Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jelang Lebaran Pemerintah Gelar GPM, Inikah Solusi Insidental?

Selasa, 25 Maret 2025 | 05:35 WIB Last Updated 2025-03-26T00:38:49Z



TintaSiyasi.id-- Kenaikan harga pangan jelang Ramadhan maupun hari Idulfitri sudah menjadi tradisi tahunan. Hal inilah yang mendorong pemerintah di berbagai daerah baik provinsi, kota, maupun kabupaten menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM). Dikutip dari sokoguru.id, sampai saat ini Gerakan Pangan Murah (GPM) telah digelar di 2.500 titik di seluruh Indonesia. GPM tidak hanya untuk beras, tetapi juga daging, ayam, dan komoditas lainnya. Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menugaskan Bulog untuk menjaga stok beras nasional, dan saat ini stok beras di Bulog sangat aman di 2,1 juta ton. 

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA), Arief Prasetyo Adi, mengatakan hal itu saat meninjau kegiatan GPM di Kantor Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, Sabtu (22/3). Arief juga mengapresiasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang juga turut ambil bagian dalam kegiatan GPM dan perannya sebagai salah satu lokomotif perekonomian nasional. 

Insidental

Ketika jelang Ramadhan sampai hari raya yang terjadi adalah peningkatan konsumsi masyarakat dan konsekuensinya harga-harga pangan menjadi melambung tinggi. GPM yang diinisiasi pemerintah provinsi yang berkolaborasi dengan kabupaten memang patut diapresiasi, tetapi GPM bukanlah solusi untuk menjaga stabilitas pangan. GPM lebih cenderung gerakan insidental dan tidak bisa menyentuh akar permasalahan.

Ada beberapa hal yang seharusnya diperhatikan pemerintah. Pertama, untuk membuat harga pangan stabil, sebenarnya bukan dengan gebrakan pangan murah seperti GPM, tetapi pemerintah harus benar-benar memastikan tidak ada mafia pangan jelang Ramadhan. Contohnya, mereka yang menimbun pangan, membuat stok di pasar menipis, sehingga membuat harga melonjak naik. Setelah harga naik mereka baru mengeluarkan pasokan yang ditimbun. Ini adalah gambaran kecurangan tengkulak atau mafia pangan yang seharusnya ditertibkan oleh pemerintah. 

Kedua, datangnya bulan Ramadhan itu sudah bisa dipastikan dan diperkirakan. Seharusnya pemerintah sudah bisa memprediksi kebutuhan pasar yang seharusnya berapa, sehingga produksi maupun distribusi pangan dan harganya bisa cenderung stabil. Membuat harga stabil dengan cara menggenjot sektor produksi, sehingga ketika Ramadhan tiba, rantai distribusi bisa berjalan lancar. 

Ketiga, pemerintah yang ketergantungan impor pangan sebenarnya berpotensi besar mematikan produksi pertanian dalam negeri. Petani yang sudah saatnya panen harus bertarung dengan harga pangan impor yang harganya murah dan lebih berkualitas. Hal ini mematikan harga petani dan membuat para petani merugi. Kerugian petani yang berulang membuat masyarakat bahkan generasi malas bertani. Karena modal yang dikeluarkan tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan. 

Membuat harga stabil di tengah masyarakat adalah hal yang mudah, jika pemerintah amanah dan tidak menyerahkan semuanya ke mekanisme pasar. Ketika semua diserahkan bebas ke pasar, maka kendali pasar ada di tangan para kapitalis. Mereka para kapitalis hanya memikirkan bagaimana mencari keuntungan sebanyak-banyaknya walaupun menzalimi banyak orang. Inilah pentingnya peran negara menertibkan, bukan hanya berperan sebagai regulator saja, tetapi pengurus urusan umat, hingga terwujud kesejahteraan. 

Selama tata kelola pangan masih menggunakan sudut pandang kapitalisme sekuler, yakni dengan mengabaikan hukum Islam dalam mengatur kehidupan, maka yang terjadi adalah kezaliman demi kezaliman. Jangankan amanah, memiliki pemimpin yang benar-benar pro kepada rakyat itu mustahil dalam sistem sekuler kapitalisme sebagaimana yang terjadi hari ini.

Pandangan Islam

Dalam Islam memenuhi kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan adalah kewajiban negara. Begitu pun dalam mengelola stok pangan yang ada di pasar adalah tanggung jawab negara. Haram hukumnya, negara membiarkan para kapitalis bermain harga dan pemerintah hanya sebagai regulator saja. Karena jika yang terjadi demikian, kapitalis akan dengan bebas menimbun dan mempermainkan harga. Inilah kezaliman yang menimpa masyarakat karena ulah kapitalis.

Nabi Muhammad saw. bersabda, “Tidak akan melakukan penimbunan selain orang yang salah.” (HR Muslim). 
Al-Atsram juga menuturkan hadis dari Abi Umamah yang mengatakan, “Rasulullah saw. telah melarang penimbunan makanan.” 

Rasulullah saw., “Sesungguhnya imam (penguasa) adalah raa’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab terhadap (rakyat) yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).

Pemimpin adalah pengurus dan pencari solusi segala problematik umat. Selain menjaga harga pangan stabil dan mencari solusi akan kelangkaan barang, negara juga bertanggung jawab menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul berdasarkan syariat Islam. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala dalam surah Al-Maidah ayat 48, "Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu."

Oleh karenanya, untuk mewujudkan kesejahteraan dalam Islam tidak hanya dibutuhkan pemimpin yang amanah tetapi juga sistem yang amanah. Dalam Islam diperintahkan untuk mengatur segala permasalahan kehidupan baik dari segi individu, masyarakat, maupun negara menggunakan syariat Islam. Sistem pemerintahan Islam inilah yang akan mengantarkan kehidupan yang sejahtera dan adil, yakni Khilafah Islamiah.[]

Oleh. Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)

Opini

×
Berita Terbaru Update