“Dalam konteks kepemimpinan,
salah satu wujud pemimpin yang bertakwa adalah mengayomi urusan dan kebutuhan
rakyatnya,” demikian tertulis dalam buletin Al-Wa’ie Media Politik dan
Dakwah, edisi Maret 2025, halaman 7.
Masih dalam sumber yang sama, ia sampaikan, Khalid Muhammad Khalid dalam buku Ar-Rijal Hawla Rasûl (Para Ksatria di Sekitar Rasul), menuturkan bahwa suatu ketika pernah terjadi kelaparan hingga mencapai puncaknya di Madinah. Khalifah Umar bin Khathab, pemimpin kaum Mukmin kala itu, pernah disuguhi roti yang dicampur dengan minyak samin. Lalu beliau memanggil seorang Badui dan mengajak untuk makan bersama.
Khalifah Umar tidak memakan
makanan itu sebelum orang Badui tersebut makan terlebih dahulu menikmatinya.
“Kayaknya Engkau tidak pernah
merasakan enaknya makanan itu?” tanya Khalifah Umar.
Orang itu menjawab, “Benar. Saya
tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun. Saya juga sudah lama tidak
menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang."
Kontan saja mendengar kata-kata
itu Khalifah Umar berkata, "Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang
pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenyangan, aku ingin orang terakhir
yang menikmatinya."
“Sungguh luar biasa sikap
Khalifah Umar yang mengajak orang papa tidak punya apa-apa, makan bersama.
Bukan mendahulukan yang kaya,” ujar lelaki Badui tersebut.
“Karena itu tidak terbayang
bagaimana bisa pemimpin saat ini memberikan sumber daya alam termasuk laut
kepada oligarki,” ia meneruskan.
“Tanggung jawab yang mencerminkan
wujud takwa Khalifah Umar bukan hanya ditunjukkan pada manusia, bahkan
ditunjukkan pada hewan sekali pun,” ungkapnya.
Dalam suatu riwayat dikisahkan, lanjutnya,
Khalifah Umar bin al-Khaththab suatu waktu berjalan di Kota Madinah. Tiba-tiba
ia melihat seekor burung pipit yang dijadikan mainan seorang anak. Rasa kasihan
dan iba pun segera muncul dari Khalifah yang dikenal tegas tersebut. Umar pun
segera membeli burung tersebut dari anak itu. Lalu, melepaskan burung itu agar
bisa terbang bebas.
“Må sya Allâh...
Tabarakallah... Luar biasa. Burung pipit yang lemah dan kecil pun sangat
diperhatikan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab,” terang Ustaz Rahmat.
Bukan sebatas itu, Abu Nu'aim
dalam kitab Hilyah Awliya meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin
al-Khaththab mendapatkan kabar tentang kerusakan jalan di Irak. Umar merasa khawatir dan gelisah. “Andai saja
seekor kambing mati di tepi Eufrat karena terpeleset, sungguh ia yakin bahwa
Allah Swt. pasti akan bertanya tentang hal itu kepadanya pada Hari Kiamat,”
sambungnya.
Ia menegaskan bahwa tanggung
jawab yang mencerminkan wujud takwa Khalifah Umar bukan hanya ditunjukkan pada
manusia, tetapi juga pada hewan sekali pun.
Bisa dibayangkan, lanjut
dikatakan, betapa jauh jarak dari Madinah ke Sungai Eufrat di Irak, yaitu
sekitar 1671 km. Bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 373 jam atau 31 hari
tanpa berhenti. “Walaupun jaraknya sangat jauh, ada di ujung wilayah kekuasaan Islam
kala itu, Khalifah Umar sangat peduli,” ungkapnya.
“Itulah kekuatan energi takwa.
Syekh Abdul-lah bin Baz pernah menulis dalam Majalah Universitas Islam
Madinah (No. 2. pada 9 Dzulhij-jah 1396H/I Desember 1976). ‘Engkau wahai
hamba Allah, apabila membaca Kitab Tuhanmu (Al-Qur’an) dari awalnya hingga
akhirnya Engkau akan menemukan bahwa takwa itu merupakan pangkal segala
kebaikan, kunci semua kebaikan, dan sebab semua kebaikan di dunia dan di
akhirat. Musibah, ujian, dan uqubat (sanksi) datang karena mengabaikan
takwa atau menghilangkan takwa,” tuturnya.
Sebab takwa itu terangnya
merupakan wujud kehadiran kebahagiaan dan kesuksesan, penghilang malapetaka
serta mendatangkan kemuliaan dan kemenangan di dunia dan di akhirat.[] M.
Siregar