. Konsolidasi umat menjadi keharusan. Peran parpol dakwah bersama dengan semua komponen umat yakni ulama, motivator, da’i, dst menjadi semakin vital. Ada dua jenis konsolidasi:
Pertama, konsolidasi politik. Politik adalah kunci. Karena inti perubahan peradaban adalah perubahan politik. Naik turunnya peradaban ditentukan oleh perubahan politik. Namun kita masih memiliki masalah besar karena umat Islam berada di lebih dari 50 negara di bawah penguasa zalim dan antek kaum kuffar.
Kedua, konsolidasi kesadaran dan pemahaman. Ini menjadi awal dari konsolidasi politik dan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan konsolidasi politik. Konsolidasi ini hendaknya berjalan konsisten demi mengembalikan umat pada pemahaman Islam.
Dalam buku Khilafah Rasyidah yang Telah Dijanjikan dan Tantangan-tantangannya karya dr. Hamdan Fahmi mengenai strategi mobilisasi secara pemikiran dan maknawi, menurut beliau, ini adalah strategi internal yang pertama dan paling penting.
Yang dimaksudkan mobilisasi adalah menaikkan peringkat umat secara pemikiran dan kejiwaan dengan Islam, akidah dan hukum-hukumnya, ke peringkat menjadi kuat untuk bersikap tegar menghadapi bencana dan tantangan, berani terjun mengarungi bahaya tanpa takut kematian, sanggup menahan lapar dan berpanas-panasan tanpa menoleh kepada kenikmatan hidup di dunia, bahkan tetap fokus memperhatikan keridhaan Tuhannya, bersabar dan terus berharap di depan semua hambatan tersebut.
Dan untuk melakukan perubahan besar menuju tata dunia baru dibutuhkan kesadaran terhadap realitas kerusakan yang akan diubah dan fakta baru untuk menggantikan fakta yang rusak tersebut. Sebagaimana pendapat Syekh Ahmad ‘Athiyat dalam bukunya Jalan Baru Islam (at Thariq).
Menurut beliau, ada dua syarat perubahan yaitu kesadaran mengenai fakta kehidupan rusak yang melingkupi kehidupan umat (sistem kapitalisme sekulerisme) dan kesadaran tentang fakta alternatif pengganti fakta rusak tersebut, yakni syariah kaffah dan khilafah.
Jika kesadaran terhadap fakta rusak sudah dimiliki oleh umat Islam melalui proses berpikir mendalam, sekaligus kesadaran terhadap fakta baru yang akan menjadi penggantinya, maka selanjutnya yang dibutuhkan adalah pemahaman tentang metode yang akan ditempuh dalam mewujudkan perubahan menuju fakta baru tersebut.
Metode tersebut tak lain ialah metode perjuangan Rasulullah SAW yang menempuh tiga tahapan: pembinaan, berinteraksi dengan masyarakat dan penerimaan kekuasaan. Serta memahami karakter perjuangan beliau yaitu fikriyah (jalan pemikiran), laa madiyah (tanpa kekerasan) dan siyasiyah (politis).
Demikianlah strategi umat Islam yang mesti dijalankan secara bersama dan konsisten demi menyongsong kehadiran tata dunia baru yaitu tatanan peradaban Islam yang mewujud dalam khilafah islamiyah ‘ala minhajin nubuwah. Allahu Akbar! []
Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media)