Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tidak Boleh Menyerupai Kafir Meski dengan Alasan Toleransi Beragama

Sabtu, 15 Februari 2025 | 22:13 WIB Last Updated 2025-02-15T15:18:13Z

Tintasiyasi.ID -- Juru Bicara Hizbut Tahrir Malaysia Al-Ustaz Abdul Hakim Othman mengatakan bahwa umat Islam dilarang menyerupai orang kafir dalam ucapan dan perayaannya atas alasan toleransi agama.

 

“Umat Islam dilarang menyerupai orang kafir dalam ucapan dan perayaannya atas alasan toleransi agama,” jelasnya dalam Kupas Tuntas bertajuk Toleransi Agama: Sejauh Mana? di akun Facebook Juru Cakap HTM, Jumat (07/02/2025).

 

Ia menyebutkan, ada dalil umum yang menyatakan bahwa siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongannya. “Ini dalil umum yang melarang umat Islam menyerupai orang kafir,” tegasnya.

 

“Kami tidak boleh mengikuti perkataan orang kafir, termasuk ucapan yang khusus untuk perayaan,” katanya.

 

Dijelaskannya, toleransi mengajarkan bahwa setiap kaum yang berbeda agama harus saling bertoleransi hingga menyangkut masalah agama termasuk perayaan orang kafir. “Sebagai negara dengan masyarakat majemuk, kita tidak bisa lepas dari persoalan toleransi ini,” ujarnya.

 

“Bagi kami, ini adalah perayaan mereka, ada kepercayaan dan keyakinan mereka dalam perayaan yang selama ini tidak kami campuri. Namun atas dasar toleransi, menjaga kerukunan kaun, kesejahteraan kaum, kesejahteraan nasional, dan sebagainya maka kita harus merayakan semua perayaan kaum tersebut. Dan bukan hanya untuk merayakan, kami pergi bersama mereka untuk merayakannya,” tegasnya.

 

Asal usul paham toleransi beragama, lanjutnya, berasal dari pemikiran sekularisme dan pluralisme. “Pluralisme menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Tidak ada satu agama pun yang dapat mengatakan bahwa itu adalah agama yang benar,” jelasnya.

 

Lanjut dikatakan, Barat menginginkan agar dalam masyarakat atau bahkan dalam negara tidak boleh ada satu agama yang mendominasi agama lain. Kalau ada satu agama yang mendominasi agama lain, itu tidak toleran.

 

“Ini sebenarnya konsep sekularisme. Agama tidak bisa mengatur masyarakat dan negara karena jika agama mengatur masyarakat dan negara, maka akan ada satu agama yang dominan, yang akan menang atas agama lain,” imbuhnya.

 

Ia menjelaskan, hal tersebut tidak diperbolehkan oleh Barat karena dianggap tidak toleran. “Barat ingin semua orang diperlakukan sama. Toleransi yang mereka inginkan adalah agar umat Islam kalau bisa masuk agamanya atau bahkan milah-nya,” ujarnya.

 

“Allah memerintahkan Rasulullah saw. untuk berkata kepada orang-orang kafir, ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak akan menyembah apa yang aku sembah.’ Dan yang terakhir ayat tersebut menyatakan, ‘Bagimu agamamu, bagiku agamaku.’ Tidakkah kalian lihat bagaimana Allah mengajarkan kita tentang 'toleransi'?,” ujarnya menjelaskan maksud ayat dalam surat al-Kafirun.

 

Dengan demikian umat Islam tidak boleh memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam seperti yang dilakukan Nabi saw. dalam dakwahnya, dan hendaknya membiarkan mereka tetap pada agamanya.

 

“Kami tidak bisa memaksakan tetapi kami berdakwah karena wajib bagi kami untuk berdakwah kepada kalian agar masuk Islam. Namun kami tidak ingin memaksakannya. Jadi kalau mau tetap pada agamamu, untukmu agamamu, untukku agamaku,” tegasnya lagi.

 

Dia menjelaskan lebih lanjut bahwa orang-orang kafir tidak bisa menyuruh umat Islam untuk mengikuti apa yang dilakukan orang-orang kafir. Orang-orang kafir boleh melakukan apa yang ingin mereka lakukan dan menyembah apa yang ingin mereka sembah, tapi tidak bisa menyuruh umat Islam untuk melakukan seperti mereka, begitu pun sebaliknya.

 

“Bagi kami, hukum tetaplah hukum. Jadi kita taat hukum bukan berarti mau bermusuhan, bukan berarti mau berperang. Tapi kami punya prinsip, posisi, dan keyakinan. Kami memiliki keyakinan. Ini yang namanya toleransi sejati,” tutupnya.[] Syamsiyah Jamil

Opini

×
Berita Terbaru Update