Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

MBG Gratis, Akankah Berjalan Realistis?

Jumat, 14 Februari 2025 | 17:40 WIB Last Updated 2025-02-14T10:40:28Z
TintaSiyasi.id -- Anak sehat, kuat, dan tangguh tentunya menjadi idaman setiap orang tua. Termasuk negara, tentu akan berusaha dengan maksimal mewujudkan hal tersebut. Sebagaimana salah satu program yang dicanangkan oleh pasangan terpilih Presiden RI. Nama program tersebut adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Program tersebut telah dibahas dalam perencanaan anggaran 2025. 

Pada saat kajian ini ditulis, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), dan tim transisi Prabowo-Gibran menetapkan besaran anggaran MBG yaitu 71 triliun rupiah untuk tahap pertama di 2025. Angka tersebut telah memperhitungkan target defisit fiskal sebesar 2.29-2.82%. Kebijakan MBG ini digembar-gemborkan oleh pemerintah dengan alasan menjadi solusi terbaik untuk mencegah stunting. (tirto.id, 21/1/2025)

Program MBG ini tentu menuai pro kontra di masyarakat. Pasalnya dana yang dikeluarkan tidak sedikit. Sementara persoalan lain yang harus segera ditangani ternyata masih banyak. Berapa banyak anak yang harus diberikan makan bergizi? Belum lagi tingkatan sekolah dan seluruh wilayah Indonesia harus mendapatkannya. Belum lagi konsistennya program ini apakah bisa dipertanggungjawabkan? 

Nah, itulah berbagai pertanyaan yang muncul dalam benak kita. Rasanya dengan program tersebut belum mampu menembus akar masalah dari persoalan stunting ini. Seharusnya pemerintah sendiri mengetahui apa sebenarnya yang menyebabkan si anak menjadi stunting? Pemenuhan gizi pada fase yang mana harus diperbaiki? Setidaknya kedua hal ini yang harus dipecahkan atau dicari solusinya agar mampu mengurangi angka stunting tadi. Sehingga tidak boros dalam mengeluarkan anggaran pada sebuah program. 

Melihat secara detail terkait dengan kebijakan di atas, tampaknya itu semua merupakan hasil didikan dari sistem yang ditetapkan saat ini. Kapitalis membuat manusia hanya berpikir persoalan keuntungan serta penumpukan cuan saja. Tanpa melihat pada aspek yang lainnya. Termasuk memandang sebuah persolan hanya pada permukaan saja, tidak sampai mendalam. Inilah fatalnya jika tidak melihat pada seluruh aspek kehidupan manusia. Akhirnya hanya mampu menjamah bagian permukaan saja tanpa mengetahui bagian akar di dalamnya. 

Mungkin, kebijakan MBG ini sebagai wujud pemenuhan atas janji kampanye dulu. Dan mungkin masyarakat senang saja dengan program ini karena merasa terbantu. Namun ternyata persoalan lain muncul. Dana yang ada ternyata hanya cukup sampai periode yang singkat alias sebentar saja. Sehingga berbagai ajakan disampaikan agar program ini tetap berjalan alias berlanjut. Mulai dari komentar penggunaan dana zakat untuk MBG, masyarakat diminta patungan, dan yang lainnya. Ini mencerminkan bahwa ternyata pemerintah belum siap untuk menjalankan program tersebut. Belum lagi maslah yang muncul dari ibu kantin yang berjualan di sekolah. Mereka mengeluhkan penghasilan yang menurun drastis ketika program MBG dimulai. 

Dari kacamata Islam, ketika ada persoalan dalam kehidupan maka akan mencari tahu dulu posisi akarnya sebelah mana. Hal tersebut dilakukan agar kita bisa mengeluarkan atau menjalankan solusi yang benar-benar mampu menyelesaikannya. Termasuk selalu menjadikan akidah Islam sebagai fondasi segala aktivitas, seperti dalam menentukan kebijakan. Semua harus sesuai dengan standar hukum syarak, bukan hayalan manusia. Para pemimpin juga akan dengan serius menjalankan amanah dengan baik. Semuanya harus menciptakan kemaslahatan umat. Karena pemimpin adalah sebagai ra’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyat. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil akan berorientasi pada kemaslahatan umat dan pembangunan peradaban Islam.

Negara bertanggung jawab penuh dalam memastikan ketersediaan serta penjaminan kebutuhan pokok bagi individu per individu masyarakat. Setiap kepala keluarga akan dijamin agar mampu memenuhi perannya dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya serta memberikan pelatihan-pelatihan bagi para pencari nafkah keluarga. Dan tak lupa, negara bertugas untuk menjaga stok pangan agar aman termasuk pada sisi pendistribusiannya. Di semua wilayah harus terjangkau dan mampu mendapatkannya. 

Berbicara masalah stunting, maka perlu mendalami serta mencari akarnya. Ini mungkin saja hanya efek yang ditimbulkan dari persoalan pokoknya, yaitu kemiskinan. Dengan ketiadaan akses atau daya beli masyarakat maka bisa jadi hal tersebut akan muncul. Artinya negara tadi harus memastikan bagaimana pencari nafkah benar-benar mendapatkan pekerjaan seperti pembahasan di alenia sebelumnya. Jika pencari nafkah mempunyai pekerjaan, maka insyaAllah akses untuk membeli sesuatu pasti akan dengan mudah terpenuhi. 

Alhasil, semua itu bisa terwujud dalam bingkai sebuah institusi yang menerapkan Islam secara sempurna lagi menyeluruh. Institusi tersebut adalah daulah Islam. InsyaAllah para pemimpinnya akan amanah dalam menjalankan roda pemerintahan karena standar yang dipakai hanya hukum syarak. Umat pun akan melakukan evaluasi terhadap jalannya kebijakan, apakah sesuai dengan Islam atau tidak. Dengan begitu amar makruf akan senantiasa berjalan dan kemaslahatan umat pasti akan terwujud. 
Wallahu a'lam.

Oleh: Mulyaningsih
Pemerhati Masalah Anak & Keluarga

Opini

×
Berita Terbaru Update