Tintasiyasi.id.com -- Pada Februari 2025, Presiden Prabowo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025, yang mengubah ketentuan dalam PP Nomor 37 Tahun 2021 mengenai Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kebijakan ini memberikan hak bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk menerima tunjangan 60 persen dari gaji mereka selama enam bulan. Ini tentu menjadi solusi sementara yang dapat meringankan beban finansial pekerja yang terdampak PHK.
Namun, kebijakan ini tetap menyisakan berbagai persoalan, terutama terkait dengan ketahanan jangka panjang pekerja. (Kumparan.com, 16/02/2025)
PHK semakin marak terjadi, tidak hanya akibat kebijakan efisiensi anggaran perusahaan, tetapi juga karena persaingan ketat di pasar tenaga kerja.
Dalam sistem kapitalisme, buruh sering kali menjadi korban untuk menyelamatkan perusahaan. Sementara itu, pencarian pekerjaan baru menjadi semakin sulit, dengan berbagai kriteria yang menyulitkan pencari kerja, termasuk pembatasan usia.
Meski JKP memberikan tunjangan sementara, hal ini tidak menyelesaikan akar masalah. Kehidupan tidak berhenti dalam enam bulan, dan tunjangan tersebut jelas tidak cukup untuk menjamin kesejahteraan pekerja dalam jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan.
Sistem ekonomi Islam menawarkan solusi yang lebih komprehensif dalam menangani masalah ketenagakerjaan dan kesejahteraan rakyat. Dalam Islam, negara memiliki peran sentral sebagai “ra’in” atau pengurus rakyat, yang bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan setiap individu.
Negara dalam sistem ekonomi Islam tidak hanya berfungsi sebagai regulator, tetapi juga sebagai penyedia lapangan pekerjaan yang luas dan berkeadilan. Negara diharapkan dapat menciptakan ekonomi yang inklusif, dengan menyediakan kesempatan kerja yang merata bagi seluruh masyarakat, bukan hanya berfokus pada keuntungan perusahaan.
Islam juga mengajarkan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, papan, dan sandang adalah hak setiap individu yang harus dipenuhi oleh negara. Ketika PHK terjadi, negara harus hadir untuk memastikan bahwa pekerja yang terdampak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, sering kali perusahaan lebih mengutamakan keuntungan dan efisiensi biaya, mengorbankan pekerja dalam prosesnya. Sebaliknya, dalam sistem ekonomi Islam, kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama.
Salah satu mekanisme dalam sistem ekonomi Islam yang dapat mendukung kesejahteraan sosial adalah zakat dan waqf. Zakat, yang merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu untuk menyisihkan sebagian hartanya, dapat digunakan untuk membantu mereka yang terkena PHK atau sedang kesulitan ekonomi.
Begitu juga waqf, yang berupa sumbangan untuk kepentingan umum, bisa digunakan untuk menyediakan bantuan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan. Dalam hal ini, zakat dan wakaf berfungsi sebagai jaring pengaman sosial yang lebih stabil dan berkelanjutan, berbeda dengan bantuan sosial dalam sistem kapitalisme yang sering kali bersifat sementara dan bergantung pada kebijakan pemerintah.
Selain itu, negara dalam sistem ekonomi Islam juga wajib menyediakan pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi pekerja yang ter-PHK. Pelatihan ini dapat berupa peningkatan keterampilan teknis atau kewirausahaan yang relevan dengan kebutuhan pasar.
Negara perlu memastikan bahwa pekerja yang terkena PHK tidak hanya bergantung pada bantuan sementara, tetapi dapat segera mengakses pekerjaan baru atau bahkan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.
Dengan memberikan keterampilan yang relevan dengan perkembangan industri, negara membantu pekerja untuk beradaptasi dengan kebutuhan pasar kerja yang terus berubah.
Sistem ekonomi Islam juga menekankan pentingnya prinsip keadilan dalam pembagian hasil.
Dalam hal ini, negara berperan dalam memastikan bahwa upah yang diterima pekerja sesuai dengan kontribusinya. Islam melarang praktik ketidakadilan seperti memberikan upah yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.
Negara dan pengusaha dalam sistem ekonomi Islam diharuskan untuk memberikan upah yang adil, sehingga pekerja dapat hidup layak tanpa harus bergantung pada bantuan sosial.
Dengan demikian, penerapan sistem ekonomi Islam akan menciptakan sistem yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif dalam menghadapi permasalahan ketenagakerjaan. Negara tidak hanya memberikan solusi sementara seperti JKP, tetapi juga memastikan adanya lapangan pekerjaan yang luas, memberikan pelatihan keterampilan yang relevan, dan menciptakan distribusi kekayaan yang lebih merata.
Dalam jangka panjang, sistem ini bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sosial dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat.
Kesimpulannya, meskipun kebijakan JKP memberikan perlindungan sementara bagi pekerja yang terkena PHK, kebijakan ini tidak cukup untuk mengatasi permasalahan mendasar.
Negara harus mengambil peran lebih besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang adil, menyediakan pelatihan keterampilan, dan memastikan kesejahteraan jangka panjang melalui sistem zakat, wakaf, dan pengupahan yang adil. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, negara dapat menjadi pengurus yang lebih efektif dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan dan adil.[]
Oleh: Gumaisha Syauqia Azzalfa
(Aktivis Dakwah)