Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

IKN Bagai Simalakama: Dilanjutkan atau Tidak, Akankah Tetap Merugikan Negara?

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:20 WIB Last Updated 2025-02-13T11:20:17Z

TintaSiyasi.id— Gonjang-ganjing ibu kota negara belum usai. Di periode Presiden Joko Widodo ditampakkan begitu ambisi membangun IKN dan memindahkan ibu kota negara ke IKN. Hanya saja di periode Presiden Prabowo Subianto, dapat dilihat begitu bingungnya untuk melanjutkan pembangunan IKN. Apalagi Januari lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalami defisit 2,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan realisasi sementara, APBN mengalami defisit atau tekor Rp 507,8 trilun.

Dikutip dari detik.com (9-2-2025), Istana akhirnya buka suara soal pernyataan Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo terkait anggaran pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur yang diblokir. Kepala Kantor Komunikasi Presiden (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menjelaskan, anggaran IKN diblokir tidak berarti tidak ada anggar untuk IKN.

Menurutnya sudah ada anggaran untuk pembangunan IKN namun anggaran tersebut belum dibuka penggunaannya. Anggaran tersebut, kata Hasbi, ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan juga Otorita IKN. Dia menegaskan, Presiden Prabowo Subianto telah berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan IKN dan sudah menyediakan anggaran Rp 48 triliun untuk pembangunan ibu kota baru tersebut selama lima tahun ke depan.

Proyek IKN ini bagaikan simalakama, dilanjutkan membutuhkan dana yang fantastis, jika tidak dilanjutkan, lalu bagaimana nasib pembangunan di sana ke depan? Mangkrak atau akan seperti apa kelanjutannya? Mau lanjut atau tidak sebenarnya proyek IKN ini akan tetap merugikan negara. Karena memang faktanya, membangun IKN terlalu memaksa di kala kondisi keuangan negara ambyar. Apalagi keuangan dikelola dengan kacamata kapitalisme sekuler, seolah negara ini sedang merencanakan kehancurannya jika membangun dengan mengandalkan utang riba, investasi, atau menaikkan pajak.

Menyorot di Balik Wacana Pemblokiran Anggaran IKN

Pemblokiran anggaran IKN tentu tidak tanpa sebab. Dikutip dari tempo.co (7-2-2025), kabar pemblokiran anggaran Kementerian PU disampaikan Menteri PU Dody Hanggodo sejak November 2024. Saat itu, ia mengatakan anggaran kementeriannya masih ditahan Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga ada sinkronisasi program kerja. Kemudian, pada 13 Januari 2025, Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti menyampaikan bahwa persoalan anggaran masih menjadi isu dalam rencana proyek-proyek infrastruktur tahun ini. Sebab, bendahara negara belum memberi restu ihwal anggaran yang bisa dikucurkan untuk Kementerian PU.

Kemudian, di tengah ketidakpastian pembukaan blokir anggaran Kementerian PU, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan efisiensi anggaran dengan menerbitkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Melalui Inpres, Prabowo meminta ada penghematan senilai Rp 306,6 triliun yang terdiri dari efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan efisiensi anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.

Adapun pemangkasan anggaran ini telah disetujui Komisi V DPR RI dalam rapat yang dilaksanakan pada Kamis, 7 Februari 2025. Oleh karena efisiensi anggaran disetujui  Komisi V DPR, Dody mengatakan bakal segera mengajukan permohonan pembukaan blokir anggaran kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Setelah itu, Dody baru akan memikirkan program-program yang perlu dieksekusi.

Menyorot gonjang-ganjing pembangunan IKN, ada beberapa titik kritis. Pertama, di awal pemerintahan Prabowo Subianto dapat dilihat betapa kebingungan negara mencari sumber-sumber dana fantastis demi melaksanakan program kerja yang telah mereka buat. Belum apa-apa sudah ingin menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN). Walaupun menuai penolakan, pemerintah tetap memberlakukan kenaikan PPN 12% terhadap barang-barang mewah yang belum dijelaskan detail barang mewah itu seperti apa ke depan. 

Kedua, demi melegitimasi rencana kenaikan PPN 12%, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengumumkan, APBN mengalami defisit atau tekor Rp 507,8 trilun. Bayangkan, baru akan menjalankan roda pemerintahan sudah mendapatkan ancaman tekor 500-an triliun. Tentu ini bukan hal yang remeh temeh, ini sinyal kebangkrutan dan amburadul ekonomi negara akibat sistem kapitalisme sekuler. 

