TintaSiyasi.id -- Menurunnya Daya Beli dan Kesulitan Ekonomi Rakyat Indonesia
Makin hari makin menjadi, rakyat di negara ini kembali diuji dengan kondisi ekonomi yang rumit. Seperti kata para pengamat ekonomi Indonesia akan mengalami resesi ekonomi. Benar saja,
Momen Ramadan dan Idulfitri 2025 biasanya menjadi waktu panen bagi para pedagang. Namun tahun ini justru menyisakan kekecewaan. Para pedagang di Pasar Tanah Abang mengaku mengalami penurunan omzet signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu pedagang bernama Eli dan para pedagang lainnya berharap pemerintah bisa membantu menciptakan ekosistem yang sehat dan seimbang antara pasar fisik dan digital, serta mendorong masyarakat untuk kembali berbelanja langsung di pasar. (metrotvnews.com, 10/04/2025)
Tak hanya itu sektor pariwisata pun mengalami kelesuan sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi. Terjadi penurunan mudik Lebaran 2025 sekira 4,69% dibandingkan dengan realisasi pada 2024 yang mencapai 162,2 juta orang, tahun ini tercatat 154,6 juta jiwa. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga memprediksi tren pergerakan wisatawan periode libur Lebaran 2025 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. (Pikiran-rakyat.com, 13/04/2025).
Sementara itu melansir dari laman berita liputan6.com 12/04/3025 , Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Ferbuarari 2025 total utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih akrab disebut PayLater di sektor perbankan menyentuh angka Rp 21,98 triliun.
Meski angka ini sedikit turun dari posisi Januari 2025 yang berada di Rp 22,57 triliun, secara tahunan justru terlihat kenaikan yang cukup signifikan, yakni sebesar 36,60 persen.
Krisis Ekonomi Ulah Siapa?
Jauh sebelum hari ini, sempat viral di media sosial " Indonesia gelap", berharap terang setelah euforia pesta demokrasi dan ikrar resmi penggantian kepemimpinan beserta aparaturnya, nyatanya hari ini Indonesia tidak baik-baik saja.
Fakta-fakta di atas menunjukan sinyal bahwa negara ini tengah menghadapi resesi ekonomi. Rakyat Indonesia saat ini berada pada situasi besar pengeluaran minim pendapatan.
Berdasarkan data dan fakta yang disuguhkan lewat media sosial dan kondisi perekonomian rajyat di lapangan, secara garis besar krisis keuangan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu :
1. Menurunnya sumber pendapatan rakyat akibat kurangnya lapangan pekerjaan
2. Banyaknya pungutan wajib oleh negara.
Jelas, keduanya mengarah pada kegagalan pemerintah dalam mengelola bidang ekonomi. Sebut saja salah satunya deindustrialisasi yang terjadi beberapa waktu lalu yang berakibat pada tingginya angka pengangguran. Ditambah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan baru pun semakin dipersulit karena aturan penerimaan kerja di negara ini dibatasi pada usia produktif tertentu, ijazah pendidikan di atas kertas dan periode pengalaman kerja sebagai referensi.
Janji menciptakan ribuan lapangan kerja oleh pemerintah sampai hari ini belum terealisasi, malah yang terjadi pemerintah kewalahan menghadapi kenyataan gelombang mundurnya banyak investor asing untuk berinvestasi di sini dengan alasan iklim ekonomi dan politik yang sudah tidak menguntungkan. Dari dahulu hingga sekarang karakter politik pemerintah di negara ini adalah lebih senang mempercayakan pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) dan seluruh potensinya pada asing dan swasta. Sementara pemerintah sendiri hanya mengambil bagian dalam bidang pembuatan regulasi dan lobi-lobi keuntungan. Akhirnya Industri yang muncul adalah industri yang berbasis pada industri padat modal bukan industri padat karya. Mengingat karakter kapitalis yang hanya mengejar profit semata, jelas kesejahteraan rakyat dan stabilitas ekonomi negara ini bukanlah prioritasnya. Wajar, bila kemudian PHK dan pengangguran kian merajalela.
Saat industri dalam negeri sedang berusaha bangkit dan bertahan di tengah arus peralihan ekonomi, pemerintah membuat regulasi yang justru membuat perekonomian negerinya makin sekarat. Misal, dalam hal pembuatan kebijakan eksport import. Pemerintah justru membuka kran import selebar-lebarnya untuk produk asing yang kemudian menjadi rival produk dalam negeri sendiri, bahkan akhirnya menjadi sebab terjadinya deindustrialisasi di negeri ini.
Alih-alih menyelesaikan masalah, negara pun justru makin mempersulit rakyat dengan kebijakan kenaikan aneka pajak, iuran kesehatan, tabungan pensiun bahkan tabungan perumahan di tengah situasi rakyat kesulitan mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kelas menengah turun kelas, kelas bawah bertahan hidup, inilah situasi saat ini. Kesenjangan sosial tampak jelas di depan mata, terjadi pergeseran budaya di masyarakat dimana flexing merajalela mengubah mindset dan gaya hidup. Akhirnya jelata memilih jalan singkat tergiur pinjaman rentenir modern yang berbasis riba tak kasat mata terjerat hutang yang sampai menyeret pada konflik keluarga dan perbuatan kriminal bahkan kadang sampai merenggut nyawa.
