Tintasiyasi.id.com -- Presiden telah menetapkan untuk melakukan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Balanja Negara sebagaimana tercantum pada instruksi presiden nomor 1 tahun 2025. Akibatnya akan banyak pos anggaran pengeluaran yang mengalami pemangkasan. Bahkan targetnya mencapai 306,6 T (Tempo, 25-01-2025).
Pemangkasan anggaran bertujuan untuk meningkatkan efisiensi belanja negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Hal ini menjadi bukti, selama ini ada pemborosan dengan jumlah yang besar.
Sudah menjadi rahasia umum para pejabat menggunakan fasilitas negara secara berlebihan. Bahkan belanja yang tidak penting dan tidak prioritas. Model pengelolaan ini juga meniscayakan kelalaian akan uang rakyat, mendorong adanya penyalahgunaan termasuk korupsi.
Tentu saja ini menjadikan banyak hak-hak rakyat yang tidak didapat. Akibat pembengkakan anggaran untuk perkara yang tidak mendesak, telah nyata merugikan rakyat. Fasilitas terbaik digunakan para pejabat, sedangkan fasilitas umum untuk masyarakat banyak yang sudah tidak layak.
Kebijakan Berbau Pencitraan
Sejatinya pemangkasan anggaran tidak berpengaruh banyak terhadap kesejahteraan. Karena tetap saja sumber pemasukan terbesar negara ini adalah pajak yang jelas dari rakyat. Pemangkasan anggaran pada kenyataannya tidak menjadikan pajak berkurang, justru meningkat tajam.
Pemangkasan ini hanyalah pengalihan penggunaan anggaran dari satu pos ke pos yang lain. Kabarnya pengalihan anggaran ini untuk mendanai program makan bergizi gratis sebagai program yang dianggap berdampak langsung kepada masyarakat. Sayangnya kebijakan ini kurang perhitungan matang.
Dengan sistem ekonomi kapitalisme semuanya serba susah. Terbukti dengan bertambah runyamnya mekanisme tersebut. Masalah justru semakin bertambah. Mulai dari menu makan siang yang kurang berkualitas, tidak meratanya pendistribusian, sampai kepada penguasaan proyek makan siang bergizi oleh segelintir orang, dan korupsi.
Program ini memang membutuhkan dana yang tidak sedikit, bahkan pemerintah telah menganggarkan Rp 71 T dari RAPBN. Hanya saja, anggaran yang ada disebut-sebut tidak akan cukup walau hanya untuk 1 tahun. Seperti biasa, kelalaian menjadi sumber masalah dan keresahan.
Untuk menutupi kekurangan ini sampai ada usulan untuk menggunakan dana zakat, ini jelas tidak boleh dibiarkan. Walhasil bukannya menyelesaikan masalah, justru menambah masalah baru.
Di sisi lain, untuk perkara teknis sudah bekerja sama dengan pihak luar seperti Jepang. Ini dilakukan untuk mewujudkan apa yang sudah direncanakan. Sehingga sangat wajar jika pemangkasan anggaran ini disebut sebagai pencitraan (kebijakan populis-otoriter) karena terkesan memaksakan.
Memang seakan memberi kabar gembira, padahal bersamaan dengan itu sederet kesulitan hidup mananti di depan mata. Mulai dari naiknya pajak, tingginya biaya pendidikan, tidak stabilnya harga sembako, naiknya BBM, kelangkaan gas 3 kg, dan sederet masalah lainnya.
Padahal sejatinya masyarakat lebih membutuhkan pendidikan gratis, kesejahteraan dan keterjangkauan bahan pangan, sehingga dapat memberi gizi terbaik bagi anak-anak dan keluarga.
Sistem Islam Membawa Kebaikan
Pada dasarnya, kemunduran umat Islam terjadi ketika Islam mabda lepas dari genggaman. Islam tidak lagi menjadi pedoman dan pijakan dalam mengambil kebijakan. Alqur’an diabaikan, sedangkan akal dan nafsu didahulukan.