Ketiga, program makan bergizi gratis adalah program baru yang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dalam setahun program tersebut membutuhkan biaya Rp420 triliun. Dana tersebut pasti menambah beban negara yang hari ini kita tahu, pembiayaan pemerintahan hanya disokong dari pajak dan utang riba. Patut diduga, pemblokiran dana IKN oleh Menkeu karena memang negara sedang fokus menyelenggarakan program makan bergizi gratis yang juga menuai kritikan dari berbagai pihak. Lagi-lagi program apa pun yang diwacanakan membutuhkan anggaran, tetapi dengan pengelolaan sistem pemerintahan dengan sudut pandang kapitalisme sekuler. Kapitalisme sekuler inilah yang menyebabkan negara menjadi miskin bahkan bangkrut secara sistematis.

Keempat, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) membutuhkan anggaran sebesar Rp466 triliun. Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berkemah di titik nol Nusantara pada tahun 2022 lalu. Total anggaran yang disalurkan untuk pembangunan IKN mencapai Rp76,5 triliun, dengan rincian alokasi dana pada APBN 2022 sebesar Rp5,5 triliun, APBN 2023 Rp27 triliun, dan pagu APBN 2024 Rp44 triliun. Ke depan pembangunan IKN memang membutuhkan dana yang besar dan negara membutuhkan sumber pemasukan untuk menyokong terselesaikannya pembangunan IKN. 

Kelima, pola pembiayaan dan penyelenggaraan negara di negeri ini menggunakan tata kelola sekuler kapitalisme, yakni pengelolaan berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan manusia. Padahal di dalam Islam, menyelenggarakan negara dan mengatur pemasukan dan pengeluaran negara harus berdasarkan syariat Islam. Konsep Islam tentu adil dan menyejahterakan karena bersumber dari Allah Swt. yang menciptakan alam semesta, kehidupan, dan manusia.

Sebagai contoh, ketika membangun infrastruktur bahkan peradaban yang membutuhkan dana besar tentunya harus memiliki pos-pos pemasukan negara yang halal bukan memaksakan keinginan dengan nama investasi, utang riba luar negeri, dan pajak. Apalagi proyek pembangunan IKN dengan konsep elit dan mewah. Kira-kira apakah seluruh rakyat Indonesia bisa menjangkau hidup di sana? Ataukah hanya orang-orang kaya saja? Bahkan hanya orang-orang asing yang bisa tinggal di sana? Konsep negara sebenarnya adalah pelayan umat, bukan malah minta dilayani umat atas hasrat kemewahan yang dianggarkan. 

Inilah mengapa konsep pengelolaan keuangan ataupun ekonomi dengan sudut pandang kapitalisme sekuler bisa membahayakan negara karena menciptakan pejabat-pejabat yang mementingkan dirinya dan kelompoknya sendiri tanpa memikirkan kemaslahatan umat secara umum. Terkadang pembangunan infrastruktur belum urgen dibutuhkan masyarakat tetapi dipaksa dibangun. Parahnya, membangun kawasan elit yang dijual ke wisatawan asing demi berinvestasi di negeri ini. Padahal rakyatnya sendiri banyak yang homeless, belum bisa memiliki tempat tinggal yang layak.

Dampak Simalakama Kebijakan Pembangunan IKN terhadap Aspek Politik dan Ekonomi

Simalakama kebijakan pembangunan IKN. Sejak awal rencana pemindahan ibu kota ke IKN dan pembangunannya sudah menuai kritik kritis publik. Karena faktanya memang banyak wilayah yang lebih membutuhkan pembangunan infrastruktur umum bukan infrastruktur yang dikapitalisasi. Namun, konsep pembangunan di negeri ini lebih mengutamakan aspek swastanisasi dan kapitalisasi. Sehingga pembangunan diserahkan ke pihak swasta/kapitalis dan mereka dibiarkan menarik biaya kepada publik ketika fasilitas infrastruktur tersebut dinikmati.