Tak salah jika kemudian negara ini mencapai level "darurat", efek domino dari resesi ekonomi yang sudah mendekati puncak letusan. Yang kaya makin kaya yang miskin makin habis. Akankah situasi bisa berubah jadi lebih baik atau justru memburuk dan terpuruk?
Sistem Ekonomi Islam, Solusi Efektif Menuntaskan Krisis Ekonomi
Di situasi ekonomi yang rumit ini, tak ada lagi alternatif untuk menyudahi berbagai kesulitan dan konflik sosial. Sudah saatnya dan sudah semestinya mengembalikan kepemimpinan pada Islam. Karena sejatinya Islam bukan agama yang terikat sebatas spiritual individu semata akan tetapi Islam adalah pedoman hidup yang aturan main dan hukumnya tertulis yasecara nyata dalam Al-qur'an yang merupakan wahyu langsung dari Allah SWT.
Kaidah ekonomi dalam Islam cukup masyhur, sebagaimana dibuktikan dengan kemajuan peradaban Islam pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW yang kemudian diikuti oleh pemerintahan setelahnya yaitu pemerintahan Khulafaur Rasyidin dan kekhalifahan setelahnya.
Islam mampu mendefinisikan masalah, mengidentifikasi, kemudian mengklasifikasi masalah, mengurai dan mencari solusi. Aturan Islam dikenal sebagai aturan yang memiliki referensi yang lengkap, efektif dan solutif.
Diantara kebijakan ekonomi Islam adalah penggunaan mata uang berupa emas dan perak. Mata uang independen yang memiliki nilai instrinstik yang riil, selain memiliki nilai yang stabil, emas dan perak tidak mudah dimanipulasi dengan dalih rujukan nilai mata uang negara lain. Dengan penggunaan jenis mata uang ini perputaran uang dan aktifitas ekonomi masyarakat jauh lebih stabil.
Kemudian dalam pengaturan investasi dan industri, negara yang mengadopsi sistem Islam menolak dan melarang investasi asing dan pengelolaan SDA maupun industri oleh asing, termasuk melarang memberikan hak istimewa kepada pihak asing. Negara mengatur semua sektor perindustrian dan menangani langsung jenis industri yang termasuk pada kepemilikan umum.
Dalam kebijakan perdagangan luar negeri berlaku menurut kewarganegaraan pedagang, bukan berdasarkan pada asal tempat komoditas. Pedagang kafir harbi dilarang berdagang di negara kita. Warga negara dilarang mengeksport barang yang diperlukan negara , termasuk barang-barang yang akan memperkuat musuh baik secara militer, industri maupun ekonomi. Hal ini dilakukan agar tidak memberi celah pada negara asing untuk mengambil keuntungan dan melemahkan salah satu sistem di negara kita.
Dalam bidang lapangan kerja, sistem Islam menjamin lapangan kerja bagi setiap warga negaranya. Tidak ada perbedaan antara pegawai pemerintah dan pegawai swasta, semua pegawai dipandang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Penentuan upah diberlakukan berdasarkan manfaat hasil kerja maupun jasa bukan mengambil referensi dan pengalaman kerja ataupun ijasah.
Negara juga menjamin biaya hidup bagi orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan atau tidak ada orang yang wajib menanggung nafkahnya. Negara juga berkewajiban untuk menanggung orang lanjut usia dan orang-orang cacat.
Terakhir dalam hal pajak. Pajak dipungut dari kaum muslim sesuai dengan ketentuan syara' untuk menutupi pengeluaran kas negara (Baitul Mal). Dengan syarat pungutan yang diambil berasal dari kelebihan kebutuhan pokok setelah pemenuhan kebutuhan hidup seluruh anggota keluarga dan tanggungannya. Yang perlu diperhatikan juga bahwa jumlah pajak sesuai dengan kebutuhan negara tidak boleh dilebih-lebihkan dan diada-adakan.
Dari kesemua aturan tersebut yang terpenting adalah semua kebijakan tersebut merupakan aturan yang diambil berdasarkan perintah Allah SWT yang dituangkan di dalam Al Qur'an. Dalam pelaksanaannya Peran pemerintah dalam Islam sebatas sebagai penyelenggara kebijakan sekaligus pelaksana dan pengawas penerapan kebijakan berjalan sesuai aturan yang berlaku di tengah-tengah warga negara.
Inilah solusi yang ditawarkan oleh kepemimpinan yang mengadopsi hukum Islam. Esensi dari penerapannya adalah keberkahan dari langit dan bumi bagi seluruh kehidupan manusia.
Oleh: Elis Ummu Alana
Aktivis Muslimah