Padahal Islam merupakan agama yang sempurna. Di dalamnya mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, manusia dengan dirinya, dan mengatur manusia dengan manusia lainnya.
Dalam hal ini sistem Islam telah mengatur bagaimana peran penguasa dalam mengurus rakyatnya dengan berlandaskan syariat Islam.
Penguasa adalah pelayan (raa’in), dan menjadi tugasnya untuk mengurus keuangan negara hingga terwujud kemakmuran di tengah masyarakat. Pemasukan keuangan akan didapat dari jalan yang haq dan pengeluaran didasarkan pada maslahat.
Negara akan memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu warga negara, muslim maupun tidak. Termasuk didalamnya kebutuhan pangan dan pendidikan.
Termasuk dalam penerapan sistem ekonomi Islam, maka kesejahteraan rakyat akan diutamakan. Kekayaan alam yang meliputi air, api, dan padang rumput merupakan milik umum yang dikelola negara untuk kemaslahatan masyarakat secara keseluruhan. Bukan untuk menambah fasilitas pribadi para korporat atau konglomerat.
Semua ini dapat terjadi dalam naungan sistem Islam. Pejabat dan pegawai dalam khilafah adalah orang -orang yang takwa, amanah, dan takut menyentuh harta milik rakyat serta profesional.
Ini merupakan buah dari sistem Pendidikan Islam yang berbasis akidah islam. Adanya keimanan yang kuat ini akan menjadi kontrol dalam masyarakat.
Islam sudah menetapkan tanggungjawab pengurusan umat ada pada diri khalifah sejak baiat dilaksanakan. Oleh karena itu Khalifah wajib menjaga penerapan semua hukum syariat. Islam juga menetapkan Khalifah sebagai pihak pemutus setiap kebijakan dengan berpegang syariat Allah.
Sebagai mana Sayyidina Umar bin Khattab pernah makan hanya dengan roti dan minyak zaitun pada musim paceklik agar bisa merasakan apa yang dirasakan rakyatnya. Beliau juga pernah mematikan lampu yang minyaknya dibeli dari kas Baitulmall, dikarenakan tamunya ingin berbicara urusan yang bersifat pribadi dan bukan urusan negara. Begitu juga dengan Umar bin Abdul Aziz yang memisahkan urusan negara dan pribadi.
Maka Islam sangat memperhatikan dan mengontrol terhadap keuangan negara. Pemasukan dan pengeluaran sangat jelas, sehingga tidak akan diberi celah untuk para penguasa untuk bermaksiat. Selain itu, seorang Khalifah juga dapat memberi sanksi yang tegas kepada siapa saja yang tidak amanah terhadap tanggung jawabnya.
Sebagaimana Umar bin Khattab akan menyita kekayaan berlebih dari pejabat yang tidak bisa membuktikan asal-usulnya. Ini pernah diberlakukan kepada Khalid bin Walid ketika menjabat sebagai gubernur Syam. Pejabat yang terbukti menyalahgunakan fasilitas negara dipecat dari jabatannya.
Khalifah Ali bin Abi Thalib juga tegas dalam menindak korupsi dan penyalahgunaan fasilitas negara. Beliau pernah mencopot Utsman dari jabatannya dan menyita harta yang diduga berasal dari kas negara. Ini dilakukan karena Utsman bin Hunaif, gubernur Basrah, diketahui sering mengadakan jamuan mewah dengan makanan yang mahal.
Maka hanya dengan kembali kepada Islam, keadilan dapat ditegakkan. Kesejahteraan dapat dirasakan. Rakyat dan penguasa dituntun syariat agar menjadi orang-orang taat. Penerapan Islam Kaffah akan membawa kebaikan, karena pada dasarnya Islam akan memberi rahmat bagi seluruh alam. Wallahua’lam.[]
Oleh: Ai Qurotul Ain
(Pengamat Kebijakan Dan Aktivis Muslimah)