Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Aktivis Muslim: Barang Siapa Menghidupkan Kembali Tanah Mati, Itu Miliknya.

Rabu, 21 Mei 2025 | 12:51 WIB Last Updated 2025-05-21T05:53:18Z

Tintasiyasi.ID -- Aktivis Muslim Malaysia Ustaz Abdul Hakim Othman menyatakan salah satu hukum pertanahan dalam Islam adalah ihya' al-mawat, artinya barang siapa yang menghidupkan kembali tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya.

 

“Jadi ada beberapa hadis tentang siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu adalah miliknya,” ujarnya dalam Serial Kupas Tuntas bertajuk Hukum Tanah Menurut Islam di Facebook miliknya, Jumat (25/04/2025).

 

Ia menjelaskan, tanah mati (ardul al-mawat) adalah tanah yang tidak ada pemiliknya. “Untuk memiliki tanah mati ada dua syarat yang mesti dipenuhi. Pertama, dipastikan bahwa tanah itu tidak mempunyai pemilik,” sebutnya.

 

"Sudah dipastikan, artinya semua orang tahu bahwa tanah ini tidak ada pemiliknya. Atau mungkin mereka tidak tahu, mereka sudah cek sana sini, mereka sudah cek sini, dan semua orang menyatakan bahwa tanah ini tidak ada pemiliknya," jelasnya.

 

Kedua, tanah tersebut haruslah tanah terlantar. "Tanah itu juga tidak ada tanda-tanda digarap orang lain. Artinya tanah itu terlantar," lanjutnya.

 

Lanjutnya, jika dua hal itu sudah pasti, maka menurut hukum Islam, tanah itu adalah milik orang yang menghidupkannya, baik dengan cara bercocok tanam, menanam sesuatu, atau memagari tanah itu.

 

"Jadi ini hukum Islam yang tidak berlaku sekarang. Kita sedang bahas ini dalam Islam, tidak berlaku sekarang," jelasnya.

 

Ia menyatakan, hal itu berbeda dengan hukum pertanahan yang diterapkan di Malaysia, yaitu sistem Torren yang berasal dari Australia. “Sistem Torren menetapkan bahwa seseorang adalah pemilik sah suatu tanah jika nama mereka terdaftar pada sijil tanah,” bebernya.

 

"Sistem ini menyatakan siapa yang mendaftarkan tanahnya, jadi dia adalah pemilik tanah tersebut, kecuali terbukti sebaliknya," katanya.

 

Ia menjelaskan, menurut hukum Malaysia, siapa saja yang sudah bermukim di suatu tanah meskipun sudah bertahun-tahun, tetapi belum pernah mendaftarkan namanya di Kantor Pertanahan, maka tanah tersebut bukan miliknya.

 

"Untuk tanah apa pun yang tidak punya nama, tidak punya pemilik, tidak ada sijil tanah, maka tanah itu di Malaysia adalah milik pemerintah negara," lanjutnya.

 

Hal itu dijelaskannya untuk menjawab persoalan adanya penyerobotan tanah di Raub, Pahang, yakni tahan yang disebut-sebut telah diserobot selama 30 tahun dan ditanami tanaman durian Musang King.

 

"Cerita Musang King, tanah di Raub, tanah hutan yang sudah dimasuki rakyat, kalau memang benar di tanah itu tidak ada nama siapa-siapa dalam sijil itu, maka tanah itu menjadi milik pemerintah daerah," terangnya.

 

Ia menjelaskan, jika sudah dipastikan tanah tersebut milik pemerintah daerah, menurut hukum Malaysia, barulah siapa pun yang memasuki tanah tersebut dianggap sebagai pelanggar hukum. “Hal ini berbeda dengan hukum Islam,” ungkapnya.

 

"Dalam Islam kedudukannya berbeda. Kalau Anda benar-benar tidak tahu tanah itu milik siapa, Anda sudah periksa semuanya dan tidak ada pemiliknya, ya sudah, Anda bangun pagar di sana, anda berbisnis di sana, baru anda menjadi pemiliknya," tegasnya.

 

Lanjutnya, apabila tanah tersebut sudah diketahui pemiliknya, maka orang lain tidak akan menjadi pemiliknya sekalipun ia menghidupkan kembali tanah yang mati itu. “Karena demikianlah kedudukan hukumnya dalam Islam. Dalam kasus tanah Musang King telah terjadi perambahan dan terserah kepada pemerintah daerah apakah akan menebang pohon durian di sana atau tidak,” ulasnya.

 

"Jadi dalam Islam tidak apa-apa, tidak masalah menebang pohon. Anda bisa menebang pohon apa saja. Hanya saja tidak bijaksana untuk melakukan itu. Tanah yang sudah ada tanamannya, dia ada manfaatnya untuk hasilnya, kan," pungkasnya.[] Syamsiyah Jamil

Opini

×
Berita Terbaru Update