Begitu pun IKN, konsep pembangunan yang memiliki konsep elit, akankah benar-benar bisa berguna untuk kemaslahatan umat? Ataukah hanya diperuntukkan untuk kaum borjuis, investor asing, atau warga negara asing? Inilah yang dimaksud simalakama. Pertama, tetap dilanjutkan membutuhkan dana besar yang akan membutuhkan asupan investasi asing dan ini menjadi jalan IKN ke depan akan tidak independen atas nama negara. Kepentingan pembangunan IKN bukan lagi berorientasi untuk rakyat dan kesejahteraannya, tetapi untuk investor/kapitalis dan kesejahteraan mereka. Pembangunan IKN sudah salah orientasi sejak awal. 

Kedua, jika proyek IKN mangkrak sama saja dahulu negara membangun peradaban gaib yang menelan banyak biaya. Oleh karena itu, yang menjadi titik kritis sebenarnya adalah tujuan pembangunan IKN dan pendanaannya. Jika masih berlandaskan tata kelola kapitalisme sekuler, IKN akan menjadi beban negara, jalan penjajahan, dan kebangkrutan negara. Omong kosong mereka yang mengatakan IKN akan menaikkan pertumbuhan ekonomi. Apalah arti ekonomi tumbuh jika itu hanya berlaku untuk para kapitalis (asing/aseng)? Di mana kedaulatan negara terkait hal ini? 

Simalakama pembangunan IKN berpotensi memberikan dampak terhadap aspek politik dan ekonomi di negeri ini. Aspek politik, simalakama pembangunan IKN, jika harus memilih melanjutkan pembangunan IKN atau menghentikan pembangunan IKN, lebih baiknya adalah dihentikan. Kalau pun tetap dibangun, buatlah perkampungan atau kehidupan sebesar kecamatan bukan perkampungan elit yang mengundang warga asing tinggal di sana. Jika orientasi pembangunan jantung peradaban negara diperuntukkan untuk pihak swasta/kapitalis asing, maka ini adalah awal kehancuran negara. Karena negara tidak akan memiliki kedaulatan dan kemandirian ke depan. Hari ini saja, banyak kebijakan negara yang lebih pro kepada para kapitalis, adanya IKN dengan konsep pembangunan elit akan lebih dikendalikan para kapitalis. 

Aspek ekonomi, pembangunan IKN ke depan akan menelan biaya kisaran 400—500 triliun. Apalagi hal itu sangat berpotensi terjadi pembengkakan anggaran. Lalu dana sebanyak itu akan diperoleh dari mana? Jika skema pembangunan IKN mengandalkan dari investor asing, utang, atau pajak, maka pembangunan IKN akan membebani rakyat. Karena efek kapitalisasi pembangunan adalah komersialisasi infrastruktur untuk rakyat. Paling terburuk, rakyat hanya menonton kemewahan bangunan tanpa bisa mendapatkan atau menikmati fasilitas tersebut. Inilah yang membuat negara makin tidak independen dan penuh kepentingan kapitalis yang diakomodasi. 

Di sisi lain, utang negara sudah tinggi, yakni Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2024 mencapai US\$ 425,1 miliar atau sekitar Rp 6.617 triliun. Jumlah ini naik 7,3% secara tahunan. Ke depan disinyalir utang itu akan terus naik. Lalu bagaimana bisa membangun infrastruktur dengan kondisi keuangan negara tekor dan utang naik? Lagi-lagi, pembangunan ke depan akan berpotensi diserahkan kepada para kapitalis (asing/aseng), sehingga negara tidak memiliki kedaulatan dan rakyat yang akan menjadi korbannya.

Pola pengaturan kapitalisme sekuler membuat negara berada dalam kendali kapitalis. Kepentingan yang diakomodasi bukan kepentingan publik tetapi kepentingan para kapitalis, sehingga menciptakan ketidakadilan dan kezaliman yang menjadi polemik yang berkepanjangan. Sudah banyak proyek-proyek yang dibangun demi hasrat para kapitalis yang menggusur wilayah rakyat. Hal itu terjadi di berbagai wilayah dan menimbulkan problem kezaliman tiada henti. 

Strategi Islam dalam Membangun Peradaban

Konsep Islam sangat jelas, dalam membangun infrastruktur dorongannya adalah akidah dan ketakwaan. Sehingga ketika sebuah negara melakukan pembangunan infrastruktur tentu ada klasifikasi sebagai berikut. Pertama, darurat dan mendesak. Pembangunan yang utama dilakukan ketika darurat dan mendesak, sehingga ketika bangunan untuk publik, seperti jembatan, jalan, dan sebagainya rusak maka yang utama dan pertama dilakukan adalah pembangunan infrastruktur tersebut. Andaikata terjadi bencana yang menghancurkan masjid, sekolah, rumah sakit, atau fasilitas publik sungguh hal ini juga yang harus diutamakan dalam pembangunan infrastruktur tersebut.

Kedua, penting dan mendesak. Terkadang dengan berjalannya waktu dan bertambahnya penduduk, suatu wilayah membutuhkan ruang publik umum yang digunakan untuk kemaslahatan umat. Semula di sana sudah ada 2 sekolah membutuhkan 3 sekolah. Begitu pun soal pengaturan jalan, semula sudah cukup karena padat penduduk dibutuhkan jembatan layang untuk mengurai kemacetan. Pembangunan infrastruktur yang penting seperti ini bisa dipikirkan negara untuk dipikirkan dan diprioritaskan demi kemaslahatan umat. Tentunya semua ingin maju dan berdiri bangunan yang megah di kotanya. Negara akan memikirkan daerah mana saja yang membutuhkan pembangunan infrastruktur tepat guna dan penting dilakukan oleh negara. 

Ketiga, penting. Pembangunan pengembangan infrastruktur. Perawatan dan pengecekan berkala terhadap pembangunan infrastruktur perlu dilakukan. Begitu pun jika dimungkinkan membangun peradaban yang indah, kuat, dan mempesona berpotensi dilakukan dalam negara Islam Khilafah ke depan. Asalkan pembangunan tersebut untuk kemaslahatan publik bukan kepentingan golongan. 

Dari Jabir ra, dari Abu Thalhah ra dan dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda: “ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti yang tidak akan diajak biara, tidak dilihat dan tidak diampuni dosa mereka oleh Allah, bahkan mereka abadi selamanya didalam neraka dengan siksaan yang pedih.” (Nabi mengulangi sabdanya sampai 3x). Ibnu Abbas berkata; “siapakah mereka?” Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda: “yaitu para ulama yang mencari dunia dengan menjual agamanya, Para penguasa yang memberlakukan undang-undang yang mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyatnya dan para penyebar fitnah” (HR. Bukhari dan Muslim)

Amanah kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Khalifah Umar Bin Khaththab r.a. pernah berkata: “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad niscaya Umar akan diminta pertanggungjawabannya (oleh Allah), seraya ditanya: Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?”. Inilah pentingnya mengelola pembangunan berdasarkan standar Islam. Begitu pun dalam bernegara sudah saatnya negeri ini menjadikan Islam sebagai landasan, yakni penerapan Islam secara keseluruhan dalam bingkai Khilafah Islamiah.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. 

Pertama. Inilah mengapa konsep pengelolaan keuangan ataupun ekonomi dengan sudut pandang kapitalisme sekuler bisa membahayakan negara karena menciptakan pejabat-pejabat yang mementingkan dirinya dan kelompoknya sendiri tanpa memikirkan kemaslahatan umat secara umum. Terkadang pembangunan infrastruktur belum urgen dibutuhkan masyarakat tetapi dipaksa dibangun. Parahnya, membangun kawasan elit yang dijual ke wisatawan asing demi berinvestasi di negeri ini. Padahal rakyatnya sendiri banyak yang homeless, belum bisa memiliki tempat tinggal yang layak.

Kedua. Pola pengaturan kapitalisme sekuler membuat negara berada dalam kendali kapitalis. Kepentingan yang diakomodasi bukan kepentingan publik tetapi kepentingan para kapitalis, sehingga menciptakan ketidakadilan dan kezaliman yang menjadi polemik yang berkepanjangan. Sudah banyak proyek-proyek yang dibangun demi hasrat para kapitalis yang menggusur wilayah rakyat. Hal itu terjadi di berbagai wilayah dan menimbulkan problem kezaliman tiada henti.

Ketiga. Amanah kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Khalifah Umar Bin Khaththab r.a. pernah berkata: “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad niscaya Umar akan diminta pertanggungjawabannya (oleh Allah), seraya ditanya: Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?”. Inilah pentingnya mengelola pembangunan berdasarkan standar Islam. Begitu pun dalam bernegara sudah saatnya negeri ini menjadikan Islam sebagai landasan, yakni penerapan Islam secara keseluruhan dalam bingkai Khilafah Islamiah.


Oleh. Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)
MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DIPONOROGO. Rabu, 12 Januari 2025. Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#LamRad #LiveOpperessedOrRiseAgainst

Opini

×
Berita Terbaru Update